Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Selain Risiko Kematian, Pasien Covid-19 Dihantui Gejala Menetap

Ini berarti, ketika pasien Covid-19 dinyatakan negatif dari virus corona, badan mereka tak serta-merta segar bugar seperti sedia kala. Mereka masih harus berjuang melawan rasa tidak nyaman pada tubuh.

Penelitian terhadap pasien di satu pusat medis Irlandia, menemukan bahwa 62% mengatakan mereka merasa belum kembali ke kondisi kesehatan awal sepenuhnya, ketika mereka diperiksa beberapa bulan setelah mereka didiagnosis Covid-19.

Hampir setengahnya mengeluhkan rasa lelah yang berlebihan terus-menerus.

Tingkat keparahan awal infeksi Covid-19 tampaknya bukanlah faktor penentu. Sebagian orang yang melakukan isolasi mandiri di rumah juga cenderung merasa tidak enak badan, seperti mereka yang dirawat di rumah sakit.

Setahun setelah pandemi global, masalah gejala Covid-19 yang menetap jangka panjang atau long Covid ini semakin mendapat banyak perhatian.

Melansir WebMD, penelitian baru-baru ini memperkirakan, bahwa 10% pasien Covid-19 mengalami long Covid, umumnya mereka mengeluhkan kelelahan berlebih, insomnia, sesak napas, dan brain fog yang berkaitan dengan masalah ingatan, fokus, dan keterampilan mental lainnya.

Dr. Luis Ostrosky, profesor penyakit menular di McGovern Medical School di UTHealth di Houston juga mengatakan, keluhan nomor satu yang sering ditemuinya pada pasien long Covid adalah kelelahan dan brain fog atau kabut otak.

Ostrosky, yang juga seorang peneliti di Infectious Diseases Society of America, tidak terlibat dalam studi baru ini, tetapi ia termasuk tim dokter yang menangani penyakit long Covid.

Dia mengatakan, kebanyakan pasien yang datang ke klinik pasca-Covid, dalam kondisi cukup sakit untuk dirawat di rumah sakit karena infeksi tersebut.

"Orang dengan gejala lebih parah, lebih mungkin mengalami efek yang berkepanjangan. Tetapi, terkadang ini juga terjadi pada pasien Covid-19 dengan gejala yang lebih ringan," jelas Otrosky.

Demikian juga dalam studi baru, sebagian besar pasien dengan Covid-19 gejala ringan masih merasa tidak enak badan lebih dari dua bulan kemudian.

Tapi, Ostrosky mencatat, itu mungkin karena pasien dengan gejala yang menetap lebih mungkin untuk membuat janji pemeriksaan.

Terlepas dari itu, Ostrosky melihat pesan dasar dalam temuannya, Covid-19 bukanlah dikotomi, Anda mati atau Anda baik-baik saja.

Pasalnya, akan ada masalah kesehatan yang bertahan lama, kata Ostrosky, terutama untuk orang yang sakit dengan gejala parah - termasuk kerusakan pada jantung atau ginjal, fungsi paru-paru yang tidak normal, dan gejala kejiwaan, seperti depresi.

"Harus diketahui, kematian bukan satu-satunya akibat buruk dari penyakit Covid-19," katanya.

Menemukan penyebab kelelahan abadi pada long covid

Penelitian yang telah dipublikasikan di Annals of the American Thoracic Society pada 8 Januari lalu ini, dilakukan di Rumah Sakit St. James, Dublin.

Dokter di sana menilai 153 pasien yang didiagnosis dengan Covid-19 antara Maret hingga Mei 2020, kemudian mengatur janji temu kembali dengan pasien Covid-19 untuk memantau ada atau tidaknya gejala long Covid.

Hal itu biasanya dilakukan 75 hari kemudian setelah pasien dinyatakan negatif dari virus corona.

Hampir setengahnya dirawat di rumah sakit, sedangkan sisanya sudah pulih di rumah.

Secara keseluruhan, mayoritas pasien merasa bahwa mereka belum mendapatkan kembali tingkat kesehatan normal mereka, termasuk dua pertiga dari mereka yang pernah menjalani perawatan di rumah.

Dan pasien yang dirawat di rumah sakit dan dirawat di rumah melaporkan tingkat kelelahan yang serupa pada kuesioner standar.

Peneliti utama Dr. Liam Townsend setuju, bahwa kelompok tersebut kemungkinan besar merasa tidak sehat.

Dari 487 pasien yang dihubungi rumah sakit untuk janji tindak lanjut, kurang dari sepertiganya muncul. Itu termasuk hanya seperlima pasien yang sembuh di rumah.

Dan dari penelitian ini, ada satu hal yang membuat Townsend yakin.

Meskipun banyak pasien melaporkan sesak napas selama tes berjalan treadmill, hanya 4% yang memiliki rontgen dada yang tidak normal.

“Itu menunjukkan bahwa masalah pernapasan, tidak selalu terkait dengan kerusakan paru-paru yang terus-menerus,” kata Townsend.

Tetapi menurutnya, hingga kini belum jelas persis apa yang menyebabkan ‘kelelahan abadi’, terutama pada pasien Covid-19 dengan gejala yang lebih ringan.

Lalu, apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi gejala Covid-19 yang menetap?

Ostrosky mengatakan, bahwa di kliniknya, dokter mencoba menemukan penyebab "organik", seperti tanda-tanda cedera pada paru-paru atau otot jantung.

Bagi beberapa pasien, bahkan ditemukan masalah seperti kekurangan nutrisi sebagai penyebabnya.

Tapi terkadang, kata Ostrosky, pencarian penyebab itu tak membuahkan hasil. Jika ini terjadi, dokter harus mendorong pasien untuk bertahan.

Ostrosky juga memberi catatan, pada beberapa orang, gejala psikologis seperti kecemasan dan depresi juga mucul - dan kemungkinan berkaitan dengan isolasi mandiri dan tekanan lain yang disebabkan oleh pandemi.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/01/19/120500923/selain-risiko-kematian-pasien-covid-19-dihantui-gejala-menetap

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke