Dokter Mirza menjelaskan bahwa kucing yang mengalami scabies biasanya mengalami gejala gatal sejak awal tungau masuk, yang mana kondisi gatalnya bisa semakin parah pada malam hari.
Sementara kucing yang terkena jamur akan jarang mengalami gatal pada saat awal terkena.
Jika penyakit jamur sudah lama, biasanya muncul ketombe yang mana itu membuat kucing sekali-sekali menggaruk dan bisa mengakibatkan luka serta infeksi juga.
Namun, infeksi yang terjadi akibat jamur berbeda dengan scabies. Infeksi yang terjadi akibat scabies umumnya korengan-korengannya lebih kasar.
Baca juga: 7 Hal yang Menyebabkan Induk Kucing Memakan Anaknya Sendiri
Sementara infeksi akibat jamur lebih halus, kalaupun ada luka, itu tidak sampai membuat korengan yang besar.
Kucing yang terkena jamur biasanya akan merasa gatal di bagian kepala, wajah, telinga. Gatal akibat jamur biasanya menjalar yang mengakibatkan bulunya terus rontok.
"Namun, jika bukan karena jamur, yang mana disebabkan oleh alergi ataupun parasit yang lain, biasanya bulu yang rontok lompat-lompat (berpindah-pindah), tidak menjalar," tambah dokter Mirza.
Ketika kucing terkena scabies, terlebih kondisinya sudah parah, pengobatannya membutuhkan waktu yang cukup lama, sehingga pemilik kucing harus sabar.
Apabila kondisi kucing yang terkena scabies sudah parah (muncul infeksi sekunder akibat sering menggaruk), lebih baik untuk dibawa ke dokter hewan.
Baca juga: Ketahui, Ini 3 Penyebab Kucing Takut Air
Dokter hewan akan meresepkan obat scabies, antibiotik, dan antialergi. Dan bila diperlukan, tahap terakhir pengobatannya adalah dengan disuntik parasit atau suntik scabies.
Namun, ketika kucing baru terkena scabies (kondisinya belum parah), pengobatannya mungkin masih bisa dengan salap scabies yang dioleskan pada malam hari.
Lalu, pengobatan untuk kucing yang terkena jamur juga memerlukan penanganan dokter hewan untuk pemeriksaan jenis jamur.
Setelah itu dokter juga akan meresepkan obat-obatan jamur yang kemungkinan juga dikombinasikan dengan salep maupun krim jamur.