Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemberian Tanah Objek Reforma Agraria kepada PP Pemuda Muhammadiyah Dinilai Salah Sasaran

Kompas.com - 25/03/2021, 15:00 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) kepada Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah saat pertemuan di Istana Negara beberapa waktu lalu.

Mengutip laman resmi PP Pemuda Muhammadiyah tertanggal 19 Maret 2021, Sekjen PP Pemuda Muhammdiyah Dzulfikar Ahmad Tawlla mengaku telah menerima alokasi TORA seluas 19.685 hektar dari Jokowi.

Lokasi lahan tersebut tersebar di Kecamatan Babat Supat, Keluang, Sungai Lilin dan Batang Hari Leko, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika mengatakan, tidak ada istilah kelola lahan dalam reforma agraria.

Baca juga: Ini Sejumlah Pertimbangan Ditundanya Sertifikat Elektronik

"TORA itu diberikan kepada masyarakat yang berhak dalam bentuk hak atas tanah secara penuh sesuai UUPA 1960 dan Perpres No 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria," kata Dewi kepada Kompas.com, Kamis (25/3/2021).

Sementara itu, PP Pemuda Muhammadiyah secara institusi bukan subyek yang tepat bagi pemberian TORA.

Hal ini karena TORA wajib diberikan terlebih dahulu kepada petani tidak bertanah (buruh tani), petani kecil (gurem), petani penggarap, nelayan tradisional, masyarakat miskin, masyarakat adat, dan masyarakat setempat yang menggantungkan hidupnya pada kebudayaan agraris.

"Jadi salah sasaran kalau ke PP Pemuda Muhammadiyah. Karena subyek yang paling berhak itu adalah para petani kecil petani penggarap, nelayan tradisional, dan juga masyarakat miskin," ucap Dewi.

Dewi menuturkan, TORA yang diberikan itu merupakan tanah yang telah digarap sejak lama oleh masyarakat.

Baca juga: Sofyan Djalil: Pengukuran Ulang Hanya Perlu Dilakukan pada HGU Bermasalah

Bahkan, ada yang telah menjadi kampung serta desa-desa definitif, yang seharusnya sudah sejak lama dilepaskan dari klaim negara atau pun perusahaan.

"Artinya, masyarakat setempatlah dan/atau kelompok prioritas tersebut yang paling berhak," tegas Dewi.

Selain salah sasaran, Dewi juga menganggap luasan lahan yang diberikan patut dipertanyakan dan diklarifikasi oleh para pihak.

Pemberian TORA seluas itu telah melanggar Perpres Reforma Agraria. Jika direalisasikan, sebagaimana pengakuan PP Pemuda Muhammadiyah, ini merupakan contoh buruk dari praktik monopoli penguasaan tanah oleh segelintir kelompok yang difasilitasi Negara.

"Dalam kasus ini, artinya hak monopoli tanah diberikan dalam holding PP Pemuda Muhammadiyah dan cabang-cabang usaha atau badan yang mungkin akan dibentuknya ke depan," lanjut Dewi.

Padahal, negara telah memandatkan pelarangan monopoli atas tanah sejak 1960. Akibatnya, terjadi ketimpangan yang tajam, perampasan tanah dan konflik agraria yang masif di berbagai tempat, termasuk Provinsi Sumatera Selatan.

"Patut diingat pula, ada lebih dari 16 juta rumah tangga petani gurem di Indonesia, sisanya landless peasants alias petani tidak bertanah dan berada dalam situasi kemiskinan akut akibat krisis agraria," tuntas Dewi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com