Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

5 Alasan WALHI Jakarta Tolak Fasilitas Pengelolaan Sampah Antara di Taman Tebet

KOMPAS.com - Rencana pembangunan Fasilitas Pengelolaan Sampah Antara (FPSA) sebagai bentuk revitalisasi Taman Tebet, Jakarta terus menuai pro dan kontra. Salah satunya, penolakan dengan beberapa alasan disampaikan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) DKI Jakarta.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, rencana revitalisasi Taman Tebet, Jakarta Selatan untuk dibangun tempat pengelolaan sampah tidak akan menambah polusi di Ibu Kota.

Menurut dia, sistem pengelolaan sampah yang akan dibangun itu berbeda dengan sistem konvensional membakar sampah yang biasa dilakukan warga.

"Pembakarannya tidak seperti kita membakar sampah, jadi tidak ada polusi," ujar Riza kepada wartawan di Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (8/8/2021).

Riza mengatakan, tempat pengelolaan sampah yang akan dibangun di dalam area publik tersebut akan menggunakan teknologi mutakhir.

Dengan begitu, pengelolaan sampah yang akan berjalan nantinya tidak menimbulkan polusi udara seperti membakar sampah pada umumnya.

Kendati demikian, WALHI DKI Jakarta menyampaikan bahwa pihaknya menolak dengan rencana pembangunan Fasilitas Pengelolaan Sampah Antara di Taman Tebet, Jakarta ini. Berikut beberapa fakta dan alasan WALHI menolak pembangunan FPSA di Taman Tebet Jakarta ini.

1. Teknologi yang dipaksakan

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) DKI Jakarta, Tubagus Soleh Ahmadi mengatakan, rencana bangun insinerator di Tebet merupakan teknologi yang dipaksakan.

Insinerator disebutkan tidak ada di dalam rencana strategis pengelolaan sampah rumah tangga dan sejenis rumah tangga, dan teknologi ini banyak ditinggalkan karena memang sudah tidak layak lagi.

Dengan begitu, WALHI Jakarta dengan tegas menolak dibangunnya FPSA di Tebet ini, karena berisiko terhadap masyarakat sekitar, termasuk pencemaran lingkungan.

"Terkait soal FPSA ini yang kita (WALHI) tolak adalah penggunaan teknologi insineratornya, ada beberapa hal yang dilanggar oleh Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta, pertama insinerator tidak ada dalam rencana strategis pegelolaan sampah rumah tangga dan sejenis rumah tangga," kata Bagus kepada Kompas.com, Senin (9/8/2021).

2.  Tidak sesuai tugas utama Pemda atau pemprov

Selanjutnya, alasan kedua pembangunan fasilitas pengelolaan sampah di Tebet, Jakarta ini ditolak WALHI karena dianggap tidak sesuai dengan tugas utama pemerintah daerah atau pemerintah provinsi.

Dalam Peraturan Daerah (Perda) No.03 Tahun 2013 tugas pemerintah provinsi adalah memanfaatkan dan memfasilitasi penerapan teknologi pengolahan sampah yang berkembang pada masyarakat untuk mengurangi dan, atau menangani sampah.

"Insinerator bukanlah teknologi yang berkembang pada masyarakat. Artinya dengan membangun insinerator pada skala kecamatan di Tebet keluar dari tugas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta," ujar Bagus.

Bagus mengatakan, tidak mungkin rencana FPSA dengan insinerator ini muncul dari publik karena tidak ada masyarakat yang menginginkan proyek yang mengancam wilayahnya sendiri.

3. Harusnya fokus teknologi TPS 3R

Upaya yang seharunya diperkuat oleh Prmprov DKI Jakarta memperbanyak Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) Reduce, Reuse, Recycle (3R) berbasis masyarakat.

Kemudian, memberikan dukungan dan memperluas praktik-praktik, baik pengelolaan sampah yang sudah berjalan di komunitas masyarakat.

Sebagai informasi, sejauh ini diketahui bahwa hanya teknologi TPS3R yang merupakan sistem pengolahan sampah dengan inovasi teknologi mesin pencacah sampah dan pengayak kompos yang lebih efektif dan efesien.

Namun, berdasarkan data dinas Lingkungan Hidup Jakarta pada tahun 2019 yang menyatakan bahwa teknologi TPS 3R masih jauh dari ideal dan berencana memperbanyaknya tidak disadari oleh instansinya sendiri.

4. Sudah ada contoh insinerator tidak efektif

Sementara itu, insinerator yang akan dibangun di Tebet yang mengambil pilot atau contoh dengan yang ada di Soreang Bandung juga sebuah kejanggalan, pasalnya saat uji coba cerobong mengeluarkan asap hitam.

Bahkan saat ini beroperasinya pun tidak efektif, atau seringkali tidak beroperasi.

Berdasarkan pemantauan WALHI Jawa Barat fasilitas di Soreang tersebut terdapat keluhan warga yang rumahnya tepat sekali berada di belakang fasilitas insinerator.

Berupa gangguan yang mana polusi dari pengelolaan sampah terbawa angin dan sering masuk hingga ke pemukiman.

"Tidak hanya di pemukiman, warga Lain sering juga mengeluhkan berupa bau yang mengganggu penciuman warga sekitar fasilitas," ujarnya.

5. FPSA di Tebet bukan edukasi yang baik

Bagus menjelaskan, salah satu fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah edukasi.

Akan tetapi, penggunaan teknologi bakar-bakaran sampah di dalam RTH Taman Tebet bukanlah edukasi yang baik, apalagi untuk dipertontonkan kepada publik dalam model pengelolaan sampah.

"Bahwa pengelolaan sampah ditingkatan sumber, berbasis 3R, berbasis pada teknologi yang berkembang pada masyarakat hanyalah sebatas teks dalam kebijakan," tuturnya.

"Kemudian pembangunan insinerator dan PLTSa menjadi seolah penting. Karena niat awalnya adalah dengan cara cepat yakni dibakar. Sementara penerima dampak terburuknya adalah generasi mendatang, tentu jauh dari pikiran pemerintah saat ini," tambahnya.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/08/10/133300523/5-alasan-walhi-jakarta-tolak-fasilitas-pengelolaan-sampah-antara-di-taman

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke