Oleh: Januardo S. P. Sihombing
Pemerintah dikabarkan tengah mengkaji usulan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait penghentian sementara (moratorium) perkara kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) selama tiga tahun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto dalam Rakerkornas Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ke-31 menyampaikan, hal ini dilakukan karena adanya indikasi moral hazard akibat mudahnya syarat pengajuan permohonan PKPU dan pernyataan pailit.
Pengajuan permohonan PKPU dan pernyataan pailit di Pengadilan Niaga memang tengah menjadi tren upaya penyelesaian utang-piutang antara debitor dan kreditor dalam beberapa tahun terakhir.
Namun demikian, sebelum diterbitkannya Perppu terkait moratorium tersebut, maka perlu kebijaksanaan dalam melihat secara utuh dan menyeluruh terkait instrumen PKPU maupun kepailitan.
Terdapat perbedaan mendasar dari spirit yang dibawa oleh PKPU dan Kepailitan.
PKPU merupakan wadah restrukturisasi dengan kepastian hukum berdasarkan putusan pengadilan, yang membawa spirit perdamaian (homologasi) antara debitor dan kreditor. Hal ini nyata dalam prosesnya.
Mekanisme PKPU hanya terbatas pada ruang solutif bagi para kreditor maupun debitor untuk melakukan diskusi dan negosiasi serta pemungutan suara (voting) terhadap proposal perdamaian.
Proposal tersebut disusun secara kolektif berdasarkan kemampuan debitor sebagai pihak yang paling mengetahui kondisi keuangannya.
Hal-hal yang disampaikan dalam proposal tersebut merupakan suatu restrukturisasi/perbaikan atas perikatan yang terjadi sebelumnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.