Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Sejarah Stasiun Tanjung Priok, Bangunan Cagar Budaya Berumur 100 Tahun

Mengutip Heritage KAI, Senin (27/6/2022), Stasiun Tanjung Priok ditetapkan sebagai Bangunan Stasiun Cagar Budaya berdasarkan SK Gubernur Nomor 475 Tahun 1993 dan SK Menbudpar Nomor PM.13/PW.007/MKP/05.

Stasiun Tanjung Priok dibangun pada tahun 1914 semasa pemerintahan Gubernur Jenderal A. F. W. Idenburg dan merupakan karya C. W. Koch, insinyur utama dari Staats Spoorwegen (SS) atau perusahaan kereta api (KA) Hindia Belanda kala itu.

Pembangunannya pun membutuhkan 1.700 tenaga kerja, di mana 130 orang di antaranya merupakan pekerja dari Eropa.

Stasiun Tanjung Priok berlokasi bersebelahan dengan Pelabuhan Tanjung Priok yang dibangun pada akhir abad ke-19 oleh Gubernur Jenderal Johan Wilhelm van Lansberge.

Adapun Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pintu gerbang Kota Batavia dan Hindia Belanda, menggantikan Pelabuhan Sunda Kelapa yang tak lagi memadai.

Pada masa itu, Stasiun Tanjung Priok mengakomodasi perdagangan dan wisatawan Eropa di Batavia karena wilayah Tanjung Priok terletak di bagian utara Jakarta merupakan hutan dan rawa-rawa yang berbahaya.

Oleh karena itu, dibutuhkan sarana transportasi yang aman untuk menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok dengan kawasan pusat lewat Batavia Centrum atau Stasiun Jakarta Kota.

Pada zaman dulu, Stasiun Tanjung Priok juga menyediakan penginapan untuk penumpang yang hendak menunggu kedatangan kapal laut guna melanjutkan perjalanan.

Kamar-kamar penginapan tersebut terletak di sayap kiri bangunan yang khusus disediakan untuk penumpang Belanda dan Eropa, serta dilengkapi dengan ruang di bawah tanah yang diperkirakan berfungsi sebagai gudang logistik.

Stasiun Tanjung Priok resmi digunakan pada 6 April 1925, bersamaan dengan jalur Tanjung Priok-Beos Jakarta Kota atau saat ini dilintasi KRL Commuter lintas Tanjung Priok (Jakarta Kota-Tanjung Priok) pp.

Sejak kemerdekaan Indonesia, perusahaan kereta api pemerintah Belanda diambil alih oleh pemerintah Indonesia yang pada saat itu bernama DKA (Djawatan Kereta Api).

Stasiun Tanjung Priok sempat tidak dioperasikan sejak Juni 1999 ketika terjadi pergantian status PT KA menjadi Persero dan baru dioperasikan kembali pada 13 April 2009.

Arsitektur

Bangunan Stasiun Tanjung Priok mengusung gaya arsitektur modern awal yang dipengaruhi aliran kubisme, sehingga berbentuk sederhana dan geometris.

Permainan garis-garis vertikal dan horizontal menjadi ciri ornamentasi berlanggam Art Deco yang populer pada awal abad ke-20.

Kaca patri dan ornamen profil keramik menghiasi dinding stasiun. Kesan megah diperkuat oleh kolom-kolom besar dan kokoh di beranda utama yang didukung dengan tangga di sepanjang bangunan.

Selain itu, struktur baja di bangunan utama memberi kesan kokoh dan megah. Area loket penjualan karcis berupa ceruk yang dipertegas dengan lapisan dinding marmer.

Sedangkan ruang utama diterangi cahaya yang masuk dari deretan jendela kaca.
Berdasarkan susunan ruangnya, Stasiun Tanjung Priok merupakan stasiun ujung atau stasiun kepala di mana rel berakhir.

Bangunan stasiun yang monumental dengan delapan jalur, enam jalur di dalam peron dan dua jalur di luar peron.

Bangunannya bertumpu pada ratusan tiang pancang yang memiliki atap penutup dari beton dan seng tebal.

Atap peron berupa struktur baja bentang lebar dengan bentuk kuda-kuda melengkung yang menaungi ke delapan peron sekaligus.

https://www.kompas.com/properti/read/2022/06/27/130000921/sejarah-stasiun-tanjung-priok-bangunan-cagar-budaya-berumur-100-tahun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke