Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menara Astra, Bukti Penerapan Konstruksi Anti-gempa di Pencakar Langit

Kompas.com - 28/11/2022, 11:00 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Sumber Bloomberg

JAKARTA, KOMPAS.com - Gempa bumi berkekuatan 5,6 magnitudo melanda wilayah Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11/2022).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Minggu (27/11/2022) sore hari mencatat total 321 orang meninggal dunia akibat bencana ini.

Getaran gempa Cianjur turut dirasakan di sejumlah wilayah terdekat, termasuk Ibu Kota Jakarta dengan banyak gedung pencakar langit yang juga dikhawatirkan keselamatannya.

Beredar di media sosial para karyawan khususnya di kawasan Central Business District (CBD) Jakarta yang berhamburan keluar gedung atas alasan keamanan saat gempa terjadi.

Namun salah satu gedung pencakar langit yang menjadi sorotan adalah Menara Astra di Sudirman, Jakarta Pusat, milik PT Astra Land Indonesia.

Baca juga: Bangun Rumah Anti-gempa dengan Metode RISHA, Cuma Rp 50 Juta

Pasalnya, gedung pencakar langit dengan total 51 lantai ini bisa membuat penghuninya tetap tenang selama gempa terjadi, bahkan mereka bisa bekerja seperti biasa.

Dilansir dari Bloomberg, Senin (28/11/2022), Menara Astra yang berisi kantor, ruang pameran mobil, museum hingga pertokoan ini menerapkan konstruksi anti-gempa yang dikenal dengan belt-truss atau rangka sabuk.

Sistem rangka sabuk menghubungkan dinding inti dan bingkai perimeter untuk mengurangi getaran serta perpindahan dalam bangunan.

Bangunan itu juga memiliki lantai perlindungan, di mana para pekerja dapat berlindung dalam situasi bencana yang ekstrem.

Karena sistem rangka sabuk terletak di lantai perlindungan, mereka mendapatkan perlindungan tambahan.

Baca juga: Konstruksi Rumah Baru Korban Gempa Cianjur Tunggu Kesiapan Pemprov Jabar

Menara Astra merupakan gedung pertama yang menerapkan teknik konstruksi ini seperti halnya di Jepang dan Amerika Serikat.

Selain Menara Astra, ada gedung mixed-use Thamrin Nine di Thamrin, Jakarta Pusat yang menggunakan konstruksi anti-gempa bernama sistem cadik.

Associate Principal Arup Leonardi Kawidjaja mengatakan, bangunan tinggi di Jakarta telah dirancang dengan mempertimbangkan gempa bumi sejak tahun 1970-an dan kode desain seismik terus berkembang sejak saat itu.

"Itu membuat bangunan yang lebih tua lebih rentan terhadap gempa bumi daripada bangunan yang lebih modern," ujarnya.

Di sisi lain, pembangunan gedung atau bangunan menggunakan sistem anti-gempa merupakan hal penting yang harus mulai diperhatikan secara serius oleh negara langganan gempa ini.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com