Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal Muasal Sengketa Lahan Hotel Sultan, Seteru Pemerintah Vs Pontjo Sutowo

Kompas.com - 27/05/2023, 10:00 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

"HGB Indobuildco terbit di atas tanah yang dibebaskan Pemerintah, bukan dibebaskan oleh Indobuildco," tegas Chandra.

Chandra menuturkan, HGB itu pun berakhir pada 3 Maret 2023 dan 3 April 2023 setelah 50 tahun kemudian di atas tanah yang telah dibebaskan oleh KUPAG.

Lantas, bagaimana dengan terbitnya HPL nomor 1/Gelora?

Pada 31 Oktober 1970, GBK mengajukan permohonan sertifikasi tanah eks-Asian Games pada tahun 1962.

Tujuh tahun setelahnya atau tepatnya 24 Desember 1977, GBK kembali mengajukan permohonan sertifikasi tanah eks Asian Games 1962.

Baca juga: Riwayat Hotel Sultan, Pernah Jadi Bagian Hilton International

"Mungkin banyak kendala yang waktu itu belum selesai, pembayaran, pengeluaran, dan segala macam. Dua kali mengajukan, dan kemudian baru tahun 1989 sertifikat HPL (1/Gelora) terbit," katanya.

HPL ini diberikan hanya kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Kementerian/Lembaga (K/L) atau institusi negara sebagai perwujudan penguasaan negara terhadap seluruh tanah di Indonesia.

Akan tetapi, di atas HPL bisa terbit HGB maupun Hak Pakai (HP) dan lain-lain. Kata Chandra, HPL adalah kewenangan negara berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA).

Dalam Diktum Keenam Surat Keputusan (SK) Nomor 169 yang merupakan dasar penerbitan sertifikat HPL 1/Gelora, disebutkan bahwa tanah-tanah HGB dan HP yang haknya belum berakhir sebagaimana diuraikan dalam HPL pada saat berakhirnya HGB dan HP tersebut.

"HGB 26/27 berdirinya Hotel Sultan haknya belum berakhir dan kemudian menjadi bagian dari HPL pada saat nanti berkahir. HGB-nya berkahir kapan? April dan Maret tahun 2023, begitu berakhir ini menjadi HPL-nya Kemensetneg cq PPK GBK," Chandra menjabarkan.

Perebutan lahan Hotel Sultan muncul pada tahun 2006 ketika Indobuildco menggugat HPL 1/Gelora atas nama Kemensetneg dalam perkara perdata.

Dari Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung (MK), Indobuildco mengajukan Peninjauan Kembali (PK) hingga empat kali.

Lalu, dari PK tersebut kemudian keluar keputusan pada tahun 23 Desember 2011 SK HPL 1/Gelora dinyatakan sah oleh pengadilan dan Indobuildco dihukum untuk membayar royalti.

"Orang membayar royalti, berarti bukan pemilik, orang yang menerima royalti dia adalah pemilik. Sama seperti royalti lagu, atau royalti yang lain," ucap Chandra.

Keputusan ini pun telah dieksekusi dan Indobuildco sudah membayar royalti atas putusan tersebut.

"Siapa yang tanda tangan berita eksekusi ini? Yang tanda tangan adalah Direktur Utama PPK GBK waktu itu Winarto dan pihak kedua Direktur Utama Indobuildco (Pontjo Sutowo)," lanjutnya.

Sehingga, pada 8 Desember 2016, Indobuildco melaksanakan putusan pengadilan secara sukarela dan mengakui HPL 1/Gelora berdasarkan Berita Acara Pelaksanaan putusan PK.

"Makanya, jadi pertanyaan mengapa digugat lagi HPL nomor 1? Dulu pernah digugat PN, banding, kasasi, PK 4 kali, sah, dan dilaksanakan kesepakatan bersama, sukarela, bayar royalti pula, sudah dibayarnya. Uangnya sudah masuk. Nah, sekarang pertanyaannya kenapa digugat lagi?," tutup Chandra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com