Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlindungan ABK Indonesia, Ini Perbaikan yang Perlu Segera Dilakukan

Kompas.com - 14/05/2020, 13:30 WIB
Yohana Artha Uly,
Sri Anindiati Nursastri

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kematian empat orang anak buah kapal (ABK) Indonesia di kapal ikan berbendera China tengah jadi sorotan. Kasus ini menunjukkan lemahnya perlindungan pada awak kapal perikanan Indonesia.

Direktur SAFE Seas Project, Nono Sumarsono menyatakan seluruh pemangku kepentingan di sektor ini perlu memikirkan aksi jangka pendek yang bisa dilakukan untuk memperbaiki persoalan yang terkait isu Hak Asasi Manusia (HAM).

“Perbaikan jangka panjang penting, tapi aksi jangka pendek merupakan kebutuhan mendesak karena isu ini sangat terkait dengan aspek HAM,” kata dia dalam diskusi Memperbaiki Tata Kelola Awak Kapal Perikanan Indonesia, Rabu (13/5/2020).

Menurutnya, langkah awal yang perlu dilakukan untuk melindungi awak kapal perikanan yang bekerja di luar negeri adalah mengidentifikasi negara-negara yang selama ini menjadi tujuan bekerja. Data ini menjadi dasar untuk mencari solusi bagi perbaikan tata kelola awak kapal perikanan.

Baca juga: Perlindungan ABK Indonesia di Kapal Ikan Asing Belum Optimal, Ini Sebabnya

Pertama melalui diplomasi dengan tujuan membangun Mutual Agremeent atau Saling Pengakuan Sertifikat AKP antara Indonesia dan negara-negara tersebut. Dalam hal ini, tentunya peran Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) sangat diperlukan.

"Saya rasa tidak sulit untuk Kemenlu undang representasi atau perawakilan dari negara-negara tujuan ABK Indonesia bekerja. Lalu buatlah sebuah forum, diskusikan di situ (persoalan kebutuhan tenaga kerja awak kapal perikanan)," katanya.

Forum ini nantinya harus berada di level setingkat Kemenlu setiap negara dan pertemuan pun harus rutin dilakukan.

Para Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia ketika bekerja di kapal penangkap ikan yang memburu hiu.KFEM via BBC Para Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia ketika bekerja di kapal penangkap ikan yang memburu hiu.

Dia bilang, mengetahui pasar dari para ABK Indonesia menjadi hal yang penting. Ini untuk mengetahui tenaga kerja seperti apa yang dibutuhkan, sehingga kompetensi yang dipersiapkan untuk perbaikan kualitas ABK Indonesia juga bisa sejalan dengan kebutuhan pasar.

"Ini untuk mencegah terjadinya forced labour (kerja paksa) and human trafficking (perdagangan manusia)," kata dia.

Edukasi juga perlu ditingkatkan bagi para calon ABK Indonesia untuk mengetahui beban pekerjaan sebagai awak kapal perikanan. Edukasi ini dapat dilakukan dengan membentuk fisher centre, platform bagi para ABK untuk menerima informasi dari berbagai sumber.

Baca juga: Kematian ABK di Kapal China, Kasus Nyata Perbudakan Modern di Laut

Fisher centre diharapkan bisa berbagi informasi dari para ABK berpengalaman mengenai kondisi lapangan yang sesungguhnya. Selain itu, platform ini juga diharapkan bisa menyediakan informasi seputar daftar sekolah atau lembaga untuk para calon ABK bisa mendapatkan pelatihan dan sertifikasi.

"Termasuk juga daftar perusahaan perekrutan tenaga kerja yang dikategorikan baik, bisa ditaruh disana, agar masyarakat bisa tahu. Ini kan sekarang banyak yang gelapnya, karena ada yang butuh dan lalu seolah-olah ada orang yang mau bantu (kasih kerja)," ujar Nono.

Kasus Kematian Empat ABK Indonesia di Kapal Ikan China

Kasus kematian ABK Indonesia ini pertama kali disoroti oleh salah satu media di Korea Selatan. Jenazah tiga diantaranya yang meninggal di kapal dilarung ke laut, sedangkan satu ABK meninggal di rumah sakit.

Keenmpatnya merupakan ABK Indonesia yang merupakan awak kapal ikan Long Xing 629.

Satu jenazah berinisial AR dilarungkan ke laut pada 31 Maret 2020 setelah dinyatakan meninggal dunia pada 27 Maret 2020.

Kemudian, dua jenazah lainnya meninggal dunia dan dilarung saat berlayar di Samudera Pasifik pada Desember 2019.

Baca juga: Kematian 4 ABK di Kapal Ikan China, Ahli: Masalah Lama yang Sulit Diatasi

Lalu pada 26 April 2020 KBRI Seoul mendapatkan informasi ada satu ABK Indonesia dari Kapal Long Xing 629 berinisial EP yang mengalami sakit. Namun, EP meninggal dunia ketika dibawa ke rumah sakit di Pelabuhan Busan.

Para ABK Indonesia lainnya yang juga bekerja di kapal ikan tersebut mengaku dipekerjakan selama 18 jam dalam sehari. Bahkan mereka bisa berdiri selama 30 jam, dengan enam jam istirahat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com