Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

[POPULER SAINS] 4 Pemicu Banjir Jakarta | Isu Selingkuh dan Pelakor

KOMPAS.com - Banjir yang melanda Jakarta sejak Jumat (19/2/2021) hangat dibicarakan masyarakat.

Paparan BMKG terkait faktor risiko pemicu banjir Jakarta itu menjadi berita populer Kompas.com edisi Minggu (21/2/2021).

Selain faktor pemicu banjir Jakarta, berita populer lain adalah tentang alasan ahli yang menentang vaksin Nusantara hingga isu perselingkuhan yang membawa nama Nissa Sabyan.

Berikut ulasan berita yang ada di sekitar kita dan penjelasannya menurut Sains.

1. Faktor pemicu banjir Jakarta menurut BMKG

Berkaitan dengan banjir Jakarta, BMKG mengatakan bahwa kondisi ini sesuai dengan prediksi cuaca ekstrem hujan lebat yang terjadi pada 18-19 Februari 2021.

Menurut BMKG, ada 4 faktor pemicu cuaca ekstrem yang menyebabkan bencana hidrometeorologi seperti jalan licin, pohon tumbang, hingga banjir.

Di antaranya:

  • Aktivitas seruakan udara yang signifikan di Asia
  • Aktivitas gangguan atmosfer
  • Adanya labilitas dan kebasahan udara
  • Daerah tekanan rendah

Untuk memahami lebih lanjut tentang faktor pemicu banjir Jakarta, Anda bisa membacanya di sini:

Banjir Jakarta Akibat Cuaca Ekstrem, 4 Faktor Pemicunya Menurut BMKG

2. Alasan ahli minta pemerintah hentikan uji vaksin Nusantara

Para ahli meminta pemerintah untuk tidak memberikan dana, serta mengimbau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk memberhentikan (stop) perizinan Vaksin Nusantara.

"(Vaksin Nusantara sebaiknya) tidak didanai oleh pemerintah dan dihentikan oleh BPOM bila ada aturan yang tidak sesuai," kata Pandu Riono selaku Epidemiolog Universitas Indonesia kepada Kompas.com, Sabtu (20/2/2021).

Sebagai informasi, Vaksin Nusantara yang diinisiasi mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto memulai tahap uji klinis kedua di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dokter Kariadi Semarang, Selasa (16/2/2021).

Ada dua alasan yang membuat ahli menentang pemerintah mendanai proyek ini dan meminta BPOM tidak memberi izin:

  • Mengandung sel dendritik
  • Belum jelas data uji klinis

Berikut penjelasan lengkap terkait alasan kenapa dua hal tersebut penting dicermati:

2 Alasan Ahli Minta Pemerintah dan BPOM Menghentikan Vaksin Nusantar

Seperti diketahui, orang yang sudah pernah terinfeksi Covid-19 akan memiliki kekebalan tubuh atau antibodi terhadap serangan virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 di masa depan.

Namun, seberapa besar kekebalan tubuh orang yang pernah terpapar Covid-19?

Mengenai persoalan ini, Dokter Spesialis Patologi Klinik Primaya Hospital Bekasi Barat dan Bekasi Timur, dr Muhammad Irhamsyah SpPK MKes angkat bicara.

Irhamsyah menjelaskan bahwa terdapat metode pemeriksaan kekebalan tubuh manusia terhadap Covid-19 melalui pemeriksaan Antibodi SARS-CoV-2 kuantitatif.

Pemeriksaan Antibodi SARS-CoV-2 kuantitatif adalah suatu pemeriksaan untuk mendeteksi suatu protein yang disebut antibodi, khususnya antibodi spesifik terhadap SARS-CoV-2 ini.

"Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada orang-orang yang sudah pernah terinfeksi Covid-19, orang yang sudah mendapatkan vaksinasi, serta dapat digunakan untuk mengukur antibodi pada donor plasma konvalesen yang akan ditransfusikan,” kata Irhamsyah.

Cara kerja pemeriksaan kuantitatif antibodi (ECLIA) Dijelaskan dr Irhamsyah, prinsip pemeriksaan kuantitatif antibodi spesifik SARS-CoV-2 ini menggunakan pemeriksaan laboratorium imunoserologi pada sebuah alat automatik (autoanalyzer).

Alat automatik ini dipergunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap SARS-CoV-2. Pemeriksaan ini biasa disebut dengan Electro Chemiluminescence Immunoasssay (ECLIA).

ECLIA akan mendeteksi, mengikat, serta mengukur antibodi netralisasi.

Sebagai informasi, antibodi netralisasi adalah antibodi yang dapat berikatan spesifik pada bagian struktur protein spike SARS-CoV-2.

Baca selengkapnya tentang ECLIA di sini:

Kekebalan Penyintas Covid-19 Bisa Dites dengan ECLIA, Apa Itu?

Nissa Sabyan santer disebut sebagai pelakor dan orang ketiga dalam rumah tangga keyboardis grup band Sabyan.

Namun, mengapa hanya pelakor atau orang ketiga saja yang disalahkan dalam masalah perselingkuhan? Seakan penyebab selingkuh itu hanya berasal dari si 'pelakor'.

Faktanya, perselingkuhan tidak akan terjadi, apabila pria tidak membiarkan dirinya untuk terlibat.

Dijelaskan psikolog sosoal Hening Widyastuti, kembali pada budaya yang mengkonstruksi sifat dan peran kelompok gender, yang kemudian menciptakan stereotip atau stigma.

Hal ini adalah persepsi nyata yang sudah ada di masyarakat.

Pria diajarkan untuk menjadi karismatik, maskulin dan penuh wibawa, sedangkan wanita seakan diajarkan untuk lemah lembut, penurut dan juga menjadi istri yang baik.

Tentu saat wanita tidak bisa menkonstruksi hal tersebut akan diberi label yang buruk begitu pula laki-laki.

Padahal, perselingkuhan seperti dalam kasus Nissa Sabyan, bukanlah hubungan satu arah, tapi dua arah.

Jika perempuannya saja yang disalahkan, hal itu karena perempuan yang selingkuh dianggap tidak sesuai dengan konstruksi sifat dan peran gender tersebut.

Baca selengkapnya penjelasan psikolog tentang isu perselingkuhan di sini:

Isu Nissa Sabyan, Mengapa Selingkuh Hanya Menyalahkan Pelakor?

https://www.kompas.com/sains/read/2021/02/22/070000923/-populer-sains-4-pemicu-banjir-jakarta-isu-selingkuh-dan-pelakor

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke