JAKARTA, KOMPAS.com - Produk sabun dan perawatan diri organik asal Indonesia kini semakin banyak. Tak sedikit yang telah berhasil memasarkan produknya hingga ke mancanegara.
Salah satunya adalah Bali Pure, yang dirintis I Ketut Sumayana sejak sewindu silam. Mengawali produksi di garasi mobil pinjaman, saat ini Ketut sudah bisa memproduksi produk-produk Bali Pure di pabriknya sendiri.
Produk-produk Bali Pure kini diproduksi di sebuah pabrik dengan luas 168 meter persegi yang berlokasi di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng, Bali. Bali Pure menghadirkan produk minyak kelapa murni atau virgin coconut oil (VCO), minyak pijat, dan sabun dari minyak kelapa lokal.
Baca juga: 7 Manfaat Minyak Kelapa untuk Rumah, Rawat Kayu hingga Usir Nyamuk
Cerita Bali Pure dimulai pada 24 Juni 2015. Ketut memulai bisnis ini di Desa Sembiran, Buleleng, Bali. Ia menjelaskan, wilayah ini dipenuhi dengan perkebunan kelapa.
Biasanya, kelapa-kelapa hasil panen dijual dengan harga murah karena tidak diolah. Hal ini membuat Ketut berpikir untuk membuat terobosan sehingga bisa meningkatkan pendapatan para petani kelapa di wilayahnya.
“Saya lihat, penghasilan petani kelapa itu kurang. Jadi saya inisiasi bikin minyak kelapa murni, virgin coconut oil. Dari modal Rp 300.000, produksi di garasi mobil rumah teman yang kami pinjam,” kata Ketut.
Pada tahun pertama, produksi VCO Bali Pure dijual di berbagai toko yang ada di Seminyak, Kuta, dan Canggu. Bukan awal perjuangan yang mudah karena Ketut harus berhadapan dengan banyak penolakan saat menawarkannya ke sejumlah resort.
Baca juga: 3 Manfaat Minyak Kelapa untuk Tanaman, Bersihkan Daun dan Basmi Hama
Merek produknya belum dikenal dan masih dengan kemasan sederhana. Namun, ia tak putus asa.
“Dalam enam bulan pertama baru menghasilkan sekitar Rp 3,8 juta. Ada kecewa, tapi saya tidak putus asa. Tuhan masih menghendaki saya melanjutkan bisnis ini. Lama kelamaan omzet naik. Ini makin bikin saya semangat,” ujar Ketut, dalam keterangan tertulis PT HM Sampoerna Tbk, Selasa (29/8/2023).
Pada 2018, dari hasil penjualan Bali Pure yang semakin meningkat, Ketut bisa membeli lahan. Di atas lahan seluas 20 are itu, ia membangun pabrik Bali Pure pada 2019.
Pabrik itu dibangun dengan standar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Namun, proses pembangunan pun tak berjalan mulus, karena dunia dihantam pandemi Covid-19.
Baca juga: Kombinasi Minyak Esensial Terbaik untuk Relaksasi yang Menenangkan
Pembangunan pabrik yang dihentikan pada 2020, dilanjutkan kembali pada 2021, dan telah beroperasi hingga saat ini.
“Sekarang Bali Pure seperti minyak VCO sudah legalisasi izin edar BPOM. Empat bulan lalu, keluar izin BPOM untuk kosmetik golongan B. Jadi, kami juga membuat produksi seperti sabun dan massage oil dari VCO yang kami jual ke spa-spa di Bali,” tutur Ketut.
Selain produk dari minyak kelapa, Bali Pure juga melakukan pengembangan dengan memproduksi minyak kemiri, serbuk daun kelor, jamu kunyit, dan jamu jahe merah. Tahun 2024, Ketut berencana memproduksi minyak atsiri.
Bahan baku yang digunakan Ketut memanfaatkan hasil panen para petani di Desa Sembiran.
Baca juga: 4 Aroma Minyak Esensial yang Dapat Membantu Tidur Lebih Nyenyak
Kisah Bali Pure berlanjut, setelah mendapatkan kesempatan dari Sampoerna Entrepreneurship Training Center (SETC) untuk berpartisipasi dalam Wellness Food Japan 2023 di Tokyo Big Sight, Jepang, awal Agustus 2023.
SETC merupakan program pemberdayaan UMKM yang digagas HM Sampoerna di bawah Payung Program Keberlanjutan “Sampoerna Untuk Indonesia” (SUI).
Keterlibatan Bali Pure karena terpilih menjadi salah satu dari lima produk UMKM unggulan binaan SETC, bekerja sama dengan mitra tanggung jawab sosial perusahaan Business & Export Development Organization (BEDO), yang menampilkan produknya dalam pameran itu.
Bagi Ketut, pengalaman mengikuti Wellness Food Japan 2023 ini menjadi jalan untuk membuka pasar Bali Pure di Negeri Sakura.
Baca juga: 10 Manfaat Minyak Kelapa untuk Membersihkan Barang di Rumah
Ia mengungkapkan, perkembangan dan kemajuan bisnisnya tak terlepas dari peran SETC dan BEDO sejak Bali Pure bergabung sebagai salah satu UMKM binaan pada 2018. Menurut Ketut, setelah bergabung dengan SETC, ia mengikuti sejumlah pelatihan dan aktif di berbagai pameran.
Wawasan soal bisnisnya bertambah, dan nama Bali Pure semakin dikenal. Pelatihan-pelatihan yang diterima Ketut di antaranya soal kemitraan, pendampingan wirausaha, dan business matching.
Bahkan, para pelaku UMKM yang tergabung di SETC didorong untuk melakukan kolaborasi dan kemitraan dengan pelaku bisnis ritel anggota Sampoerna Retail Community (SRC).
“UMKM di SETC bisa bersinergi dengan teman-teman SRC sehingga kami bisa taruh produk kami di SRC. Ini program luar biasa dalam pengembangan pemasaran yang kami lakukan,” ujar Ketut.
Baca juga: 8 Cara Menggunakan Minyak Esensial untuk Membersihkan Rumah
Ketut mengatakan, bisnis ini dijalankannya bukan semata berorientasi keuntungan, tetapi juga mengusung orientasi sosial. Melalui keuntungan bisnisnya, Ketut telah membantu biaya sekolah 18 anak dari keluarga kurang mampu, ada yang sudah lulus SMA dan perguruan tinggi.
Ke depannya, ia berharap bisnis ini terus akan berkelanjutan agar bisa terus memajukan para petani. Kata Ketut, hati dan jiwanya untuk para petani.
“Alasan saya memilih bisnis ini karena sumber bahan baku banyak di sini dan latar belakang bapak saya petani. Hati, jiwa saya, untuk petani. Harapan saya, dengan bisnis ini, bisa mendukung petani di sekitar Desa Sembiran, kalau bisa se-Kabupaten Buleleng,” ujar Ketut.
Bali Pure kini menaungi dua kelompok tani. Satu kelompok tani Desa Sembiran, dan satu kelompok tani Desa Sambangan.
Baca juga: Harus Tahu, Ini Deretan Manfaat Minyak Kelapa untuk Rumah
Masing-masing kelompok tani beranggotakan 20 orang petani. Para petani ini menanam komoditas pertanian yang menjadi bahan baku produksi Bali Pure di antaranya kunyit dan jahe merah.
Impian yang ingin diwujudkannya adalah bisa mengekspor produk Bali Pure. Untuk ini, Ketut tak hanya menyimpan mimpi.
Ia menetapkan target, suatu saat bisa mengekspor satu kontainer produk setiap bulannya. Ketut sudah berhitung apa saja yang perlu disiapkan dan ditingkatkan untuk masuk ke pasar internasional.
“Ini tantangan besar. Saat ini, produksi kami baru 1,2 ton. Sementara 1 kontainer itu 12 ton. Jadi, masih PR 10 ton. Untuk kapasitas itu, kami harus memenuhi beberapa syarat, misalnya sertifikasi ISO (The International Organization for Standardization), sertifikasi HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points),” ujar Ketut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.