Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/11/2020, 13:35 WIB
Ardiansyah Fadli,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menandatangani draft final omnibus law Undang-undang (UU) Cipta Kerja pada Senin (02/11/2020).

Beleid tersebut kini dinamai UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Draf UU Cipta Kerja yang berisi 1.187 halaman ini bahkan telah diunggah di situs resmi Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) dan bisa diakses oleh publik.

Salah satu pasal yang menuai pendapat pro dan kontra adalah Pasal 144 terkait aturan kepemilikan satuan rumah susun (sarusun) atau apartemen bagi Warga Negara Asing (WNA), dan badan usaha asing.

Baca juga: UU Cipta Kerja, Polemik Kepemilikan WNA, dan Spekulasi Harga Properti

Berikut isi lengkap Pasal 144 ayat 1:

Hak milik atas satuan rumah susun dapat diberikan kepada di antaranya ;

1. Warga negara Indonesia,
2. Badan hukum Indonesia, wargan negara asing yang mempunyai izin sesuai ketentuan peratuean perundang-undanga,
3. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; atau
4. perwakilan negara asing dan lembaga internasiona yang berada atau mempunyai perwakilan di Indonesia.

Tak hanya itu, pada ayat 2 pasal yang sama menyebutkan bahwa hak milik atas satuan rumah susun dapat beralih atau dialihkan dan dijaminkan.

Sekretaris Jenderal Konsorium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyoroti aturan ini sejak masih berupa RUU Pertanahan pada 2019.

Hal ini karena aturan kepemilikian sarusun bagi WNA dan badan hukum asing dengan segala kemudahannya, sangat berorientasi bisnis.

"Aturan ini kan orientasinya bagi kemudahan berbisnis dan berusaha, otomatis ini orientasinya untuk kepemilikan properti bagi kelompok masyarakat menengah ke atas, meski dalam UU Cipta Kerja itu belum terlalu detail bahkan ini bisa jadi masalah besar," tutur Dewi kepada Kompas.com, Selasa (03/11/2020).

Karena berorientasi pada kepentingan bisnis itulah, lanjut dia, Pasal 144 menafikan aspek keadilan sosial terutama bagi masyarakat miskin.

Menurut Dewi, hingga saat ini masih banyak yang belum memiliki hak dan kemudahan fasilitas yang sama untuk memperoleh rumah.

Dengan adanya aturan kepemilikan properti untuk WNA, dan badan hukum asing, harganya akan semakin tinggi dan tidak terjangkau lagi oleh masyarakat miskin.

Namun, terkait hal ini Pemerintah berencana membuat pedoman turunan UU Cipta Kerja bahwa status hak milik atas sarusun atau apartemen bagi WNA berbeda dengan sarusun untuk rakyat.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menegaskan, WNA tidak boleh bersaing dengan rakyat. Bahkan, WNA tidak boleh beli sarusun untuk rakyat.

"Orang asing cuma bisa beli rumah dengan harga misalnya Rp 5 miliar ke atas," kata Sofyan dilansir dari Antara, Sabtu (17/10/2020).


Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com