CIREBON, KOMPAS.com - Dari luar, struktur-struktur ini tidak memiliki identitas tradisional sebuah masjid, yang dalam pemahaman awam sebagian masyarakat kita disimbolkan dengan kubah, dan menara.
Penggunaan kubah pada masjid adalah bentuk sebuah budaya. Oleh karena itu, masjid tidak selalu harus menyertakan kubah sebagai penandanya.
Untuk para pemikir progresif arsitektur Islam perkotaan di Barat, kurangnya estetika tersebut adalah langkah menuju ruang beribadah yang modern dan ideal.
Baca juga: Jasa Marga Resmikan 12 Masjid Baru di Rest Area Seluruh Indonesia
Fitur ikon kubah dan menara dipercaya akan mulai menghilang dari pengembangan masjid-masjid baru.
Muslim generasi pertama, memang menginginkan masjid yang tradisional, bangunan dari masa lalu. Namun, konsep itu kini telah berubah, seiring perjalanan waktu.
Contohnya, menara atau minaret masjid yang secara tradisional digunakan sebagai platform untuk menyiarkan adzan, atau panggilan beribadah.
Sementara di sisi lain saat ini, penggunaan jam alarm shalat atau aplikasi pengingat shalat di ponsel pintar meningkat.
Adapun kubah, pada kenyataannya, tidak pernah memiliki konotasi keagamaan dan hanya dibuat untuk melambangkan estetika struktur arsitektur.
Mohammad Qadeer, ahli perencanaan kota dan daerah dari Universitas Queen, mengatakan ketidaksetujuannya bahwa detail menara harus dianggap sebagai tolok ukur dari budaya Islam.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.