Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/06/2020, 16:30 WIB
Yohana Artha Uly,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus pesepeda yang meninggal dunia secara mendadak kembali terjadi. Pagi ini, Selasa (23/6/2020), kasus tersebut terjadi di Alam Sutera.

Saat itu disebutkan ada belasan pesepeda dengan kecepatan 40 kilometer per jam, dan satu di antaranya mendadak tidak sadarkan diri.

Sebelum kasus ini, ada pula kejadian seorang pria yang ditemukan meninggal dunia saat bersepeda di Jalan Raya Cimatis Kelurahan Jatikarya, Kecamatan Jatisampurna, Bekasi pada Minggu (21/6/2020).

Baca juga: Bersepeda Pakai Masker Sebabkan Kematian, Benarkah?

Dua pesepeda di Semarang, Jawa Tengah, juga mendadak meninggal dunia. Keduanya diduga menggunakan masker saat olahraga bersepeda.

Kasus lainnya yang sempat viral di media sosial adalah pesepada yang mendadak meninggal di kawasan Monas. Pria tersebut menggunakan masker dan disebut memiliki riwayat penyakit jantung.

Sebenarnya bagaimana fakta terkait kasus pesepada yang bisa mendadak meninggal Kompas.com bertanya pada Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga, dr Michael Triangto Sp.KO.

Ia menjelaskan, bila berkaitan dengan penyakit jantung tentu merupakan hal yang memungkinkan untuk para pesepeda tersebut bisa meninggal secara mendadak. Jadi tidak berkaitan dengan penggunaan masker.

Baca juga: Studi Baru: Jalan dan Bersepeda ke Kantor Kurangi Risiko Kematian Dini

Menurutnya, orang dengan riwayat gangguan jantung tentu berisiko terkena serangan jantung kapan pun, terlepas menggunakan masker atau tidak. Mereka dapat terserang bahkan ketika tidur maupun sedang berolahrga.

Michael menjelaskan, dibandingkan dengan berdiam saja, tentu risiko kematian bagi orang dengan riwayat jantung akan meningkat ketika melakukan aktivitas seperti berolahraga.

Ketika berolahraga, otot yang bergerak akan membutuhkan lebih banyak aliran darah dan oksigen, dengan demikian jantung akan bekerja lebih keras. Itu ditandai dengan denyut jantung yang menjadi lebih cepat.

Namun, disaat bersamaan jantung juga membutuhkan 'makanan' yakni darah yang kaya akan oksigen untuk otot-ototnya dan ini dihantarkan oleh pembuluh darah besar yang disebut arteri koroner.

Ilustrasi sepeda imporShutterstock Ilustrasi sepeda impor

Tetapi orang dengan penyakit jantung memiliki penyempitan arteri koroner, sehingga aliran darah yang mengandung oksigen ke jantung pun menjadi berkurang. Saat melakukan aktivitas berat maka akan memicu terjadinya serangan jantung.

"Kalau itu tidak mencukupi (aliran darah dan oksigen ke jantung), maka jantung akan infal, akan alami serangan jantung. Atau mengalami kerusakan, sehingga kerjanya tidak optimal, mulai merasakan nyeri dada," jelas Michael.

Kendati demikian, bukan berarti orang dengan gangguan jantung tak bisa berolahraga, sebaliknya malah diwajibkan untuk berolahraga.

Catatannya adalah berolahraga dengan intensitas ringan yang dilakukan secara teratur dan terprogram, sehingga tidak memicu kerja terlalu berat pada jantung.

Baca juga: Apakah Olahraga Berat Bisa Bikin Sehat? Ini Penjelasan Ahli

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com