ADELAIDE, KOMPAS.com - Ryan Zuhri, warga Indonesia yang bekerja di bidang konstruksi di Australia Selatan mengatakan, puasa kali ini lebih menantang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
"Hari Selasa (awal Ramadhan) suhu mencapai 36 atau 34 derajat Celsius dan tidak ada angin," katanya.
"Hampir pingsan saya."
Baca juga: Cerita WNI Nyoblos Kali Pertama di Australia, Naik Bus 30 Menit demi ke TPS
Dengan suhu yang panas, melakukan pekerjaan berat, dan kewajiban puasa, Ryan mengaku ia harus pandai-pandai mengatur waktu istirahat.
"Kalau misalnya sudah agak sempoyongan, ya berhenti dulu, terus mulai lagi, gitu lagi, berhenti lagi," katanya.
"Kalau memang harus full power (tenaga penuh) terus enggak bisa puasa."
Meski musim panas di Australia sudah berakhir, namun sejumlah tempat, seperti di kota Adelaide dan Melbourne, masih mencatat suhu tinggi di siang hari yang bisa naik hingga 20 derajat Celsius di atas suhu rata-rata.
Suhu terpanas di Adelaide, ibu kota Australia Selatan tercatat pada Sabtu pekan lalu (9/3/2024), yang mencapai 40 derajat Celsius.
Karenanya hingga 1 Ramadhan, yang jatuh pada Selasa (12/3/2024), suhu udara bertahan di kisaran 36 derajat Celsius.
"Ia lebih tolerir," katanya.
"Begitu saya bilang, 'Sorry, saya harus berhenti sebentar, sudah mulai kunang-kunang', ia bilang, 'Oh ya, berhenti aja... enggak apa-apa, duduk saja.'"
Walau dijemur matahari, Ryan memutuskan tetap berpuasa meski ia tahu ada pilihan untuk tidak melakukannya.
Keputusan ini berbeda dengan dua orang teman kerjanya yang memilih untuk tidak berpuasa hari itu.