Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Resmi, Hotel Sultan Kembali ke Pangkuan Negeri

Sebab, Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK) telah mengambil alih Hotel Sultan melalui pemasangan spanduk bertuliskan "Aset Negara" di depan hotel pada Rabu (4/10/2023).

Pemasangan spanduk juga dilakukan di 13 titik atau mengelilingi Hotel Sultan dengan pancang besi dan ditancapkan di drum yang dicor.

"Oleh karena itu, hari ini setelah kita melakukan beberapa kali somasi, hari ini kita lakukan deklarasi ya, untuk disaksikan oleh semua publik bahwa tanah Blok 15 ini adalah tanah milik negara," tegasnya kepada media di depan Hotel Sultan.

Awal mula polemik Indobuildco vs PPKGBK

Kuasa hukum PPKGBK dari Assegaf Hamzah & Partners (AHP) Chandra Hamzah menceritakan, persoalan ini bermula dari tahun 1958 ketika Indonesia ditetapkan sebagai penyelenggara Asian Games yang pelaksanaannya digelar pada 1962.

Sehingga pemerintah pada masa itu menyiapkan sarana dan prasarana, tak terkecuali membangun Stadion GBK, Istora Senayan, dan lain sebagainya.

Penyiapan sarana prasarana Asian Games dimulai dengan pembentukan Komando Urusan Pembangunan Asian Games (KUPAG) yang bertugas dalam pembebasan lahan dari tahun 1959 sampai 1962.

Setelah penyelenggaraan Asian Games selesai, pada 1964 KUPAG menyerahterimakan seluruh tanah, bangunan, dan sarana prasarana eks Asian Games kepada Yayasan Gelanggang Olahraga Bung Karno.

Chandra menegaskan, pembebasan lahan seluas lebih dari 2,5 juta meter persegi tersebut dilakukan dan dibayarkan oleh KUPAG atau negara.

"Setelah dibangun, dibebaskan, diserahkan kepada Yayasan Gelora Bung Karno, itu yang dikelola sampai sekarang. Itu sejarahnya. Hotel Sultan berdiri itu dibebaskan oleh KUPAG, bukan orang lain," tegasnya dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (26/5/2023).

Kemudian, pada tahun 1971, ada beberapa hotel yang dibangun di Jakarta secara bersamaan.

Salah satunya hotel yang permohonan pembangunannya diajukan oleh Indobuildco kepada Gubernur DKI Jakarta saat itu yakni Ali Sadikin, pada 7 Januari 1971.

Ali pun menyetujui permohonan pembangunan hotel tersebut pada 12 Januari 1971. Namun, dengan syarat kewajiban royalti.

"Kalau kita lihat bayar royalti, artinya Indobuildco beli atas tanah? Tidak. Karena, dia bisa bayar royalti," ujarnya.

Lalu, 15 April 1971, Indobuilco memohon menggunakan tanah dan bangunan untuk membangun hotel kepada Ali.

Setelahnya, 21 Agustus 1971, Ali pun memberikan izin kepada Indobuildco untuk menggunakan tanah dan membangun hotel.

Dua tahun kemudian atau pada Maret 1973, terbitlah HGB nomor 26 dan 27 atas nama Indobuildco. Di mana HGB itu berakhir pada 3 Maret 2023 dan 3 April 2023 setelah 50 tahun kemudian.

"HGB Indobuildco terbit di atas tanah yang dibebaskan Pemerintah, bukan dibebaskan oleh Indobuildco," tandas Chandra.

Namun, pada 31 Oktober 1970, GBK mengajukan permohonan sertifikasi tanah eks-Asian Games 1962.

Tujuh tahun setelahnya atau tepatnya 24 Desember 1977, GBK kembali mengajukan permohonan sertifikasi tanah eks Asian Games 1962.

"Mungkin banyak kendala yang waktu itu belum selesai, pembayaran, pengeluaran, dan segala macam. Dua kali mengajukan, dan kemudian baru tahun 1989 sertifikat HPL (1/Gelora) terbit," katanya.

HPL ini diberikan hanya kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Kementerian/Lembaga (K/L) atau institusi negara sebagai perwujudan penguasaan negara terhadap seluruh tanah di Indonesia.

Akan tetapi, di atas HPL bisa terbit HGB maupun Hak Pakai (HP) dan lain-lain. HPL adalah kewenangan negara berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria (UUPA).

Dalam Diktum Keenam Surat Keputusan (SK) Nomor 169 yang merupakan dasar penerbitan sertifikat HPL 1/Gelora, disebutkan bahwa tanah-tanah HGB dan HP yang haknya belum berakhir sebagaimana diuraikan dalam HPL pada saat berakhirnya HGB dan HP tersebut.

"HGB 26/27 berdirinya Hotel Sultan haknya belum berakhir dan kemudian menjadi bagian dari HPL pada saat nanti berkahir. HGB-nya berkahir kapan? April dan Maret tahun 2023, begitu berakhir ini menjadi HPL-nya Kemensetneg cq PPK GBK," jelasnya.

Menurut Chandra, perebutan lahan Hotel Sultan muncul pada tahun 2006 ketika Indobuildco menggugat HPL 1/Gelora atas nama Kemensetneg dalam perkara perdata.

Dari Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung (MK), Indobuildco mengajukan Peninjauan Kembali (PK) hingga empat kali.

Lalu, dari PK tersebut kemudian keluar keputusan pada tahun 23 Desember 2011 SK HPL 1/Gelora dinyatakan sah oleh pengadilan dan Indobuildco dihukum untuk membayar royalti.

"Orang membayar royalti, berarti bukan pemilik, orang yang menerima royalti dia adalah pemilik. Sama seperti royalti lagu, atau royalti yang lain," katanya.

Keputusan ini pun telah dieksekusi dan Indobuildco sudah membayar royalti atas putusan tersebut.

"Siapa yang tanda tangan berita eksekusi ini? Yang tanda tangan adalah Direktur Utama PPKGBK waktu itu Winarto dan pihak kedua Direktur Utama Indobuildco (Pontjo Sutowo)," imbuhnya.

Sehingga, pada 8 Desember 2016, Indobuildco melaksanakan putusan pengadilan secara sukarela dan mengakui HPL 1/Gelora berdasarkan Berita Acara Pelaksanaan putusan PK.

Kendati demikian, jelang habisnya masa konsesi HGB 26 dan 27, Indobuildco kembali mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan nomor 71/G/2023/PTUN.JKT atas pembatalan SK HPL 1/Gelora pada 27 Februari 2023.

Gugatan itu ditujukan kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto.

Selain itu, meminta agar Kakanwil ATR/BPN menerbitkan pembaharuan HGB atas nama Indobuildco yang akan berakhir.

Lalu, PPKGBK mengajukan eksepsi dan jawaban di PTUN Jakarta terkait perkara Nomor 71/G/2023/PTUN.JKT atas tuntutan pembatalan PT Indobuildco terhadap HPL 1/Gelora, pada 22 Mei 2023.

Namun, PTUN menolak gugatan yang diajukan Indobuildco pada 28 Agustus 2023, sehingga pemerintah memenangkan perkara tersebut.

https://www.kompas.com/properti/read/2023/10/05/053000121/resmi-hotel-sultan-kembali-ke-pangkuan-negeri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke