Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Peran Material Bangunan pada Era Arsitektur Digital (II)

Oleh sebab itu, muncullah diksi baru yakni arsitektur digital. Namun, bentuk yang semakin dinamis ini perlu diimbangi teknologi bahan bangunan yang adaptif seiring tuntutan desain modern.

Hal tersebut dikupas dalam seminar virtual bertajuk 'Peran Bahan Bangunan di Era Arsitektur Digital' pada Rabu 22 September 2021.

Sebelumnya, narasumber pertama yakni dosen dan peneliti Arsitektur Universitas Kristen Petra Surabaya Christina Eviutami Mediatica mendefinisikan arsitektur digital secara sederhana.

Arsitektur digital adalah penggunaan teknologi dalam desain, kinerja bangunan (termal, lighting, akustikal, dan lain-lain), serta peran material bangunan dalam kinerja bangunan.

Prinsipnya, arsitektur digital menggunakan klasifikasi material non-konvensional. Namun, tetap mempertimbangkan klasifikasi material konvensional dalam pemilihannya.

"Kesimpulannya, prinsip penggunaan material non-konvensial berdasarkan pada kerapatan, keseimbangan, dan kesetimbangan bangunan," Christina.

Kemudian, pengajar Arsitektur Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta James Erich Dominggus Rilatupa selaku narasumber kedua memaparkan topik ‘Ekspresi Bahan Bangunan Kayu Pada Karya Arsitektur’.

Dia mengulas karakter kayu dalam memengaruhi suatu bangunan.

Pemilihan material bangunan dengan pertimbangan yang matang dapat meningkatkan kualitas lingkungan pada suatu kawasan, mengurangi tingkat pemanasan global dan memberikan kenyamanan pada penghuni bangunan itu sendiri.

"Sehingga, dalam menentukan pemilihan material juga harus dipikirkan mengenai material 'green', untuk mendukung prinsip desain yang berkelanjutan pada suatu bangunan," ujar James.

Salah satu material bangunan yang tergolong dalam green materials adalah kayu. Secara umum merupakan salah satu bahan bangunan dari alam dan sangat sering digunakan

James mengatakan, mungkin sampai sekarang masih ada stigma tentang bahan kayu itu kampungan dan tidak modern. Merujuk pada bangunan tradisional.

"Tapi sebenarnya kayu merupakan bahan tradisional yang alami yang bisa eksis dan modern. Tanpa mengurangi kelestarian hutan," imbuh James, seperti dikutip dari Youtube Kenari Djaja.

Menurut dia, kayu bisa bersifat modern karena dibantu dengan kombinasi pengetahuan tentang arsitektur digital. Yakni dengan menggunakan software.

Di sisi lain, kekhawatiran para arsitek tentang kerentanan bahan kayu terhadap semut putih (rayap) bisa diantisipasi melalui metode pengolahan kayu.

James menjelaskan, saat ini perkembangan teknologi kayu olahan melalui industri-industi
pengolahan kayu telah cukup maju.

Industri pengolahan kayu telah mampu memproduksi kayu yang berdiameter kecil dari hutan tanaman menjadi produk yang bisa memenuhi kebutuhan manusia.

Pengolahan yang dilakukan tersebut bertujuan untuk menghasilkan produk akhir yang memiliki desain, kekuatan struktural, sifat maupun bentuk sesuai dengan kebutuhan atau keinginan dari pengguna kayu olahan tersebut.

Produk-produk kayu olahan dari industri dapat berupa kayu lapis, papan laminasi, papan partikel, papan serat, dan sebagainya.

"Jadi arsitektur modern itu tetap bisa menggunakn bahan alami yakni kayu yang direkayasa dengan sesama kayu. Bukan dengan material yang lain," tandasnya.

Sebagai salah satu material bangunan, kayu merupakan bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai dengan kemajuan teknologi.

Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus, yang tidak dapat ditiru oleh bahan-bahan lain. Dan, bahan paling umum digunakan pada bangunan tradisional dan bangunan modern.

Kayu yang mempunyai dimensi digunakan untuk membingkai sebagian besar bangunan tempat tinggal dan banyak bangunan komersial.

Produk kayu seperti kayu lapis, papan partikel, dan kertas banyak digunakan di industri konstruksi.

Meningkatnya permintaan untuk bangunan hijau pada arsitektur modern, telah memposisikan kayu sebagai solusi dan juga untuk memenuhi struktur berkelanjutan.

Tidak perlu menambah biaya dalam memenuhi syarat keberlanjutan atau merusak kinerja bangunannya. Kayu telah diakui sebagai material berkelanjutan, dan juga dianggap menjadi sumber daya terbarukan.

Selain itu kayu dapat menawarkan emisi gas rumah kaca (CO2) yang lebih rendah, polusi udara dan air juga lebih sedikit, volume limbah padat lebih rendah dan penggunaan sumber daya ekologis yang lebih sedikit daripada material bangunan lainnya.

Peningkatan proporsi kayu dalam konstruksi dapat memfasilitasi pengurangan dalam penggunaan material konstruksi lainnya, seperti beton, baja dan batu bata.

Material konstruksi ini tidak berasal dari bahan baku terbarukan, membutuhkan banyak energi
untuk produksinya dan memerlukan emisi CO2 yang lebih tinggi.

Sementara, material kayu yang telah direkayasa akan menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Menyesuaikan dengan kebutuhan arsitektur digital.

Sehingga, potensi untuk membangun gedung pencakar langit ramah lingkungan sekarang menjadi hal nyata yang dapat digunakan para arsitek.

Kayu yang dilapis silang (CLT), dibuat dengan merekatkan tiga, lima atau tujuh bagian kayu pada sudut yang tepat, kuat dan dapat digunakan untuk membuat struktur masif.

Hal ini telah dibuktikan dengan keberadaan bangunan tinggi modern yang telah ada di dunia, seperti Brock Commons Tallwood House di Vancouver, Kanada.

Selanjutnya, James memaparkan beberapa contoh bangunan megah dan modern di dunia yang menggunakan bahan kayu.

https://www.kompas.com/properti/read/2021/09/25/110000121/peran-material-bangunan-pada-era-arsitektur-digital-ii-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke