JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil mengatakan, Pemerintah menyinkronkan 79 Undang-undang (UU) berbeda disatukan menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Kami memperbaiki 79 UU berbeda untuk menyinkronisasikan agar mudah dan tidak terjadi konflik antara UU satu dengan lainnya," ucap Sofyan dalam keterangan pers, Selasa (1/12/2020).
Dia melanjutkan, tujuan dari aturan baru itu untuk mencapai visi bersama Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum.
UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja akan memudahkan perizinan berusaha menjadi lebih sedikit dan mudah diatur.
Selama ini, kata Sofyan, banyaknya aturan perizinan berdampak kepada perkembangan usaha kecil maupun besar.
Jadi, beleid tersebut menyederhanakan perizinan dengan mengubah mekanisme bisnis pendekatan perizinan menjadi pendekatan risiko.
"Saya yakin setelah Pandemi Covid-19 ini, omnibus law sepenuhnya diterapkan dapat memudahkan Indonesia untuk berkembang pesat," kata Sofyan.
Baca juga: Menurut Sofyan Djalil, UU Cipta Kerja Mudahkan Perizinan Berusaha UMKM
Perlu diketahui, UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diklasifikasikan menjadi 12 klaster, mulai dari penataan ruang sampai aturan pertanahan dan kehutanan.
Senada dengan Sofyan, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, kompleksitas kemudahan berusaha di Indonesia salah satunya disebabkan banyaknya izin berusaha hingga mencapai 521 surat izin.
"Dan juga banyaknya lembaga yang mengeluarkan mengakibatkan tumpang tindih perizinan dari pemerintah pusat maupun daerah membuat pemangkasan izin berusaha menjadi penting, dan ke depannya akan disimplifikasi berdasarkan metode atau pendekatan risiko," tutur Luhut.
Meski mengalami penyederhanaan, perizinan berusaha tetap dibutuhkan, khususnya usaha dengan risiko tinggi.
Omnibus law juga menetapkan pencabutan izin usaha dan penghentian operasi jika terjadi pelanggaran komitmen atau peraturan lingkungan.
"Demikian halnya dalam memberikan data AMDAL yang salah dan tidak memenuhi persyaratan yang tercantum di dalamnya," tuntas Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.