Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ahmad Jayadi
Pranata Humas Ahli Muda Kementerian PUPR

Menamatkan pendidikan strata satu Program Studi Ilmu Perpustakaan di Universitas Indonesia yang dilanjutkan dengan Magister Studi Pembangunan Institut Teknologi Bandung (ITB). Pernah berprofesi sebagai wartawan, sebelum menjadi Pranata Humas Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Mengejar Ketertinggalan Konektivitas Transportasi Publik

Kompas.com - 01/02/2023, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BARU-baru ini jagat media sosial diramaikan oleh kritik sejumlah warganet dan pengamat terhadap Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil terkait pembenahan transportasi publik di Bandung, khususnya, dan kota-kota lain di Jawa Barat pada umumnya.

Indonesia sejatinya tengah berbenah memperbaiki sarana transportasi publik. Hal ini dilakukan untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang jauh lebih baik kondisinya.

Memang, mobilitas yang tinggi di perkotaan menuntut tersedianya sarana transportasi umum yang andal. Sebagaimana pernyataan Presiden Kolombia Gustavo Francisco Petro Urrego “Negara maju bukan tempat di mana orang miskin memiliki mobil. Negara maju adalah tempat orang kaya menggunakan transportasi umum.

Hal tersebut tentulah relevan karena jika dilihat di negara-negara maju, masyarakatnya mengandalkan transportasi umum sebagai moda untuk mobilisasi.

Masyarakat hanya menggunakan kendaraan pribadi jika akan mengadakan perjalanan jauh atau untuk liburan bersama keluarga. Mereka lebih memilih menggunakan transportasi umum karena alasan cepat, nyaman, bersih dan aman.

Baca juga: Soal Transportasi Publik, Bandung Masih Tertinggal Jauh

Persoalan transportasi berkaitan erat dengan pembangunan kota keberlanjutan yang berwawasan lingkungan. Mengutip tulisan Kenworthy, Jeffrey R (2006) dalam bukunya yang berjudul The eco-City: Ten Key Transport and Planning Dimensions for Sustainable City Development, dikatakan bahwa transportasi yang baik merupakan jantung dari kota keberlanjutan hingga ke tingkat global.

Tentu saja hal tersebut sangat berkaitan erat, sebab dengan semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan kendaraan bermotor pribadi, akan kian tinggi pula tingkat polusi di wilayah tersebut.

Pembangunan transportasi massal di kota-kota besar di Indonesia saat ini merupakan kebutuhan yang sangat mendesak.

Sistem transportasi di ibu kota Jakarta sebagai cerminan bangsa Indonesia pun masih kalah dengan negara tetangga seperti Singapura yang telah membangun Mass Rapid Transportation (MRT) sejak 1987 dan menjadi sistem transportasi tertua kedua di Asia Tenggara setelah sistem transportasi LRT di Filipina.

Stasiun dan jalur-jalur MRT Singapura berada di bawah tanah dengan beberapa tingkatan dan juga ada yang di atas (skytrain) serta memiliki sistem pelindung dari goncangan gempa dan bom, menjangkau hampir seluruh pelosok Singapura dari Barat-Timur hingga Selatan-Utara.

Indonesia bisa dibilang sangat terlambat dalam pengembangan tranportasi publik yang nyaman dan terintegrasi, menyusul beroperasinya TransJakarta yakni sebuah sistem transportasi Bus Rapid Transit (BRT) pada tahun 2004.

TransJakarta dirancang sebagai moda transportasi massal pendukung aktivitas ibu kota yang sangat padat sebagai pengganti bus Jakarta yang fenomenal yakni MetroMini dan Kopaja.

Dikutip dari laman Wikipedia, MetroMini diperkenalkan pada tahun 1962 oleh Gubernur Soemarno atas instruksi Presiden Soekarno.

Tujuan awal dioperasikannya bus ini adalah untuk kebutuhan transportasi peserta Pesta Olahraga Negara Negara Berkembang atau Games of the New Emerging Forces (GANEFO).

Saat itu di Jakarta, moda transportasi massal baru beralih dari kereta listrik (trem) yang dioperasikan oleh Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) yang dihentikan tahun 1960, dan bus pertama yang dioperasikan PPD adalah bus Leyland bantuan Australia pada 1956.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com