Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ilmuwan Korsel Ciptakan Beras "Berdaging", Berisi Otot Sapi dan Sel Lemak

Kompas.com - 18/03/2024, 16:58 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

"Masyarakat perlu diyakinkan"

Beras tampaknya menyediakan rangka atau struktur bagi sel-sel daging untuk tumbuh, dan memberi mereka nutrisi.

Tim ini bukanlah yang pertama mengeksplorasi produk daging yang ditanam atau dibudidayakan di laboratorium.

Sejak daging burger pertama buatan laboratorium diluncurkan di London pada tahun 2013, puluhan perusahaan di seluruh dunia telah ikut berlomba untuk menghadirkan daging yang terjangkau ke pasar.

Singapura baru-baru ini mulai menjual produk ayam budidaya pertama di dunia kepada pelanggan.

Sementara itu, Italia telah mendukung rancangan undang-undang yang melarang daging yang diproduksi di laboratorium, dengan tujuan untuk menjaga tradisi pangan negara tersebut.

Kritikus menunjukkan bahwa tidak ada yang sintetis pada daging yang dihasilkan di laboratorium—daging dibuat dengan menumbuhkan sel-sel secara alami.

Baca juga: PM Thailand: Indonesia Ingin Beli 2 Juta Metrik Ton Beras Tahun Depan

Prof Neil Ward, pakar pertanian pangan dan iklim di University of East Anglia, mengatakan, jenis penelitian ini menjanjikan pengembangan pola makan yang lebih sehat dan ramah iklim di masa depan, namun beberapa orang perlu diyakinkan.

“Meskipun data mengenai biaya dan dampak terhadap iklim terlihat sangat positif, pengujian kritisnya adalah pada selera masyarakat terhadap makanan yang dikembangkan di laboratorium,” katanya.

“Dengan daging alternatif berbasis laboratorium pada umumnya, potensi terbesarnya mungkin adalah menggantikan daging olahan dibandingkan potongan daging utama.”

Bridget Benelam dari British Nutrition Foundation mengatakan: "Mengembangkan pola makan yang mendukung kesehatan manusia dan bumi merupakan sebuah tantangan besar. Studi ini menunjukkan pendekatan baru yang inovatif dan dapat berkontribusi terhadap solusi tersebut."

Namun, dia menambahkan, “Temuan ini juga menunjukkan peningkatan yang relatif kecil pada kandungan protein di beras, yang bukan merupakan makanan berprotein tinggi."

"Jadi penelitian lebih lanjut akan diperlukan jika teknologi ini ingin digunakan sebagai sumber protein alternatif dibandingkan produk hewani tradisional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com