Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Siswanto Rusdi
Direktur The National Maritime Institute

Pendiri dan Direktur The National Maritime Institute (Namarin), sebuah lembaga pengkajian kemaritiman independen. Acap menulis di media seputar isu pelabuhan, pelayaran, kepelautan, keamanan maritim dan sejenisnya.

Keamanan Maritim Serantau dalam Lensa SAM

Kompas.com - 11/03/2024, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SHARED Awareness Meeting (SAM) merupakan salah satu event penting dalam kalender Information Fusion Center atau IFC yang memasuki gelaran ke-45 tahun ini.

Saya tidak tahu bagaimana bisa sampai pada angka tersebut. Yang jelas, keberadaan IFC masih belasan tahun, belum sebanyak itu umurnya bila diukur berdasarkan tahun penyelenggaraan.

Sepertinya angka 45 dicapai lebih mengacu kepada jumlah kegiatan yang bisa saja diselenggarakan beberapa kali dalam setahun.

Dalam kalimat lain, SAM diadakan berdasarkan kebutuhan dengan merujuk situasi keamana maritim kawasan.

Penulis berkesempatan menghadiri SAM beberapa kali, termasuk tahun ini, yang diadakan di Singapura akhir Februari lalu. Saya diundang oleh IFC, unit yang dibina oleh AL Singapura atau Republic of Singapore Navy/RSN.

Situasi keamanan maritim (maritime security), acap disingkat kammar atau marsec, kawasan yang tengah bergejolak saat ini di mana Laut Merah atau Red Sea sebagai center of gravity-nya.

Dalam SAM ke-45, pemaparan terkait kondisi terakhir di perairan itu dilakukan oleh Maritime Information Cooperation and Awareness Center atau MICA dan Combined Task Force/CTF 153.

Lembaga pertama merupakan bagian dari AL Perancis – Marine Nationale – sedangkan yang kedua adalah aliansi AL beberapa negara yang dimotori oleh AL AS alias US Navy.

Menurut MICA, situasi di Laut Merah memasuki era baru pascapenahanan MV Galaxy Leader oleh pejuang Houti.

Sekadar catatan, kapal ini ditahan oleh mereka pada 19 November 2023, sebagai pembalasan atas serangan udara Israel ke Jalur Gaza, Palestina. Kapal ini dinilai memiliki hubungan dengan pengusaha Israel.

Sebelumnya, masih menurut MICA, situasi kammar di Laut Merah, Samudra India pada umumnya, diwarnai oleh aktivitas perompakan (piracy) terhadap kapal-kapal yang melintasi perairan sekitar Somalia seperti Teluk Aden, Selat Guardafui dan Laut Somalia.

Selama beberapa tahun belakangan, aktivitas perompakan cenderung turun. Namun dengan adanya krisis di Laut Merah bisa saja akan terpicu kembali.

Sementara itu, menurut CTF 153, yang melancarkan Operation Prosperity Guardian sebagai respons atas serangan terhadap kapal di Laut Merah, mencatat ada lebih dari 100 serangan unmanned aerial vehicle atau UAV terhadap kapal di perairan tersebut.

Medium lain yang digunakan dalam serangan mencakup anti-ship ballistic missile (ASBM), unmanned surface vehicle (USV), dan unmanned underwater vehicle (USV). Kini, serangan terhadap kapal di Laut Merah makin kencang saja.

Adapun menurut IFC, yang membagi isu marsec ke dalam beberapa, antara lain: theft, robbery and piracy at sea (TRAPS), maritime incidents (MI), contraband smuggling (CS) dan illegal, unregulated, and unreported fishing (IUUF).

Menariknya, IFC mencatat kenaikan kejadian pada semua kategori tersebut. TRAPS sebanyak 117 kejadian, naik 13 persen dibanding 2022 yang tercatat 104 kejadian.

MI naik dua persen dari 999 kejadian pada 2022 menjadi 1.023 selama 2023 Sementara, CS naik 1 persen dari 823 kejadian pada 2022 menjadi 834 kejadian di 2023.

Sedang IUUF naik 27 persen menjadi 708 kejadian pada 2023 dari setahun sebelumnya 559 kejadian.

Dalam perbincangan di sela-sela forum SAM ke-45 dengan beberapa peserta yang sebagian besar berasal dari komunitas maritim/pelayaran dan perwira Angkatan Laut dan Coast Guard mancanegara, terungkap bahwa kategori yang ada, delapan semuanya, sebelumnya sudah didiskusikan dengan mitra yang tergabung ke dalam IFC melalui perwira penghubung atau international liaison officer (ILO) yang dikirimkan oleh masing-masing negara anggota.

Mereka ini kebanyakan anggota AL, namun ada juga anggota CG. Dari para ILO inilah seluruh kategori yang ada tadi berasal.

Dan, ini sangat tergantung kepada kebutuhan masing-masing negara. Misal, Thailand dan Kamboja, dua negara yang menempatkan perwakilannya di IFC, sangat concerned dengan IUUF dan contraband and smuggling (CS).

ILO yang lain ada yang diminta negaranya untuk memantau irregular human migration (IHM), environmental security (ENVSEC), cyber security (CYBSEC), dan maritime terrorism (MT).

Secara garis besar, IFC merupakan rumah bersama yang didirikan oleh RSN – komplet dengan berbagai perlengkapan TI yang canggih dan koneksi kuat ke berbagai belahan dunia – dan menghimpun AL dan CG dari berbagai kawasan seperti Asia/Asia Tenggara, Australia, Eropa dan Amerika.

Para ILO diminta mencermati berbagai kejadian dalam ranah keamanan maritim yang disuplai informasinya kepada IFC melalui berbagai saluran informasi. Bila itu terjadi di perairan mereka dapat mengoordinasikannya dengan instansi terkait di dalam negeri agar bisa ditindaklanjuti.

Indonesia menempatkan seorang ILO berpangkat mayor di IFC sejak 2011. Rencanannya Bakamla juga akan menempatkan ILO-nya, namun hingga saat ini tidak jelas kelanjutannya.

Perihal pusat informasi atau fusion center seperti yang dimiliki oleh RSN, sebetulnya baik TNI dan Bakamla sudah punya juga.

Kalau di TNI namanya Pusat Informasi Maritim (Pusinformar) yang dikepalai oleh seorang laksamana pertama. Sedangkan Bakamla memiliki Indonesia Maritime Information Centre, disingkat IMIC.

Jujur, saya tidak tahu kinerja kedua lembaga ini. Tidak banyak informasi di media yang bisa saya dapatkan tentang keduanya. Bisa jadi saya luput, tetapi begitulah adanya.

Hanya satu yang saya ketahui dengan baik: kedua lembaga diniatkan untuk meng-counter informasi keamanan maritim yang dikeluarkan oleh berbagai pusat informasi serantau. Mereka dinilai berat sebelah.

Saya pernah menjadi moderator seminar keamanan maritim sekitar 1-2 tahun lalu di Kemayoran, Jakarta.

Pembicaranya ada dari luar negeri dan dari dalam negeri. Salah satu pembicara dalam negeri berasal dari Bakamla, seorang bintang dua.

Dalam pemaparannya, dia menyajikan berbagai statistik kejahatan maritim. Menariknya, kategori yang dipakai hampir mirip dengan yang digunakan oleh IFC.

Apakah IMIC meniru IFC? Apakah Bakamla tidak punya kategori sendiri? Kalau tidak punya, mengapa mendirikan IMIC? Entahlah, saya tidak tahu jawabannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com