Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Alasan Harus Berhenti Merokok di Tengah Pandemi Covid-19

Kompas.com - 28/09/2020, 18:05 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

Menurut Agus, ada empat poin penting yang menyebabkan merokok dapat memperparah infeksi Covid-19.

Pertama, rokok mengaktifkan reseptor ACE-2 sebagai sel inang virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 hidup dan berkembangbiak secara aktif.

Kedua, rokok juga dapat menyebabkan gangguan sistem imunitas, terutama pada saluran napas dan paru-paru akibat asap rokok, di mana sistem imunitas yang terganggu akan memperbesar risiko terinfeksi Covid-19.

"Alhasil, kemampuan imunitas tubuh melawan infeksi virus dan bakteri menurun," kata dia.

Padahal, imunitas merupakan tameng utama membantu tubuh melawan infeksi berbagai mikroorganisme, termasuk Covid-19.

Ketiga, rokok sudah sejak lama diketahui dan terbukti menyebabkan ragam penyakit komorbid, seperti penyakit kardiovaskular (jantung), diabetes, hipertensi, stroke, penyakit paru obstruktif kronik (ppok), dan lain sebagainya.

Seperti yang telah kita ketahui, penyakit komorbid berisiko memperparah kondisi seseorang saat terinfeksi Covid-19, dan meningkatkan risiko kematian.

Tidak hanya itu, umumnya para perokok terbiasa dengan aktivitas menyentuh mulut saat merokok.

"Perokok sering meletakkan tangan ke mulut saat merokok, dan biasanya mereka mana ada mencuci tangan dulu sebelum meokok kan? Padahal, enggak tahu itu tangan terkontaminasi (SARS-CoV-2) atau tidak," tutur Agus.

Baca juga: Epidemiolog: 10.000 Kematian Covid-19 di Indonesia, Artinya Kita Abai

Aspek ekonomi akibat rokok dan Covid-19

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, rincian perbandingan pengeluaran anggaran untuk konsumsi merokok (tahun 2020) adalah sebagai berikut.

- Pengeluaran rokok 2,6 kali dari pengeluaran telur dan susu

- Mencapai 7 kali lipat dari pengeluaran belanja daging

- Mencapai 3,8 lebih besar daripada pengeluaran untuk kebutuhan kesehatan lainnya

Ironisnya, konsumsi rokok di Indonesia ternyata presentasi tertinggi dilakukan oleh kelompok pendapatan rendah, seperti nelayan mencapai 70,4 persen dan petani atau buruh sebanyak 46,2 persen.

Hal ini dianggap buruk, karena penduduk kategori ekonomi bawah atau miskin ini rentan pada berbagai kondisi atau situasi lebih buruk lainnya, di antaranya adalah rentan penyakit katastropik, menghabiskan anggaran rumah tangga, penurunan produktivitas terutama jika sudah kadung terkena penyakit komorbid atau terinfeksi Covid-19, dan akan memperparah kemiskinan.

"Ini kalau saya bilang adalah 'perampok' dari dalam rumah, karena ini 'perampok' gizi yang seharusnya uangnya dibelikan untuk memenuhi gizi anak-anak," ujar Ede.

"Seharusnya uang untuk beli rokok dibelikan makanan sehat yang bergizi untuk dikonsumsi sekeluarga," imbuhnya.

Ede menambahkan, sangat penting untuk memenuhi kebutuhan gizi dan menyiapkan anggaran dana darurat, apalagi hingga saat ini pandemi Covid-19 belum diketahui kapan akan berakhir dan Indonesia bersiap memasuki resei ekonomi.

"Daripada beli rokok hanya untuk dibakar, lebih baik beli sembako dan protein. Sehingga hidup bisa lebih sehat, dan lebih aman agar terhindari Covid-19," tegas Ede.

Baca juga: Hari Tanpa Tembakau Sedunia, WHO Ingatkan Rokok Memperparah Risiko Infeksi Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com