Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menyoal Rencana Pemerintah Moratorium Permohonan PKPU dan Kepailitan

Pemerintah dikabarkan tengah mengkaji usulan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait penghentian sementara (moratorium) perkara kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) selama tiga tahun.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto dalam Rakerkornas Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ke-31 menyampaikan, hal ini dilakukan karena adanya indikasi moral hazard akibat mudahnya syarat pengajuan permohonan PKPU dan pernyataan pailit.

Pengajuan permohonan PKPU dan pernyataan pailit di Pengadilan Niaga memang tengah menjadi tren upaya penyelesaian utang-piutang antara debitor dan kreditor dalam beberapa tahun terakhir.

Namun demikian, sebelum diterbitkannya Perppu terkait moratorium tersebut, maka perlu kebijaksanaan dalam melihat secara utuh dan menyeluruh terkait instrumen PKPU maupun kepailitan.

Terdapat perbedaan mendasar dari spirit yang dibawa oleh PKPU dan Kepailitan.

PKPU merupakan wadah restrukturisasi dengan kepastian hukum berdasarkan putusan pengadilan, yang membawa spirit perdamaian (homologasi) antara debitor dan kreditor. Hal ini nyata dalam prosesnya.

Mekanisme PKPU hanya terbatas pada ruang solutif bagi para kreditor maupun debitor untuk melakukan diskusi dan negosiasi serta pemungutan suara (voting) terhadap proposal perdamaian.

Proposal tersebut disusun secara kolektif berdasarkan kemampuan debitor sebagai pihak yang paling mengetahui kondisi keuangannya.

Hal-hal yang disampaikan dalam proposal tersebut merupakan suatu restrukturisasi/perbaikan atas perikatan yang terjadi sebelumnya.

Sedangkan di dalam kepailitan, meskipun dimungkinkan adanya pengajuan proposal perdamaian, namun tendensi dari pengajuan permohonan pailit adalah pemberesan atas harta debitor untuk dibagikan kepada para kreditor secara pari passu pro rata parte.

Langkah itu juga dilakukan berdasarkan asas keadilan yang menjadi dasar dari Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU (UUK PKPU).

Adanya konsekuensi hukum pailit apabila tidak tercapai perdamaian dalam PKPU yang telah diupayakan, bukanlah suatu pengabaian terhadap spirit perdamaian.

Melainkan merupakan bentuk kepastian hukum dari UUK PKPU dikarenakan pengajuan permohonan PKPU maupun pernyataan pailit menganut prinsip presumed insolvency.

Debitor tidak perlu dibuktikan dalam keadaan insolven melainkan diperkirakan dalam keadaan insolven.

Dengan tidak diterimanya proposal perdamaian dalam PKPU, maka debitor telah dianggap tidak mau dan tidak dapat membayar kewajibannya.

Dengan demikian, undang-undang memberikan kepastian hukum pembayaran kewajiban debitor melalui penerapan pemberesan terhadap harta debitor dalam proses kepailitan.

Dengan berpedoman atas spirit PKPU maupun kepailitan tersebut, maka untuk mengidentifikasi keselarasan tujuan dalam pelaksanaan hukum, perlu untuk menilik teori tujuan hukum yang disampaikan oleh Gustav Radbruch.

Terdapat tiga tujuan hukum yang disampaikan oleh Gustav Radbruch, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

Ketiga tujuan tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan prioritas. Keadilan merupakan prioritas pertama.

Secara normatif, teori ini telah diadopsi dalam UUK PKPU yang secara nyata mencantumkan asas keadilan dalam penjelasan umum.

Asas ini dijadikan dasar untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap Debitor tanpa mempedulikan kreditor lainnya.

Asas ini juga ditopang dengan asas lainnya, yaitu asas keseimbangan sebagai perwujudan aturan pencegahan terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur maupun kreditor yang tidak beritikad baik.

Sedangkan unsur kemanfaatan diejawantahkan dengan adanya asas kelangsungan usaha bagi perusahaan debitor yang prospektif untuk dilangsungkan.

Sementara unsur kepastian hukum diberikan melalui penetapan dan putusan pengadilan dalam setiap keputusan yang disikapi.

Pencantuman asas-asas dalam UUK PKPU merupakan bentuk perpanjangan amanah dalam Pasal 33 Ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sebagai dasar.

Isinya, perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Solusi bagi kreditor dan debitor

Berdasarkan penilikan secara normatif tersebut, dapat dilihat bahwa PKPU merupakan sarana yang solutif bagi penyelesaian utang debitor karena di dalamnya telah memuat unsur keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

Para kreditor mendapat kepastian dan kemanfaatan atas proses dan pembayaran utangnya yang disahkan atas dasar putusan pengadilan.

Adapun debitor dapat menyusun rencana pembayaran sesuai kemampuannya. Hal ini membawa harapan tercapainya keadilan bagi kedua pihak.

Oleh karenanya, moratorium PKPU yang akan menghentikan sementara pengajuan PKPU justru berpotensi menghilangkan solusi efektif dan efisien yang telah disediakan oleh negara.

Apabila moratorium ini diterbitkan, para kreditor yang memperjuangkan haknya melalui pengadilan maka akan memilih jalur litigasi gugatan perdata maupun pidana.

Jalur tersebut akan membutuhkan waktu lebih lama sehingga tujuan pelaksanaan hukum atas keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum menjadi kurang terpenuhi.

Pada praktiknya, penulis tidak membantah adanya celah moral hazard yang mungkin dimiliki oleh para pihak baik debitor maupun kreditor.

Hal ini secara jelas juga disadari oleh pembentuk undang-undang kepailitan dengan memasukan asas keseimbangan.

Berbeda dengan PKPU, perlu diperhatikan bahwa kepailitan yang bertendensi berujung pada pemberesan harta pailit juga tidak terlepas dari konsekuensi sosial yang tinggi atas pemutusan kerja karyawan dari debitor pailit perusahaan.

Hal ini menjadikan celah adanya moral hazard sebagai sesuatu yang berbahaya dan penting diantisipasi untuk menghindari kerugian atas hajat hidup orang banyak.

Apalagi, melihat kondisi perekonomian dan bisnis saat ini akibat pandemi Covid-19.

Perbaikan, bukan penghentian

Merespon hal tersebut, Penulis berpendapat bahwa diperlukan suatu perhatian dan kehati-hatian dalam memperbaiki suatu sistem, khususnya terkait PKPU dan Kepailitan yang telah memiliki asas-asas yang baik.

Upaya perbaikan atas mekanisme yang dapat berpotensi menjadi celah adanya moral hazard perlu dilakukan dengan membangun dan menyempurnakannya, bukan justru dengan menghentikan sistem yang telah cukup baik dibangun.

Sinergitas peran seluruh pihak dibutuhkan untuk menciptakan iklim perekonomian yang sehat.

Pemerintah sebagai regulator dapat menyempurnakan peraturan seperti halnya dalam pengawasan.

Kemudian, pihak asosiasi pengusaha sebagai pilar dunia usaha yang menyalurkan edukasi dan aspirasi, para praktisi, kreditor, maupun pelaku usaha itu sendiri.

Sebagai pandangan, penyempurnaan ini dapat dilakukan seperti peran serta pemerintah dalam proses pemungutan suara (voting) atas rencana perdamaian sesuai pasal 281 UUK PKPU.

Dinamika yang muncul di sini sangat krusial untuk menentukan hasil restrukturisasi debitor/pelaku usaha.

Pemerintah melalui OJK dapat berperan memberi pengawasan terkait konteks tata kelola kebijakan kreditor separatis (perbankan) dalam pengambilan keputusan voting tersebut.

PKPU dan Kepailitan telah memberikan sumbangsih dalam dinamika perkembangan perekonomian di Indonesia.

Iklim kegiatan perekonomian perlu dijaga karena ekosistem pemulihan yang sehat berpengaruh kepada beberapa faktor di antaranya peningkatan sektor riil ketenagakerjaan, peningkatan penerimaan pajak dan indikator lainnya.

Oleh karena itu, menurut penulis, moratorium adalah langkah terakhir dan perlu dikaji dengan sangat hati-hati.

Kunci utama dalam menghindari moral hazard dari pihak yang beritikad buruk ini adalah sinergitas seluruh pihak dalam penyempurnaan mekanisme kepailitan/PKPU.

Januardo S. P. Sihombing, S.H., M.H., M.A.
Praktisi Kepailitan – Pengurus PKPU dan Kurator Kepailitan
Akademisi – Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Trisakti dan Associate Faculty Member, Business Law, BINUS University

https://www.kompas.com/konsultasihukum/read/2021/08/26/060000680/menyoal-rencana-pemerintah-moratorium-permohonan-pkpu-dan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke