Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bahagia Komunal

TUJUAN (goal, destinasi) dari setiap tindakan harus diketahui terlebih dahulu agar pola tindakannya terarah dan tidak memberikan ruang gaduh apalagi penyimpangan. Hal ini merasuk pula dalam hal perilaku keagamaan.

Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan perilaku keagamaan adalah menggapai kebahagiaan. Nah, dari sini muncul pertanyaan,"kebahagiaan yang bagaimanakah yang menjadi destinasi perilaku tersebut?”

Dalam sebuah untaian permohonan yang disebut dengan doa sapujagad dinyatakan: “Wahai Tuhan kami berilah kami bahagia di dunia, bahagia di akhirat, dan hindarkan kami dari kepedihan siksa neraka”.

Untuk mencapai ini dibutuhkan kunci utama yaitu takwa, yakni ketaatan lahir batin, qalban wa arkan, dalam menjalani segala perintah dan menjauhi segala larangan. Meskipun demikian ada hal yang perlu dijelaskan secara gamblang agar tujuan ketakwaan itu terwujud dalam dunia nyata sebagaimana mestinya.

Al Quran di berbagai tempat memberikan gambaran yang jelas terkait orang-orang yang bertakwa ini.

Mereka adalah orang-orang yang mengimani yang gaib, yang menegakkan shalat, mendistribusikan sebagian rezeki yang telah diberikan Allah SWT kepada mereka yang membutuhkan, mengimani wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah SAW dan para utusan yang sebelumnya dan meyakini adanya hari akhir (disarikan dari QS Al-Baqarah (2):3-4).

Dari sini saja dapat diketahui bahwa orang yang bertakwa itu tidak akan mengarus-utamakan kepentingan pribadi dan menumpuk kebahagiaannya sendiri. Ia akan sangat peduli terhadap yang lain.

Ia akan hadir bagi yang lain untuk mendengar, memahami dan memberikan solusi-solusi kreatif yang dibutuhkan demi kemaslahatan yang meluas. At-ta’adi afdlalu minal qashr.

Artinya, orang yang bertakwa itu adalah orang yang punya jatidiri dan peduli terhadap yang lain secara terbuka (inklusif). Keimanan yang dimiliki diwujudkan dalam kerja-kerja yang benar.

Kalau sudah demikian maka ia akan selalu berusaha mengembangkan diri sebagai rasa syukur atas segala karunia yang diterima dan konsisten dengan sumpah jabatan yang telah diucapkannya.

Hadir

Setelah mempunyai jatidiri dan berintegritas dalam ruang privat maka orang yang bertakwa akan melangkah masuk ke ruang publik dalam bingkai kesadaran “hidup bersama yang lain”.

Di sini ia mengembangkan prinsip ta’aamul (bekerjasama) dan ta’aawun (solidaritas, saling menolong) dalam orientasi kemaslahatan dan kebahagiaan bersama yang meluas berdasarkan atas kesetaraan, persaudaraan, dan kasih sayang. Jadi, orang yang bertakwa itu selalu aktif di manapun ia berada.

Ia tidak hanya datang secara pasif, tapi melibatkan diri bersama yang lain dalam mencermati dan memahami persoalan yang ada dihadapi masyarakat dan lingkungan sekitarnya serta menggali solusi-solusi kreatif yang dibutuhkan secara gotong royong yang menjunjung tinggi prinsip kebersamaan (kekitaan, kekamian), bukan keakuan dengan selubung kebersamaan.

Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika Hadlratus Syeikh KH M Hasyim Asy’ari dalam Kitab Muqaddimah Qanun Asasi menegaskan bahwa ijtima’ (kumpul-kumpul dalam sebuah pertemuan), ta’aaruf (saling mengenal dan saling mengakui secara menyeluruh yang menghadirkan solidaritas).

Lalu, ittihad (kesadaran penyatuan frekuensi), dan ta’alluf (kekompakan yang berbasis ketersambungan spiritual dan cinta) merupakan hal yang tidak seorangpun yang tidak mengetahui manfaatnya.

Kenapa demikian? Rasulullah SAW bersabda: “Tangan Allah SWT bersama jemaah. Kalau ada di antara jemaah itu yang menyendiri (memisahkan diri dari jemaah) maka setan akan menerkamnya sebagaimana serigala menerkam kambing (yang menyempal dari koloninya).

Namun demikian, sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. memberikan pagar dan peringatan agar orang-orang yang beriman dan bertakwa itu tidak gagal mengawal kebahagiaan secara komunal dengan pesan-pesannya yang sangat fasih sebagai berikut:

“Andaikata tidak ada lima hal ini niscaya semua orang akan tetap menjadi baik (sejahtera) pertama-tama adalah menikmati kebodohan, kedua rakus akan kekayaan dunia alias materialistis, ketiga kikir terhadap derma orang lain, keempat selalu mempublikasikan setiap perbuatan, dan kelima merasa diri dan pendapatnya paling hebat dengan menegasikan yang lain.”

Itulah virus-virus yang bisa meruntuhkan dan meluluh-lantakkan bangunan sosial kemasyarakatan yang dipenuhi dengan perselisihan dan perpecahan.

Dengan demikian, kualitas ketakwaan seseorang itu tergambar dan terlihat dalam praktik kehidupannya bersama masyarakatnya yang dibangun di atas nilai-nilai kejujuran, konsistensi antara ucapan dan tindakan, mengedepankan permusyawaratan dan tunduk terhadap keputusan bersama.

Kalau sudah demikian sukses bersama dan kebahagiaan menyeluruh (komunal) adalah niscaya.

https://www.kompas.com/ramadhan/read/2022/04/23/041100772/bahagia-komunal

Terkini Lainnya

Berkah Ramadan, Momen Mulia dan Kelebihan Istimewa yang Tak Tergantikan

Berkah Ramadan, Momen Mulia dan Kelebihan Istimewa yang Tak Tergantikan

Ramadhan
Ramadhan Momentum Mengenalkan 'Halal Lifestyle' bagi Anak

Ramadhan Momentum Mengenalkan "Halal Lifestyle" bagi Anak

Ramadhan
Puasa Ramadhan Perkuat Kesejahteraan Mental dan Emosional

Puasa Ramadhan Perkuat Kesejahteraan Mental dan Emosional

Ramadhan
'Ekspedisi Batin' Ramadhan untuk Pemurnian Jiwa

"Ekspedisi Batin" Ramadhan untuk Pemurnian Jiwa

Ramadhan
Cahaya Ramadhan, Merenungi Kehidupan dalam Bulan Suci

Cahaya Ramadhan, Merenungi Kehidupan dalam Bulan Suci

Ramadhan
Ramadhan Sepanjang Tahun

Ramadhan Sepanjang Tahun

Ramadhan
Mengembangkan Diri Melalui Ibadah Ramadhan

Mengembangkan Diri Melalui Ibadah Ramadhan

Ramadhan
Ramadhan Stimulus Kepekaan Sosial

Ramadhan Stimulus Kepekaan Sosial

Ramadhan
Merengkuh Kemenangan Sejati

Merengkuh Kemenangan Sejati

Ramadhan
Sidang Isbat Tetapkan 1 Syawal Jatuh pada 2 Mei

Sidang Isbat Tetapkan 1 Syawal Jatuh pada 2 Mei

Ramadhan
Keistimewaan Puasa Ramadhan

Keistimewaan Puasa Ramadhan

Ramadhan
Puasa Ramadhan, Ketakwaan, dan Pancasila

Puasa Ramadhan, Ketakwaan, dan Pancasila

Ramadhan
Mudik Berkemajuan

Mudik Berkemajuan

Ramadhan
Meraih Ketakwaan dengan Puasa

Meraih Ketakwaan dengan Puasa

Ramadhan
Lailatul Qadar Ada Pada Diri Kita

Lailatul Qadar Ada Pada Diri Kita

Ramadhan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke