Lebih lanjut Endang menjelaskan bahwa secara budaya, ada istilah yang dikenal dengan eufemisme. Artinya, mengganti sebuah kata dengan ungkapan yang dirasakan kasar, atau dianggap tidak menyenangkan.
"Banyak budaya memiliki kata-kata tabu untuk diucapkan, sehingga muncullah berbagai perumpamaan," imbuh Endang.
Misalnya, dia mencontohkan, hal-hal yang berkaitan dengan alat-alat reproduksi, perubahan yang dianggap tidak senonoh, atau hal-hal tabu tertentu terkait kepercayaan setempat.
"Jika kita perhatikan, sebenarnya banyak kata “makian” dalam bahasa daerah yang dimiliki hampir oleh sebagian besar budaya masyarakat," jelas Endang.
Baca juga: Menghadapi Budaya Pasrah Saat Tinggal di Indonesia yang Penuh Bencana
Istilah-istilah "makian" itu bukan hanya di Indonesia, tapi juga di berbagai negara di dunia. Begitu juga yang terjadi dalam bahasa pergaulan sehari-hari yang terus berkembang.
"Artinya pergeseran kata dalam budaya merupakan suatu hal yang wajar dalam perkembangan bahasa pergaulan," imbuh Endang.
Terkait viralnya kata "anjay" ini, Endang menyimpulkan bahwa jika penggunaan kata anjay yang bisa multi-makna tidak diperbolehkan atau dilarang dalam penggunaan sehari-hari dalam pergaulan informal, maka ada berapa banyak kosa kata dalam perkembangan bahasa di Indonesia yang juga harus dilarang.
"Ada nilai dan norma sosial budaya yang disepakati masyarakat yang juga harus diperhatikan. Misalnya, kata ini dipakai dalam suasana apa, kepada siapa, dengan tujuan apa," jelas Endang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.