Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Covid-19, Akan Ada 1,4 Juta Kematian Pasien TBC di Dunia

Kompas.com - 11/05/2020, 19:02 WIB
Yohana Artha Uly,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Lockdown atau pembatasan wilayah di banyak negara akibat pandemi Covid-19 ternyata berimbas pada peningkatan jumlah kasus dan kematian pasien tuberkulosis (TBC).

Diperkirakan, bakal ada penambahan 6,3 juta kasus dan 1,4 juta kematian pasien TBC di dunia sepanjang tahun 2020-2025.

Penghitungan tersebut berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Stop TB Partnership, yang bekerja sama dengan Imperial College, Avenir Health dan Johns Hopkins University, dan didukung oleh US Agency for International Development (USAID)

Studi menunjukkan peningkatan jumlah kasus dan kematian pasien TBC dalam lima tahun mendatang yang mungkin terjadi dengan memperhitungkan penutupan wilayah selama 3 bulan dan restorasi layanan kesehatan selama 10 bulan berkepanjangan.

Baca juga: Dampak Covid-19, Diperkirakan Terjadi 7 Juta Kehamilan Tak Terduga

Pemodelan dalam studi ini difokuskan pada tiga negara dengan beban tinggi kasus TBC, yakni India, Kenya, dan Ukraina.

Kemudian, tim peneliti melakukan perkiraan yang diekstrapolasi dari negara-negara tersebut untuk membangun estimasi global mengenai dampak Covid-19 terhadap penyakit TBC.

Dilema Covid-19 dan TBC

Penutupan wilayah akibat Covid-19 telah membuat perhatian pemangku kepentingan teralihkan dari TBC yang juga merupakan penyakit pernapasan menular. Kondisi ini berakibat pembatasan pada layanan diagnosis, pengobatan, dan pencegahan TBC.

“Kita tidak pernah belajar dari kesalahan. Selama lima tahun terakhir, TBC tetap menjadi penyakit menular mematikan terbesar, karena 'agenda TBC' secara konsisten menjadi kurang tampak di hadapan prioritas lainnya, ” ujar Direktur Eksekutif Stop TB Partnership Dr. Lucica Ditiu, dalam keterangan tertulis, Senin (11/5/2020).

Baca juga: Peneliti Temukan Sperma Pasien Covid-19 Mengandung Virus Corona

Menurut dia, pemerintah setiap negara saat ini memang menghadapi dilema antara wabah Covid-19 yang baru saja terjadi dengan wabah TBC yang sudah lama berlangsung.

Meski demikian, jika memilih untuk mengabaikan TBC, maka hasilnya adalah kemunduruan terhadap penanganan wabah lama tersebut.

"Memilih kembali untuk mengabaikan TBC akan menghapus setidaknya setengah dekade kemajuan yang tengah susah payah diperoleh untuk melawan infeksi paling mematikan di dunia dan membuat jutaan lebih masyarakat sakit,” katanya.

Menurut Stop TB Partnership, TBC merupakan penyakit pernapasan terabaikan yang masih membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya. Jumlah ini melebihi penyakit-penyakit menular lainnya.

Baca juga: Kurva Covid-19 di Indonesia Melandai, Apa yang Salah dari Datanya?

Insidensi dan kematian akibat TB telah menurun secara konsisten selama beberapa tahun terakhir akibat dari kegiatan intensif yang dilakukan negara-negara dengan beban tinggi untuk mendapati pasien pengidap TBC.

Namun, pandemi Covid-19 membuat langkah kemunduran besar dalam mendeteksi kasus TBC. Perawatan pun sering kali tertunda, risiko gangguan terhadap pengobatan dan potensi meningkatnya pasien terjangkit TBC yang resistan terhadap obat-obatan juga semakin melonjak.

Oleh sebab itu, untuk meminimalkan dampak pandemi Covid-19 terhadap penyakit TBC, pemerintah di setiap negara perlu mengambil tindakan sesegera mungkin untuk memastikan keberlangsungan layanan diagnostik, pengobatan, dan pencegahan TBC selama periode karantina wilayah.

Selain itu, perlu dilakukan upaya mengejar ketertinggalan secara masif untuk terlibat aktif mendiagnosis, melacak, mengobati dan mencegah TBC.

"Kami mendesak pemerintah untuk mengamankan sumber daya manusia dan finansial yang dibutuhkan demi lancarnya proses keberlanjutan layanan TB di tengah respon Covid-19," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com