Pada bulan mulia ini terdapat banyak keutamaan yang menjadi spirit setiap mukmin mengoptimalisasikan kesempatan yang ada, sebagai upaya meraih predikat Taqwa.
Penilaian puasa Ramadhan menjadi urusan langsung Allah SWT dengan hambanya. Hal ini dicatatkan dalam hadits Qudsi yang biasa kita dengar di setiap kultum Ramadhan menjelang shalat tarawih: “Puasa tersebut adalah untuk-Ku, Aku sendiri yang akan membalasnya.”
Puasa Ramadhan merupakan hubungan vertikal antara hamba dan Sang Khaliq, ibadah yang dinilai langsung tanpa jeda.
Puasa menjadi ibadah pelatih keikhlasan diri, dijalankan sebulan penuh tanpa ada keinginan mendapat pujian dari siapapun.
Lewat puasa pula kita mendidik diri untuk berlaku jujur. Karena penilaian manusia bisa tertutup batas pandangan mata, tapi tidak dengan pandangan Tuhan.
Keutamaan lain dari puasa Ramadhan adalah melatih kedisiplinan diri saat sahur dan berbuka dengan batas batas waktu yang telah ditentukan.
Kepatuhan atas aturan itu adalah stimulus pendisiplinan diri, agar senantiasa taat dan patuh pada aturan yang berlaku dan tidak melanggar batas dan norma yang ada.
Puasa memang utamanya melatih diri untuk menahan rasa haus dan lapar serta menahan hawa nafsu hubungan suami istri di siang hari. Dijalankan dengan ikhlas, diilhami sifat ketuhanan.
Tapi lebih dari itu, dalam perfektif sosial, puasa melatih diri agar perut yang sejengkal kalaupun dalam keadaan kosong tidak menjadikan diri kita memakan yang tidak pantas untuk dimakan, walaupun dalam keadaan sembunyi.
Puasa juga melatih diri untuk peka terhadap lingkungan sosial di sekeliling kita. Bahwa ada saudara kita sesama umat manusia, yang menangis karena kemiskinannya, tidak makan berhari-hari, dan kerap kita abaikan.
Lewat puasa Ramadhan itulah kita belajar untuk peka terhadap lingkungan sosial kita, agar kita ikut berempati pada keadaan masyarakat yang hidup kekurangan dan keterbatasan.
Hamba yang berhasil dengan tuntas menjalani ritual suci puasa Ramadhan dengan semua norma dan etikanya, akan naik kelas menjadi muttaqin.
Admistrasi Kepekaan Sosial
Beberapa hari terakhir ramai tanggapan terkait arahan Presiden Jokowi yang melarang pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan kementerian/lembaga, menggelar acara buka bersama.
Dalam prinsip pendidikan Ramadhan, arahan ini adalah pengadministrasian kepekaan sosial yang dimulai dari kepekaan seorang pemimpin dan aparaturnya, terhadap rakyat dan umatnya.
Ini adalah praktek kepekaan sosial yang teradministrasi dalam sebuah arahan kebijakan.
Melatih kesederhanaan saat berbuka, dan mengefisiensi anggaran negara untuk fokus pada hal yang lebih terarah pada urusan sosial keummatan.
Arahan ini tentulah sejalan dengan pendidikan puasa yang melatih diri untuk hidup dalam kesederhanaan saat melaksanakan berbuka puasa. Juga untuk memperbanyak sedekah kepada kaum miskin apalagi yang berpuasa. Ganjaran pahala yang didapat dari sikap itu, sama dengan pahala orang berpuasa.
Pendidikan dan pola hidup yang dianjurkan saat puasa Ramadhan adalah pola keseimbangan hidup yang mendidik setiap manusia untuk khusyuk, ikhlas, dan fokus melaksanakan pengabdian vertikal pada Tuhan-nya.
Tak ketinggalan kepekaan atas hubungan horizontal sesama manusia untuk saling mengasihi dan menyayangi serta sederhana dalam berkehidupan.
“Rasulullah adalah orang yang paling dermawan dan lebih besar kedermawanannya pada bulan Ramadhan ketika Jibril menemuinya. Jibril biasanya menemuinya setiap malam Ramadhan, lalu tadarus Alquran (dengan beliau). Sungguh, Rasulullah ketika ditemui Jibril menjadi orang yang lebih murah hati dalam kebaikan sehingga lebih banyak memberi (seperti) tiupan angin.”
(HR Bukhari dan Muslim)
https://www.kompas.com/ramadhan/read/2023/03/29/040000072/ramadhan-stimulus-kepekaan-sosial