Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Pemotret Pesawat yang Menunggu 'Kembara Angkasa' Datang ke Medan

Kompas.com - 31/03/2023, 11:00 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Foto itu, juga menjadi jembatan pertemuan dan komunikasi para spotter dari mana saja. Kalau untuk mendatangkan uang, Ayu pernah mencoba menjual ke shutterstock.

"Mungkin karena caption-nya berbahasa Indonesia, jadi gagal... Tapi aku lebih untuk koleksi pribadi. Laptop penuh foto pesawat," ungkapnya.

Ketiganya mengaku, kalau punya pekerjaan utama. Ayu sebelumnya guru honorer mata pelajaran mengetik, bidang studi ini sudah tidak ada lagi. Sekarang dia menjadi operator tata usaha dan administrasi di SMP Negeri 3 Medan.

Wilbert adalah mahasiswa di Universitas Sumatera Utara (USU) Jurusan Teknik Elektro. Edu juga mahasiswa di Bina Nusantara (Binus) Malang, berada di Medan karena mendapat program untuk membuka usaha.

"Lagi stay di Medan, mau buka usaha tapi masih bingung di bidang apa," kata Edu yang ingin menjadi pilot, begitu pula dengan Wilbert.

Kembali ke Ayu, perempuan berhijab ini mulai memotret pesawat di 2016. Awalnya diajak temannya di komunitas bus, hasilnya ketagihan dan keterusan.

Kamera pertamanya Sony DSCH300 dan sampai sekarang masih dipakai. Perlengkapan lain hanya baterai, tripod dan gawai yang sesekali digunakan untuk merekam gambar.

Lokasi foto yang paling disukai adalah sedekat mungkin dengan pesawat dan tidak jauh dari bandara. Kalau di Medan, daerah Araskabu.

Gampang aksesnya, setiap Minggu, banyak masyarakat yang berwisata menikmati aktivitas pesawat. Ada juga pondok Kualanamu, pondok 05 di depan gudang kargo, pondok tengah yang paling banyak didatangi dan pondok 23 yang dekat apron bandara.

"Pesawat yang pernah ku foto, gak banyak... Semua maskapai komersil, beberapa pesawat private jet. Pesawat langka, sih jarang, tapi yang rare traffic bisa dapat tiba-tiba saat spotting seperti private jet dengan tipe tertentu," sebut Ayu.

Para fotografer, juga masyarakat, memantau aktivitas pesawat di Flightradar24 dan Radar Box. Cuaca Bandara Kualanamu yang kadang berkabut dan hujan, sering menghalangi pemotretan.

"Pernah waktu hujan deras, berburu pesawat Garuda Indonesia wide body A330-900 Neo. Hasilnya kurang bagus," imbuhnya.

Pernah dianggap mengganggu aktivitas penerbangan? Ayu mengangguk. Waktu itu, komunitasnya spotting pesawat presiden di Lanud Soewondo.

"Sempat kena tegur, Alhamdulillah diarahkan dengan cara baik. Kalau di Bandara Kualanamu belum pernah kena tegur karena lokasi memotret di luar bandara," imbuhnya.

Soal teknik mengabadikan gambar, ketiganya saling berpandangan.

"Enggak ada teknik khusus, yang penting fokus pada objek. Jadi tidak harus menggunakan kamera canggih. Foto pesawat sama sulitnya dengan foto bus yang sedang melaju kencang, benar-benar harus fokus. Kalau terpotong atau kelewatan badannya sudah biasa," ujar Ayu.

Terakhir, disinggung masalah penerbangan di Indonesia, ketiganya kompak menjawab tarif pesawat terlalu mahal. Edu menyontohkan, penerbangannya dari Penang ke Singapura, harga tiketnya Rp 286.000. Naik maskapai Batik dari Medan ke Singapura dibandrol Rp 1,4 juta.

"Kalau keselamatan, sepertinya semua maskapai sudah berbenah menjadi lebih bagus. Masalah tinggal ke perilaku penumpang yang tak peduli keselamatan di pesawat. Misalnya harus mematikan ponsel atau mengalihan ke mode pesawat dan budaya tertib. Masih banyak yang pesawat belum berhenti, udah berdiri, buka kabin. Enggak sabaran..." kata Ayu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com