Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Hikmah Ramadhan: Akhlak Terpuji sebagai Jati Diri

Wa ma bu’itstu liutammima makarimal akhlak

(Aku tidak diutus kecuali untuk menyempurnakan akhlak yang mulia).

DEMIKIAN sepenggal hadis Rasulullah SAW yang menyampaikan kepada kita bahwa kehadiran Rasulullah SAW dalam rangka memperbaiki akhlak umat.

Akhlak menempati kedudukan yang istimewa dan sangat penting dalam ajaran Islam. Di dalam Al Qur’an ditemukan lebih kurang 1.500 ayat yang berbicara tentang akhlaq.

Demikian pula banyak hadis Nabi, baik perkataan maupun perbuatan yang memberikan pedoman akhlak yang mulia dalam seluruh aspek kehidupan.

Akhlak dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlak yang benar-benar memiliki nilai yang mutlak. Nilai-nilai yang baik dan buruk, terpuji dan tercela berlaku kapan dan di waktu mana saja dalam segala aspek kehidupan, tidak dibatasi oleh waktu dan ruang.

Akhlak tidak memiliki dikotomi, akhlak lintas batas agama, suku dan adat istiadat. Kejujuran dalam aspek ekonomi sama dengan kejujuran dalam aspek politik, kejujuran terhadap non-Muslim sama dituntutnya dengan kejujuran terhadap sesama Muslim.

Keadilan harus ditegakkan, sekalipun terhadap diri dan keluarga sendiri. Kebencian terhadap musuh tidak boleh menghalangi kita berlaku adil.

Penegakan hukum tanpa pandang bulu, tidak membedakan antara pejabat atau rakyat biasa. Hal seperti ini telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang menyebutkan:

“Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya." (HR Bukhari dan Muslim).

Ajaran akhlak dalam Islam sesuai dengan fitrah dan akal manusia. Manusia akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki bila mengikuti nilai-nilai kebaikan yang diajarkan oleh Al Qur’an, hadis, dan sumber hukum Islam lainnya.

Akhlak benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai mahluk sesuai dengan fitrahnya itu.

Akhlak mempunyai kedudukan istimewa dan penting di abad globalisasi ini. Akhlak sering kali diabaikan.

Tak terhitung berapa orang yang menggunakan teknologi untuk menyebarkan ujaran kebencian, membodohi, mengumpat, mengancam, menyebarkan informasi bohong atau hoaks.

Pun betapa banyak kalangan mengambil keuntungan dengan menggunakan teknologi. Masa pandemi Covid-19 ini, berseliweran berita-berita palsu.

Ketidakjujuran seseorang berkomunikasi dengan siapa sampai pihak rumah sakit mengambil keputusan status bahwa yang bersangkutan adalah positif virus corona baru mengakui bahwa ia baru datang dari luar negeri.

Tak pelak zaman serba aplikasi ini orang sudah abai dengan tentangga, nihil keberpihakan kepada yang butuh, cuek, cenderung hidup individualistik alias nafsi-nafsi.

Perhatikan Syair Syauqi Bey yang berbunyi: Innamal umamul akhlaqu ma baqiyat wa inhumu dzahabat akhlaquhum dzahabu.

Artinya, hidup dan bangunnya suatu bangsa tergantung pada akhlaknya, jika mereka tidak lagi menjunjung tinggi norma-norma akhlakul karimah, maka bangsa tu akan musnah bersamaan dengan runtuhnya akhlaknya.

Dalam hidup bernegara, kekuasaan telah berubah tujuan. Kekuasaan yang semula untuk memberikan kemaslahatan bagi hajat hidup orang banyak berubah memperkaya diri sendiri dan keluarga.

Seharusnya kebijakan yang diambil untuk maslahah rakyat berakhir ke kepentingan orang berduit. Dalam bidang ekonomi dan lingkungan, alam telah dijarah tanpa memikirkan nasib generasi mendatang.

QS Arrum: 41 menyebutkan, dzaharal fasadu filbarri walbahri bima kasabat iidinnas. Artinya, telah nampak kerusakan di muka bumi akibat tangan-tangan jahil manusia.

Kekuasaan haruslah amanah dan diletakkan bagi kepentingan sebesar-besarnya warga bangsa dan umat seperti disebutkan oleh Allah dalam QS Annisaa:58:

Iinnallaha ya’murukum antuaddul amannaati ila ahliha waiza hakamtum bainannasi an tahkumuu bil adli. (Sungguh Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkan dengan adil.

Para ulama kita secara sederhana membagi akhlak kepada dua bagian, yaitu akhlak mahmudah (terpuji) dan akhlak mazmumah (tercela).

Dalam kehidupan kita mustahil bagi kita untuk melakukan semua perbuatan terpuji, tetapi kita selalu berusaha untuk konsisten dan istiqomah melakukan kebaikan.

Jikalau ada perbuatan salah dan khilaf maka suatu kewajaran karena memang kita bukan makhluk sempurna. Akhlak tidak mengenal kasta.

Siapapun asalkan mereka orang-orang yang beragama maka akhlak harus menghiasi dirinya. Jangan sampai kita sibuk dengan melaksanakan syariat seperti puasa, salat, zakat, dan haji tetapi kita kehilangan akhlak.

Fenomena beragama secara syariat menunjukkan grafik yang tinggi tetapi tidak diiringi akhlak terpuji.

Akhlak dan sikap orang yang berpuasa tercermin dalam kesehariannya sebagai orang yang sabar, mudah empati kepada sesama manusia yang hidupnya lebih di bawah daripada dirinya.

Orang berpuasa harus berlaku jujur, memberikan hak-hak orang lain, senantiasa memelihara bibirnya dari menceritakan kejelekan orang lain, memelihara jari jemarinya dari menuliskan celotehan tak bermakna via Facebook, Twitter, Instagram, Line dan lain-lain.

Orang berpuasa selalu bertoleransi kepada siapapun tanpa pandang latar belakang, menghormati perbedaan dan tutur katanya penuh dengan hikmah.

Demikian juga orang yang melaksanakan shalat lima waktu maka perilakunya tercermin dalam kesehariannya. Ia menjadi orang yang menghargai waktu, penuh dengan kedisiplinan, memiliki motivasi dan semangat untuk berbuat baik kepada siapapun, tenggang rasa, mendahulukan persaudaraan.

Dalam hadis Nabi Muhammad SAW disebutkan: Innashsalata tanha anil fahsyai wal munkar (Sesungguhnya shalat mencegah dari melakukan perbuatan mungkar).

Orang yang shalat selalu peduli kepada orang-orang lemah. Dalam QS Al Maun disebutkan: 

“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang-orang yang menghardik anak yatim dan tidak mendorong memberi makan orang yang miskin. Maka celakalah orang-orang yang shalat yaitu orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat riya dan enggan memberikan bantuan."

Bagi masyarakat, contoh akhlak mahmudah dalam kehidupan keseharian adalah memberikan hadiah kepada orang lain di kala punya kelebihan. Rasulullah SAW sering kali memesankan kepada istrinya Aisyah RA agar jika memasak sayur hendaknya memperbanyak airnya untuk diberikan ke tetangga.

Makna memberikan air sayur adalah makna majazi bahwa yang utama dalam bertentangga adalah peduli.

Akhlak terpuji lain menghormati orang yang lebih tua dan menghargai orang yang lebih muda dari kita, berkata lemah lembut kepada kedua orang tua dan menjenguk orang yang sakit.

Contoh akhlak terpuji misalnya membuang sampah pada tempatnya, berlaku adil kepada siapapun, memberi makan kepada orang yang lapar atau memberi buka puasa, memberikan rezeki kepada orang yang membutuhkan dan bersedekah di kala sedang lapang ataupun sempit.

Bagi generasi muda sejatinya sebagai bangsa yang besar tunjukkan prestasi-prestasinya beriringan dengan akhlaknya yang terpuji.

Akhlak yang harus ditunjukkan minimal tidak mudah terbawa arus dalam pergaulan bebas, berkarya, berinovasi dan berkreasi, dan berusaha melahirkan temuan-temuan baru.

Selain itu, anak muda Indonesia harus saling tolong menolong di dalam hal-hal yang baik dan bermanfaat, membangun komunikasi dengan siapapun dengan bertoleransi kepada siapapun di dalam pergaulan dan tidak mengganggu kehidupan tetangga dan orang lain.

Dan yang paling penting anak muda harus berakhlak menanamkan cinta Tanah Air kepada bangsa dan negerinya.

Bagi santri, pelajar atau mahasiswa tidak hanya menghormati orangtuanya tetapi lebih dari itu juga berkewajiban menghormati orang yang mengajarkan ilmu pegetahuan.

Dengan guru harus kita berikan penghormatan yang tinggi. Itulah sebabnya di pesantren, yang pertama kali diajarkan oleh kiai/guru pada saat awal kita mondok adalah kitab Ta’limul Mutaalim karangan Syekh Azzarnuji yang isinya antara lain pedoman menuntut ilmu.

Salah satu jalan berkahnya ilmu yang diberikan guru adalah memuliakan guru. Seperti apa akhlak kepada guru, minimal menampilkan sikap yang rendah hati, bertutur lemah lembut kepada guru, taat dan melaksanakan nasihatnya, mendoakan setiap saat sebagaimana setiap saat kita mendoakan orangtua kita.

Saat berada dalam kelas, murid atau peserta didik tidak boleh mencari cari kesalahan guru, tidak membicarakan aib dan kejelekannya, dan berusaha mengambil manfaat dari pengajarannya.

Akhlak mulia sesederhana apapun yang kita tunjukkan dalam pergaulan kehidupan kita, sungguh kita sudah berkontribusi besar bagi bangsa, negara dan tentunya agama.

Bangsa yang maju dan diberkahi oleh Allah swt dimulai dari akhlak warga bangsanya dan pasti Indonesia menjadi negeri yang baldatun thayyibatun warabbun ghafuur. Wallahu a’lam bishshawab. (Basnang Said, Wakil Sekretaris PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama-ISNU 2018-2023)

 

https://www.kompas.com/ramadhan/read/2020/05/07/032000172/hikmah-ramadhan--akhlak-terpuji-sebagai-jati-diri

Terkini Lainnya

Berkah Ramadan, Momen Mulia dan Kelebihan Istimewa yang Tak Tergantikan

Berkah Ramadan, Momen Mulia dan Kelebihan Istimewa yang Tak Tergantikan

Ramadhan
Ramadhan Momentum Mengenalkan 'Halal Lifestyle' bagi Anak

Ramadhan Momentum Mengenalkan "Halal Lifestyle" bagi Anak

Ramadhan
Puasa Ramadhan Perkuat Kesejahteraan Mental dan Emosional

Puasa Ramadhan Perkuat Kesejahteraan Mental dan Emosional

Ramadhan
'Ekspedisi Batin' Ramadhan untuk Pemurnian Jiwa

"Ekspedisi Batin" Ramadhan untuk Pemurnian Jiwa

Ramadhan
Cahaya Ramadhan, Merenungi Kehidupan dalam Bulan Suci

Cahaya Ramadhan, Merenungi Kehidupan dalam Bulan Suci

Ramadhan
Ramadhan Sepanjang Tahun

Ramadhan Sepanjang Tahun

Ramadhan
Mengembangkan Diri Melalui Ibadah Ramadhan

Mengembangkan Diri Melalui Ibadah Ramadhan

Ramadhan
Ramadhan Stimulus Kepekaan Sosial

Ramadhan Stimulus Kepekaan Sosial

Ramadhan
Merengkuh Kemenangan Sejati

Merengkuh Kemenangan Sejati

Ramadhan
Sidang Isbat Tetapkan 1 Syawal Jatuh pada 2 Mei

Sidang Isbat Tetapkan 1 Syawal Jatuh pada 2 Mei

Ramadhan
Keistimewaan Puasa Ramadhan

Keistimewaan Puasa Ramadhan

Ramadhan
Puasa Ramadhan, Ketakwaan, dan Pancasila

Puasa Ramadhan, Ketakwaan, dan Pancasila

Ramadhan
Mudik Berkemajuan

Mudik Berkemajuan

Ramadhan
Meraih Ketakwaan dengan Puasa

Meraih Ketakwaan dengan Puasa

Ramadhan
Lailatul Qadar Ada Pada Diri Kita

Lailatul Qadar Ada Pada Diri Kita

Ramadhan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke