Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berdamai dengan Gempa, Minimalkan Risikonya dengan Konstruksi Sesuai Panduan

Kompas.com - 19/10/2021, 14:30 WIB
Masya Famely Ruhulessin,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menurut Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa bumi merupakan peristiwa bergoncangnya bumi karena pergesekan lapisan batuan secara spontan akibat adanya aktivitas gerak lempeng bumi.

Gempa sebenarnya bukanlah hal yang mematikan. Namun efek setelah terjadinya peristiwa ini kerap membuat terjadinya korban.

Mulai dari runtuhnya bangunan, tanah longsor hingga tsunami yang tak hanya menyebabkan kerusakan konstruksi namun juga menelan korban jiwa.

Indonesia merupakan salah satu negara yang kerap diguncang gempa bumi. Pada Sabtu (16/10/2021), gempa berkekuatan 4,8 mengguncang Bali. Gempa ini memicu longsor sehingga menyebabkan tiga orang meninggal.

Baca juga: Hidup di Wilayah Bencana, Saatnya Gunakan Dua Material Anti-gempa Ini

Tahun 2018 lalu, gempa berkekuatan 7,7 SR mengguncang Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Donggala di Sulawesi Tengah. Ini menyebabkan 2.045 orang meninggal dan kerugian material yang tidak sedikit.

Gempa terjadi di banyak tempat di Indonesia. Mulai dari Aceh, Nias, Pulau Jawa, Maluku, hingga Papua. Hal ini lantaran Indonesia terletak di antara tiga lempeng utama di dunia, yaitu Australia, Eurasia dan Pasifik.

Gempa di Indonesia bahkan telah terjadi ribuan tahun silam. Salah satu catatan yang pernah ditemukan adalah milik ahli botani asal Jerman, Rumphius, yang bekerja untuk VOC, Belanda.

Rumphius mencatat telah terjadi gempa bumi dan tsunami besar di Maluku pada tahun 1629. Dari data ini, diketahui ketinggian tsunami di berbagai kawasan Pulau Ambon dan Pulau Seram.

Tidak sama seperti cuaca dan iklim, gempa merupakan fenomena alam yang tidak bisa diprediksi sama sekali.

Baca juga: Mengenal RISHA, Konsep Rumah Murah Tahan Gempa

Tidak ada orang yang tahu kapan pastinya akan terjadi gempa. Karena itu, yang dapat dilakukan adalah antisipasi untuk mencegah jatuhnya korban jiwa. Salah satunya dengan memperbaiki konstruksi di Indonesia.

Bagaimana Menciptakan Konstruksi Tahan Gempa?

Salah satu cara untuk mengurangi dampak buruk akibat terjadinya gempa adalah membuat konstruksi properti yang lebih baik.

Konsultan teknik profesional, Davy Sukamta saat dihubungi Kompas.com, Senin (18/10/2021) mengatakan terdapat dua jenis konstruksi yang ada di Indonesia yakni konstruksi rumah satu lantai dan konstruksi gedung bertingkat.

Konstruksi rumah satu lantai juga kerap disebut konstruksi kaku, berbentuk seperti kotak kaku di lantai dasar. Seluruh bagian bangunan akan mengalami guncangan saat terjadi gempa.

Baca juga: Mitigasi Gempa Majene dan Mamuju, 6 Titik Sumur Bor Tuntas Dibangun

Sementara pada konstruksi gedung bertingkat, ketika gempa terjadi, bagian bawah gedung yang akan mengalami goncangan. Namun efeknya dapat membuat lantai dua gedung turut terpengaruh.

“Rumah saatu lantai merupakan rumah tinggal sederhana yang banyak dijumpai di Indonesia. Yang paling penting, rumah-rumah ini memiliki bingkai konstruksi beton yang kuat sehingga dinding tidak pecah saat terjadi gempa,” ujar Davy.

Sebenarnya dalam membangun tipe rumah tinggal ini Kementerian PUPR sudah memiliki panduan untuk rancangan pelaksanaan rumah sederhana tidak beringkat.

“Panduan ini sudah bagus. Hanya yang jadi masalah adalah soal implementasinya. Tidak semua orang di Indonesia ini saat ingin membangun rumah akan merujuk dulu pada buku panduan,” papar Davy.

Kenyaataan di lapangan, masyarakat lebih sering menyewa jasa tukang/mandor bangunan untuk mengerjakan proyek rumah mereka.

Sayangnya, kebanyakan tukang/mandor ini memilih bekerja dengan mengandalkan pengalaman saja dan tidak melihat panduan dari Kementerian PUPR.

“Idealnya para tukang ini sudah harus tersertifikasi. Meskipun hanya tukang pasang bata saja, sudah harus punya sertifikasi agar tahu bagaimana cara kerja yang benar,” tambah Davy.

Sementara itu, untuk bangunan bertingkat di Indonesia, wajib untuk memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk ketahannya pada gempa dan SNI untuk beton bertulang.

“Bila membangun gedung bertingkat mengikuti aturan yang berlaku maka tentu konstruksinya akan lebih aman meski terjadi gempa,”

Selain itu, pembangunan gedung bertingkat harus melibatkan konsuttan. Konsultan pun harus menguasai aturan-aturan, bisa merancang, membuat spesifikasi dan gambar kerja.

Setelah itu proses pembangunannya akan dikerjakan oleh kontraktor. Kontraktor juga punya tukang terlatih untuk bisa membaca gambar dan disiplin

"Ada yang namanya manajemen konstruksi. Mereka ini juga harus punya pengetahuan bisa mengawal gambar dan spesifikasi supaya bisa dilaksanakan dengan benar sehingga bisa tercipta gedung tahan tahan gempa,” jelas Davy.

Ia menambahkan soal tukang yang tersertifikasi, ini merupakan tanggung jawab pemerintah untuk melatihnya karena mereka merupakan garda terdepan untuk pembangunan rumah rakyat.

“Kalau kita bisa tangani satu saja dari masalah ini, maka kita bisa minimalisasi risiko yang bisa dialami saat terjadinya gempa,” tandas Davy.

Penanganan bencana gempa di Indonesia harus dilakukan secara menyeluruh dan tak hanya bertumpu pada mitigasi pasca terjadinya bencana saja.

Melakukan pencegahan adalah upaya yang lebih bijak dan harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Apalagi, masyarakat Indonesia akan selalu hidup berdampingan dengan gempa. 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com