Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Cara Pemerintah Atasi Masalah Sampah di Taman Nasional Wakatobi

Kompas.com - 04/03/2020, 18:03 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Wakatobi saat ini menjadi salah satu tempat wisata pantai dan kelautan yang menarik banyak perhatian turis nasional hingga mancanegara.

Akan tetapi, ternyata wilayah kabupaten yang juga dijadikan sebagai Taman Nasional ini juga memiliki masalah dalam pengelolaan sampah yang menggangu pesisir pantai dan lautan di sana.

Kabupaten Wakatobi itu sendiri terdiri dari empat pulau yaitu Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko.

Pemerintah Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mencatat ada sekitar 45 ton sampah per hari yang bisa dikumpulkan dari empat kawasan itu.

Baca juga: Ilmuwan Jepang akan Lakukan Survei Mikroplastik di Laut, Untuk Apa?

"Tapi 50 persen lebih sampahnya itu ada di pulau Wangi-wangi," kata Jaemuna selaku Ketua DLH Wakatobi, di Wakatobi, Kamis (27/2/2020).

Di pulau Wangi-wangi, volume sampah per harinya mencapai 30 ton. Sampah yang dikumpulkan itu, terutama sampah plastik yang sebagian besar adalah sampah rumah tangga masyarakat setempat, serta kiriman sampah dari luar pulau Wakatobi.

Dari 45 ton sampah tersebut, sebanyak 30-40 persen merupakan sampah plastik, dan sisanya merupakan sampah non-organik seperti kulit buah-buahan, kulit jagung, kayu dan lain sebagainya.

Jaemuna juga menjelaskan volume sampah di pesisir lautan seluruh wilayah Wakatobi cenderung akan lebih banyak pada musim angin barat, daripada angin timur dan angin peralihan.

Baca juga: Paus Mati di Wakatobi, Bukti Nyata Indonesia Darurat Sampah Plastik

"Paling kotor (sampah) itu biasanya di musim barat," kata dia.

Pada musim angin timur, angin akan menghempas pesisir setiap harinya dan membawa serta kiriman sampah dari lautan penjuru manapaun dengan jumlah atau volume yang sedikit.

Sedangkan, pada angin musim barat di mana hempasan angin tidak datang setiap harinya, membuat sampah menumpuk ketika angin datang dalam periode 3-4 hari.

Ironisnya, saat terjadi angin kencang, pemerintah dan masyarakat setempat seolah sudah tahu dan yakin bahwa sampah di pesisir akan banyak sekali.

"Kalau sudah angin kencang itu dipastikan sampah di laut itu banyak," ujar Jaemuna.

Begitu juga saat musim buah-buahan dan jagung, disebutkan Jaemuna, juga berpengaruh ke volume sampah yang semakin meningkat per harinya di pesisir dan lautan.

Sampah di pesisir pantai di kawasan wisata Wakatobi. Sebagian besar sampah dari rumah tangga menumpuk di sejumlah pantai-pantai di kawasan wisata ini.Ellyvon Pranita Sampah di pesisir pantai di kawasan wisata Wakatobi. Sebagian besar sampah dari rumah tangga menumpuk di sejumlah pantai-pantai di kawasan wisata ini.

Upaya pengendalian dan pengelolaan sampah

Sebagai sebuah kabupaten sekaligus kawasan Taman Nasional yang padat penduduk, pengendalian sampah merupakan upaya pelestarian lingkungan konservasi dan juga kesehatan masyarakat.

Dalam upaya pengendalian sampah di Kabupaten Wakatobi, sejak Desember 2018 sudah diterbitkan surat edaran dari Gubernur Wakatobi tentang pelarangan penggunaan wadah atau bungkus plastik disemua kegiatan pemerintahan.

Baca juga: Viral Bungkus Indomie Berusia 19 Tahun, Bukti Plastik Sampah Abadi

Oleh sebab itu, kata Jaemuna, entah untuk minuman ataupun wadah makanan ringan pada kegiatan rapat atau acar besar sekalipun, pegawai pemerintah akan menggunakan wadah yang bisa dicuci dan dibersihkan, untuk dipakai kembali.

"Ini salah satu upaya pemerintah, terutama gubernur Wakatobi menekan dan mengendalikan volume sampah di sini," kata dia.

Untuk sementara ini baru di pesisir pantai pulau Wangi-wangi yang ditugaskan tenaga kebersihan dari DLH setempat, untuk menjaga kebersihan seluruh pantai dari sampah kiriman dari laut.

Satu desa terdapat 4-5 orang petugas kebersihan, dan khusus di pesisir Marina ada 10 orang petugas kebersihan.

"Tenaga kebersihan adalah petugas DLH, itu tugasnya menjaga kebersihan seluruh pesisir atau pinggir pantai, (tapi sampah) laut dalam belum signifikan dibersihkan," ujar dia.

Sampah yang telah diangkut dari pesisir akan dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sampah organik akan diolah menjadi kompos, dan sampah plastik jenis tertentu akan diolah menjadi kerajinan.

Baca juga: Teguran buat Kita, Paus yang Mati di Wakatobi Tercemar 5 Kg Plastik

Serta, pemerintah setempat juga mengupayakan penyadaran peduli lingkungan sejak dini, melalui dinas pendidikan, mempergunakan mata pelajaran untuk muatan lokal khusus lingkungan.

Tentunya hal ini juga didukung dan didampingi oleh Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), kata dia, salah satunya seperti yang dilakukan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) di SD Negeri Kulati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com