Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Syarifah Syaukat
Mahasiswa CEP Doktoral Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia

Mahasiswa CEP Doktoral Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, ini juga seorang peneliti senior sejak 2009 hingga saat ini pada Pusat Penelitian Geografi Terapan FMIPA UI.

Sejak 2020, Syarifah menempati posisi sebagai Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia.

Identifikasi Wilayah Gempa dan Sebaran 1.467 Gedung Tinggi di Jakarta

Kompas.com - 12/12/2022, 10:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sedikit pergeseran dan lekukan-lekukan pada timbunan pasir dan batu kerikil. Air menjadi keruh, lonceng-lonceng berbunyi, selokan irigasi rusak.

Pada zona hijau, para ahli memprediksi potensi guncangan berada pada skala V-VI MMI, artinya jika terjadi guncangan maka dapat dirasakan di luar rumah.

Orang-orang tidur terbangun, cairan tampak bergerak- gerak dan tumpah sedikit. Barang perhiasan rumah yang kecil dan tak stabil bergerak atau jatuh. Pintu membuka dan menutup, pigura di dinding bergerak, bandul lonceng berhenti atau mati atau tidak cocok jalannya.

Terasa oleh semua orang. Banyak orang yang lari keluar karena terkejut. Orang yang sedang berjalan kaki terganggu.

Jendela berderit, gerabah, barang pecah-belah pecah, barang-barang kecil dan buku terjatuh dari raknya, Gambar-gambar jatuh dari dinding.

Mebel-mebel bergerak atau berputar. Plester dinding yang lemah pecah-pecah. Lonceng gereja berbunyi, pohon-pohon terlihat bergoyang.

Secara umum, berdasarkan pengolahan data sementara, jumlah populasi gedung tinggi yang berada di zona rawan risiko gempabumi sedang/menengah di Jakarta terhitung lebih banyak, jika dibandingkan yang berada pada zona rendah.

Untuk itu, upaya memitigasi dampak risiko perlu mengarah pada potensi destruksi yang akan terjadi pada zona rawan tersebut.

E. Bagaimana rekam jejak pergerakan sesar Baribis, Cimandiri dan Lembang?

Seperti yang disebutkan dalam publikasi Peta Gempa Nasional yang dirilis oleh Kementerian PUPR (2017), bahwa Jakarta dan wilayah sekitarnya (Banten dan Jawa Barat) berada pada jalur patahan atau sesar aktif Cimandiri, Baribis dan Lembang.

Terkait sesar Pulau Jawa, publikasi yang dirilis oleh Kementerian PUPR (2017) memuat hasil deteksi dari Marliyani, dkk (2016), Sawitri (2016), Daryono (2016), dan Abidin , dkk (2008, 2009) mendapatkan beberapa informasi berikut terkait pergeseran sesar,

Sesar Cimandiri yang dideteksi memiliki laju geser berkisar 0,4-1 mm/tahun, dengan zona aktif dari segmen ini berada pada segmen Loji, Cidadap, Nyalindung, Cibeber, Saguling dan Padalarang.

Sesar Baribis, teridentifikasi sebagai sesar naik yang terletak dari Majalengka sampai Subang, seismik kegempaan juga sering terjadi di daerah ini. Laju geser dari sesar aktif ini mulai dari 2,3-5,6 mm/tahun, yang terdiri dari segmen Tampomas, Subang, Cirebon, Brebes, dan Ciremai.

Sesar Lembang, merupakan terusan dari ujung Utara sesar Cimandiri, dengan laju geser berkisar 3-14 mm/th, dengan zona terbagi menjadi 6 bagian yaitu Cimeta, Cipogor, Cihideung, Gunung Batu, Cikapundung, dan Batu Lonceng.

F. Bagaimana mitigasi seharusnya?

Mitigasi adalah upaya mengurangi risiko bahaya yang akan terjadi di kemudian hari, dalam hal ini bahaya yang timbul dari kejadian gempa. Mitigasi dapat bersifat struktural (fisik), maupun non-struktural (edukasi).

Mitigasi dapat dimulai sejak perencanaan pembangunan gedung melalui identifikasi wilayah rawan bencana yang umumnya tercermin dalam Zoning Regulation, sehingga pemanfaatan ruang sesuai dengan fisiografi wilayahnya.

Selain itu, teknologi yang diterapkan untuk rencana struktur bangunan perlu disesuaikan dengan karakter fisik wilayah di sekitar bangunan, untuk wilayah rawan gempa dapat menerapkan berbagai teknologi struktur bangunan yang sesuai dengan karakter gempa atau potensi kerusakan dari bencana.

Community Awareness, menjadi hal yang sangat penting, unsur ini menjadi variabel kapasitas dari masyarakat, mulai dari mampu mengakses informasi gempa, dan mengetahui kondisi rawan bencana pada wilayahnya.

Kemudian mengetahui apa yang harus dilakukan saat terjadi gempa, dan mengetahui cara mendapatkan informasi aktual, antisipatif dan penyelamatan saat terjadi gempa.

Masih menurut publikasi Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia (Kementerian PUPR, 2017), disebutkan bahwa dalam jangka menengah, di wilayah Jakarta perlu dilakukan time lapse seismological investigation, atau investigasi gempa berkala, khususnya pada wilayah rawan gempa yang diikuti dengan adanya laju subsidence yang dinamis di cekungan Jakarta.

Selain mitigasi struktural, mitigasi non-struktural sangat dibutuhkan untuk membangunan kesadaran kolektif dari seluruh masyarakat mengenali kerentanan wilayahnya terhadap bencana, sehingga mampu dan sadar akan kebutuhan siap siaga bencana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com