Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/04/2020, 07:09 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

 

KOMPAS.com - Di saat permintaan alat bantu pernafasan alias ventilator meningkat, para dokter justru berusaha menghindari pemakaian alat bantu pernafasan buat pasien kronis Covid-19.

Alasannya bukan karena keterbatasan alat, melainkan statistik yang menunjukkan lebih banyak pasien virus corona meninggal setelah dibantu ventilator.

Alat mekanis ini bekerja memompa oksigen ke dalam paru-paru pasien yang tidak lagi berfungsi.

Pasien gawat biasanya dibius terlebih dahulu kemudian pipa pernafasan dimasukan ke saluran nafas.

Data menunjukkan, kematian pasien dalam kasus ini sangat banyak, tanpa peduli apakah mereka membutuhkan bantuan pernapasan atau tidak.

Baca juga: Indonesia Belum Sampai Puncak Pandemi Corona, Ahli Ingatkan Gelombang Kedua

Statistik secara umum menunjukkan, 40 sampai 50 persen pasien dengan keluhan gangguan pernapasan akut, meninggal saat dirawat menggunaan ventilator.

Bahkan pada kasus virus corona di New York City, lebih 80 persen pesien yang dipasangi mesin pembantu pernapasan meninggal dunia, demikian laporan pejabat kota maupun federal.

"Tingkat kematian lebih tinggi dari fatalitas normal juga dilaporkan dari berbagai wilayah di Amerika Serikat," kata Dr. Albert Rizzo salah satu pimpinan medis American Lung Association.

Laporan serupa dari negara lain

Laporan mengenai lebih tingginya kasus kematian pasien Covid-19 yang dipasangi ventilator juga datang dari China dan Inggris.

Sebuan laporan dari Inggris menyebutkan tingkat kematian sekitar 66 persen.

Sementara riset kecil di Wuhan, China,  melaporkan tingat kematian pasien dengan ventilator hingga 86 persen.

Banyak spekulasi terkait topik itu muncul. Namun para pakar medis menegaskan, ventilator bisa menimbulkan dampak negatif pada pasien, karena oksigen bertekanan tinggi dipaksa masuk ke dalam alveola di paru-paru pasien.

Para perawat mendapat pelatihan menggunakan ventilator untuk merawat pasien virus corona. Alat bantu pernapasan ini disediakan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Foto diambil di Sanaa, Yaman, 8 April 2020.KHALED ABDULLAH/REUTERS Para perawat mendapat pelatihan menggunakan ventilator untuk merawat pasien virus corona. Alat bantu pernapasan ini disediakan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO). Foto diambil di Sanaa, Yaman, 8 April 2020.

“Kita tahu bahwa ventilator mekanis tidak selalu berdampak bagus," kata Dr. Eddy Fan, pakar pengobatan penyakit pernafasan di Toronto General Hospital, Kanada.

"Salah satu temuan terpenting dalam dekade terakhir, ventilator mekanik bisa memperparah kerusakan pada paru-paru. Jadi kita harus berhati-hati saat menggunakan alat itu," ujar Dr.Fan.

Pakar medis dari Kanada itu menyebutkan, risiko bahaya bisa dikurangi dengan mengurangi volume dan tekanan udara dari mesin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com