Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ramadhan : Ketenangan Hati, Kecerdasan Pikiran, dan Kemaslahatan

ADA tiga bagian yang disasar Ramadhan dalam diri dan pribadi setiap manusia khusus para mukminin, seperti panggilan atas kewajiban menjalankan ibadah puasa itu sendiri, yakni hati, pikiran, dan tindakan atau pergerakan atas pola perilaku diri menuju prilaku sosial.

Dahsyatnya, jika kita rasa-rasakan dengan seksama agar sasaran Ramadhan itu tepat dan efektif, maka dititipkan getaran (notifikasi atau kisi-kisi) yang mungkin saja itu menjadi petunjuk arah atau map agar tepat waktu dan efektif, serta nilai yang didapatkan seorang hamba dalam menjalankan riyadhah hasilnya benar-benar baik karena yang menjadi penilainya langsung Allah SWT, yakni hakim dan penilai yang Maha Adil.

Getaran itu berkonversi mejadi sikap wara’, jujur, dan dermawan.

Maka, tak perlu kita merasa heran jika Ramadhan tiba-tiba saja bisa mengubah seseorang menjadi berkeinginan untuk beribadah, datang ke masjid bahkan di waktu subuh sekalipun, tak ingin berkata bohong, dan berusaha bersedekah walau hanya semangkuk bubur kacang hijau yang bisa diberikannya karena hidupnya serba kesusahan.

Karena, sebenarnya hati yang menjadi sasaran Ramadhan itu dilembutkan Tuhan dan dititipkan rasa wara’, jujur, dan rasa kedermawanan, sehingga kita akan sampai pada target puasa Ramadhan yakni Laalakum Tattaquun.

Ketenangan Hati

Hati yang kerap gelisah, kesibukan hati, dan rasa kecamuk yang terus datang sangat mengganggu dan membuat pribadi setiap manusia tidak stabil.

Rasa kecamuk hati itu datang dari urusan yang kita lakoni di keseharian. Terkadang, kesibukan hati dan kegelisahan justru tidak datang dari masalah yang kita hadapi. Mungkin kita hanya mendengar cerita orang lain, melihat sesuatu yang dimiliki orang lain bukan karena kita tidak punya tetapi ingin dianggap lebih, dan hal itu mengganggu hati kita.

Sakit hati kita karena ingin selalu lebih dari makhluk dalam urusan yang justru tidak subtantif, sesaat, dan tidak punya kebutuhan yang strategis.

Maka, Ramadhan menekan rasa itu dan memberikan rasa ketenangan hati untuk terus dipupuk dan dikuatkan dengan riyadhah puasa (asshiyaam) dan menghidupkan malamnya Ramadhan (qiyamul Lail).

Ketenangan hati itu adalah sasaran dan target Ramadhan. Maka, sangat dianjurkan melatih hati kita dengan dzikrullah dan memperbanyak shalawat atas baginda Nabi Muhammad SAW.

Ketenangan hati secara psikologis adalah tanda-tanda kematangan diri sehingga memunculkan kecakapan dan kebijakan bersikap.

Hati yang tidak tenang kerap membawa bahaya dan malapetaka, emosi yang menggebu-gebu dan meledak-ledak, dan mendorong melakukan hal-hal yang tidak subtantif dan strategis.

Latihan hati di bulan Ramadhan ini harus semakin diperbanyak. Memfokuskan diri pada hal positif, memulai, dan menutup tindakan dengan nilai positif sehingga hati kita terlatih dan lebih dewasa untuk menjemput kematangan diri (self maturity) yang menyatu dengan energi posisitifnya alam semesta.


Kecerdasan Pikiran

Selain spiritual dan emosional, puasa juga dapat memacu kercerdasan pikiran dan kecerdasan intelektual para pelaku puasa.

Hasil penelitian yang dilakukan American College of Cardiology di New Orleans menunjukkan bahwa puasa dapat memicu kenaikan hormon pertumbuhan yang berkoheresi dengan kecerdasan pikiran anak.

Kecerdasan pikiran yang menjadi target Ramadhan tidak sekadar peningkatan kualitas daya ingat, akan tetapi mencerdaskan pikiran kita masuk pada energi dan atmosfer positif.

Berapa banyak orang yang biasa kita mempunyai kualifikasi intelektual yang baik akan tetapi terasa “bodoh” dengan melakukan hal-hal yang membawa mudarat bagi dirinya, anak, keluarga, dan bahkan lebih luas lagi masyarakat .

Pertanyaanya, apakah dia bodoh dalam pengertian tidak tahu?

Bukan. Tapi kecerdasannya mati atau terhenti karena diawal hatinya terganggu.

Tanda-tanda kecerdasan pikiran kita masuk dalam pikiran yang salah “wrong thinking” menuju fase kebodohan, maka kita dapat merasakannya sendiri saat pikiran kita selalu memulai reaksinya dari sisi negatif.

Maka melihat orang lain kita akan melihat sisi buruknya. Mendengarkan orang lain maka kepala kita terarah pada sisi negatifnya dan jika bicara akan kita mulai dengan analisis negatif, dan menutup sesuatu hal selalu akan ditutup dengan value negatif.

Ramadhan mengempang itu, menyelamatkan kita dari keberlanjutan suasana buruk itu untuk kembali fresh sehingga kita akan berada pada posisi seimbang sebagai makhluk Tuhan dan sebagai khalifah di bumi.

Kesempatan ramadhan ini adalah kesempatan belajar dan latihan menuju titik keseimbangan sebagai makhluk Tuhan dan sebagai khalifah.

Belajar secara kolektif agar kecerdasan kita akan terus tumbuh dan berkualitas, berlatih sebagai makhluk dan khalifah agar kelak kita menjadi amanah dalam keseimbangan perjalanannya.

Kemaslahatan

Dalam Islam, korelasi antara hablumminallah dan hablumminanas menjadi hubungan setali mata uang. Maka teks perintah hubungan vertikal antara hamba dengan Tuhan selalu diikuti dengan teks kemanusiaan dan hubungan sosial.

Teks itu jika kita dalami dijelaskan melalui resonansi masuknya bulan mulia yakni bulan Ramadhan. Bahkan kita sudah bisa merasakan suasana ke Ramadhan-an di penghujung sya’ban. Bahkan suasana alam pun menjelaskan syahdunya kedatangan Ramadhan.

Kemaslahatan umat dan manusia menjadi goal-oriented Ramadhan. Karena perintah melasanakan puasa dibulan Ramadhan akan diakhiri dengan membayar Zakat Fitrah dan diikuti dengan budaya yang lazim di Nusantara dengan tradisi bersalaman dan saling memaafkan.

Sebuah tradisi mulia yang harus dijaga terus-menerus sebagai pengikat silahturahmi yang kuat dan mengandung nilai ibadah yang tinggi.

Kemaslahatan itu jika kita petik dari terminologi Pancasila mengandung nilai sila ketiga dan kelima yang sumber utamanya adalah sila pertama, yakni ketuhanan yang Maha Esa.

Sebagai bukti konkret bahwa Ramadhan yang ditiupkan di dalam diri kita sikap wara', jujur, dan kedermawanan serta menjadikan ketenangan hati, kecerdasan pikiran dan kemaslahatan target dan sasarannya.

Semuanya adalah bagian dari kolektivitas sikap para muttaqin. Itulah yang menjadi sebab puasa itu menjadi penilaian subyektif langsung Allah SWT, “as-shaumu li wa ana ajzi bihi".

https://www.kompas.com/ramadhan/read/2022/04/16/040600172/ramadhan---ketenangan-hati-kecerdasan-pikiran-dan-kemaslahatan-

Terkini Lainnya

Berkah Ramadan, Momen Mulia dan Kelebihan Istimewa yang Tak Tergantikan

Berkah Ramadan, Momen Mulia dan Kelebihan Istimewa yang Tak Tergantikan

Ramadhan
Ramadhan Momentum Mengenalkan 'Halal Lifestyle' bagi Anak

Ramadhan Momentum Mengenalkan "Halal Lifestyle" bagi Anak

Ramadhan
Puasa Ramadhan Perkuat Kesejahteraan Mental dan Emosional

Puasa Ramadhan Perkuat Kesejahteraan Mental dan Emosional

Ramadhan
'Ekspedisi Batin' Ramadhan untuk Pemurnian Jiwa

"Ekspedisi Batin" Ramadhan untuk Pemurnian Jiwa

Ramadhan
Cahaya Ramadhan, Merenungi Kehidupan dalam Bulan Suci

Cahaya Ramadhan, Merenungi Kehidupan dalam Bulan Suci

Ramadhan
Ramadhan Sepanjang Tahun

Ramadhan Sepanjang Tahun

Ramadhan
Mengembangkan Diri Melalui Ibadah Ramadhan

Mengembangkan Diri Melalui Ibadah Ramadhan

Ramadhan
Ramadhan Stimulus Kepekaan Sosial

Ramadhan Stimulus Kepekaan Sosial

Ramadhan
Merengkuh Kemenangan Sejati

Merengkuh Kemenangan Sejati

Ramadhan
Sidang Isbat Tetapkan 1 Syawal Jatuh pada 2 Mei

Sidang Isbat Tetapkan 1 Syawal Jatuh pada 2 Mei

Ramadhan
Keistimewaan Puasa Ramadhan

Keistimewaan Puasa Ramadhan

Ramadhan
Puasa Ramadhan, Ketakwaan, dan Pancasila

Puasa Ramadhan, Ketakwaan, dan Pancasila

Ramadhan
Mudik Berkemajuan

Mudik Berkemajuan

Ramadhan
Meraih Ketakwaan dengan Puasa

Meraih Ketakwaan dengan Puasa

Ramadhan
Lailatul Qadar Ada Pada Diri Kita

Lailatul Qadar Ada Pada Diri Kita

Ramadhan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke