Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kecelakaan Maut di Jalan Tol Terjadi Berturut-turut, Apa yang Salah?

Kompas.com - 26/09/2022, 16:00 WIB
Suhaiela Bahfein,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio berpendapat, 75 persen kecelakaan di jalan tol terjadi karena perilaku pengendara, dan sisanya terkait kualitas jalan tol itu sendiri.

"Tidak semua sih, kalau Jagorawi kan rata, kalau Japek (Jakarta-Cikampek) bergelombang. Itu jadi penyebab, terutama ketika ada di sambungan jembatan itu sering turun," terang Agus kepada Kompas.com, Senin (26/9/2022).

Sementara itu, dia menilai, kondisi Jalan Tol Trans-Sumatera (JTTS) lebih parah karena berada di lahan rawa. Ini ditambah lagi dengan penggunaan teknologi yang tidak tepat.

Hal itu membuat kontur jalan tol tersebut terus menurun dan perlu rekonstruksi kembali agar kondisinya membaik.

Sedangkan di sisi lain, banyak kendaraan di jalan tol dilalui oleh truk over dimension over load (ODOL).

"Nah, ODOL itu sangat menjadi penyebab kecelakaan. Tapi, oleh Pemerintah harusnya sudah diatur 2019, mundur lagi, mundur 2022, mundur 2023, sekarang dimundurkan lagi 2024 karena alasan pandemi (Covid-19) dan sebagainya," ujar Agus.

Karena truk tersebut adalah ODOL maka air bag (alat pelindung diri) tidak pernah bekerja. Padahal, posisinya berada di bumper (belakang).

Baca juga: Kecelakaan Terus Terjadi di Jalan Tol, Ingat Baik-baik Rumus 3 Detik

"Sementara ODOL kan tinggi dan panjang. Sehingga, sebelum air bag bekerja, ujung bumper itu sudah setengah kepala kita. Nah, itu yang jadi penyebab (kecelakaan)," tutur dia. 

Dilihat dari sisi pengendara, perilaku sopir juga menjadi penyebab utama kecelakaan di jalan tol, mulai dari menyetir dalam kondisi mengantuk, micro-sleep (tidur sementara), sambil bermain gawai, hingga lelah karena tidak beristirahat.

Kemudian, ada beberapa faktor lainnya, seperti rem blong, tidak dilakukan perawatan, ODOL, serta tidak menggunakan engine brake (teknik memperlambat laju mesin saat gigi rendah).

"Tapi kan, banyak sopir tidak tahu guna engine brake. Banyak sekali," lanjut Agus.

Oleh karena itu, bagi seseorang yang ingin berkendara, khususnya sopir truk, harus dilatih terlebih dahulu sebelum mendapatkan surat izin mengemudi (SIM).

Kedua, para sopir ini harus dilatih cara mengemudikan truk ataupun bus dengan benar, terutama saat menuruni, membelokkan, dan menanjak jalan.

Ketiga, pengemudi harus dipaksa istirahat agar tidak mengalami tidur sementara, khususnya sopir bus pariwisata.

"Bus pariwisata itu sopirnya enggak pernah tidur di tempat yang proper (layak), tidurnya selalu di tempat bagasi, di bawah. Nah, ketika lelah, dia tidur di situ, enggak bisa istirahat," katanya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com