Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ilmuwan Peringatkan Pemanasan Global Sebabkan Es Antartika Mencair Permanen

KOMPAS.com - Antartika mengandung lebih dari setengah air tawar dunia dalam lapisan esnya yang membeku.

Dilansir dari Live Science, Rabu (30/9/2020), tetapi apa yang dilakukan manusia selama berabad - abad berikutnya adalah mengirim air itu ke laut secara permanen.

Jika pemanasan global dibiarkan terus tanpa terkendali, Antartika akan segera melewati "titik tidak bisa kembali" yang bisa membuat sebuah benua menjadi gersang.

Menurut sebuah studi baru yang diterbitkan 23 September di jurnal Nature, Antartika akan bebas dari adanya es untuk pertama kalinya dalam (lebih dari) 30 juta tahun.

"Antartika merupakan warisan utama dari masa sebelumnya dalam sejarah Bumi. Sudah ada selama sekitar 34 juta tahun," kata rekan penulis studi Anders Levermann, seorang peneliti di Potsdam Institute for Climate Impact Research (PIK) di Jerman, dalam sebuah pernyataan.

"Sekarang simulasi kami menunjukkan bahwa setelah mencair, ia tidak akan tumbuh kembali ke keadaan awalnya, hingga suhu kembali ke tingkat pra-industri, skenario yang sangat tidak mungkin. Dengan kata lain, apakah kita benar-benar akan kehilangan Antartika sekarang? Selamanya?"

Dalam studi tersebut, para peneliti PIK menjalankan simulasi komputer untuk memodelkan bagaimana Antartika akan terlihat pada ribuan tahun dari sekarang.

Ini bergantung pada seberapa tinggi suhu global rata-rata meningkat, sebagai respons terhadap emisi gas rumah kaca modern.

Mereka menemukan bahwa, jika suhu rata-rata naik 7,2 derajat Fahrenheit (4 derajat Celcius) di atas tingkat pra-industri selama periode waktu tertentu, banyak es di Antartika Barat akan meleleh.

Menghasilkan 21 kaki (6,5 meter) kenaikan level laut dan kenaikan sebesar itu akan menghancurkan kota-kota pesisir seperti New York, Tokyo, dan London.


Skenario ini bisa menjadi kenyataan dalam beberapa dekade. Apalagi, kenaikan suhu rata-rata global sebesar 9 derajat F (5 derajat C) saat ini dianggap sebagai skenario pemanasan “kasus terburuk, jika tingkat emisi gas rumah kaca dibiarkan berlanjut hingga tahun 2100.

Demikian  menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) - panel antar pemerintah tentang Perubahan Iklim PBB.

Penulis studi juga menemukan, Jika proyeksi IPCC tersebut tidak aktif, segalanya bisa menjadi jauh lebih buruk.

"Jika suhu global naik antara 11 hingga 16 derajat F (6 sampai 9 derajat C) di atas tingkat pra-industri untuk periode waktu yang berkelanjutan selama ribuan tahun mendatang, lebih dari 70% es Antartika saat ini akan hilang "secara permanen," kata penulis penelitian dalam laporannya.

Dan, jika suhu naik hingga 18 derajat F (10 derajat C), benua itu pasti "hampir bebas es". Jika benua kehilangan semua esnya, permukaan laut global akan naik hampir 200 kaki (58 m).

Sebuah video singkat yang menyertai penelitian menggambarkan kenyataan itu dengan detail yang suram, menunjukkan es benua menghilang pertama kali dari pantai, lalu ke seluruh daratan hingga hanya tersisa dataran hijau dan tebing berbatu.

"Pencairan dahsyat ini tidak akan terjadi dalam kehidupan kita, efek penuh kemungkinan tidak akan terlihat selama kira-kira 150.000 tahun," kata Andrew Shepherd, ahli iklim dari Universitas Leeds di Inggris, yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut kepada Daily Mail.

Namun, penulis studi tersebut memperingatkan, kegagalan umat manusia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca abad ini dapat memicu siklus umpan balik yang tidak dapat diubah yang menyegel nasib Antartika selama ribuan tahun yang akan datang.

Menipisnya es di Antartika dengan cepat, menyebabkan lempengan besar es berlabuh ke daratan di satu sisi dan mengambang bebas di atas lautan di sisi lain. Mewakili satu mekanisme umpan balik yang sangat berbahaya, tulis para peneliti.

Saat air laut yang hangat menyentuh bagian bawah rak es, titik di mana dasar rak bertemu dengan air (juga disebut garis pentanahan) akan mundur semakin jauh ke belakang, mengguncang seluruh rak dan memungkinkan bongkahan es yang sangat besar dari daratan ke meluncur ke laut.

Bahkan menurut sebuah studi tahun 2019 di jurnal Geophysical Research Letters, saat ini banyak lapisan es di Antartika Barat sudah mengalami pencairan semacam ini, dengan sekitar 25% es di kawasan itu terancam runtuh.

Penulis studi menyimpulkan, nasib Antartika ada di tangan pembuat kebijakan saat ini. Kesepakatan Iklim Paris, yang disetujui oleh 73 negara pada 2015 (dan yang ditinggalkan Amerika Serikat pada Juni 2017 atas perintah Presiden Donald Trump), memiliki tujuan untuk membatasi suhu rata-rata planet, agar tidak naik lebih dari 2,7 derajat F (1,5 derajat C), di atas rata-rata pra industri, untuk mencegah efek terburuk dari perubahan iklim.

Sementara emisi turun dengan jumlah yang tidak terlalu signifikan awal tahun ini, karena karantina massal selama pandemi Covid-19.

PBB melaporkan awal bulan ini untuk memperingatkan, bahwa dunia saat ini tidak berada di jalur yang tepat untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan dalam Kesepakatan Paris, dengan suhu global rata-rata.

Bertahan sekitar 2 derajat F (1,1 derajat C) di atas tingkat pra-industri antara 2016 hingga 2020, dengan kemungkinan suhu rata-rata global tahunan akan meningkat lebih dari 2,7 F (1,5 C), setidaknya untuk sementara, pada tahun 2024.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/09/30/193000223/ilmuwan-peringatkan-pemanasan-global-sebabkan-es-antartika-mencair

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke