JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mengajak pengembang untuk ikut berkolaborasi membangun rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) berupa bangunan vertikal alias rumah susun (rusun) subsidi.
Ajakan tersebut bukan tanpa alasan, melainkan dipicu oleh tingginya angka backlog kepemilikan rumah yang terus meningkat dari tahun ke tahun menjadi 12,75 juta unit.
Di sisi lain, terdapat 23 juta unit rumah tak layak huni (rutilahu). Sementara rumah subsidi yang mampu dibangun per tahun hanya 200.000 unit.
Masalah lain adalah pelayanan, dari 1,7 juta unit subsidi yang disalurkan per Juni 2022, hanya sekitar 9.000 unit berupa rusun.
Baca juga: Pengembang Rumah Subsidi Tolak Merger BTN Syariah dan BSI
Oleh karena itu, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengajak para pengembang, untuk membangun rusun subsidi.
"Kolaborasi membangun rumah rakyat kita wujudkan sesuai dengan karakteristik lokasi pengembangan. Apalagi urbanisasi di perkotaan (terutama Jakarta) demikian tinggi. Jadi, membangun rumah vertikal di DKI Jakarta adalah salah satu solusi," ujar Herry saat pembukaan Rakerda DPD Himerra DKI Jakarta, Rabu (22/6/2022).
Sementara di luar DKI Jakarta, imbuh Herry, pengembang bisa membangun rumah vertikal bertingkat rendah atau low rise vertical (LRV) housings.
Untuk dapat menarik minat banyak pengembang, Pemerintah menawarkan sejumlah insentif.
Di antaranya kemudahan pelaksanaan atas Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja (UU Ciptaker) Pasal 24 dan Pasal 185 huruf b, dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Menurut Herry, Kementerian PUPR tengah melakukan improvisasi atas aturan Perizinan Bangunan Gedung (PBG).
"Saat ini prosesnya sedang berjalan. Jadi, kalau pengembang punya masalah konkret tentang PBG, akan dikoordinasikan untuk dicarikan solusinya," ujar Herry.
Herry mengungkapkan usulan perubahan harga rumah dan rusun subsidi sudah disampaikan kepada Kementerian Keuangan.
"Pembasahan sudah dilakukan, PP-nya juga sudah dibahas dan diharmonisasi. Jika harmonisasi ini selesai baru keluar Peraturan Menteri Keuangan (PMK)-nya," cetus Herry.
Adapun usulan perubahan harga rumah dan rusun subsidi sekitar 7 persen hingga 10 persen.