Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sulitnya WNI Dapat Izin Kerja di Malaysia karena Calo...

Kompas.com - 21/02/2024, 11:13 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

KUALA LUMPUR, KOMPAS.com - Sebanyak 130 warga negara Indonesia (WNI) belum lama ini ditangkap karena diduga tinggal tanpa izin di perkampungan ilegal di Shah Alam, Selangor di Malaysia.

Pegiat hak migran memperkirakan jutaan pekerja WNI masih kesulitan mendapatkan izin kerja karena dipungut biaya oleh calo.

Direktur Eksekutif Migrant Care Indonesia, Wahyu Susilo, menjelaskan bahwa kebanyakan pekerja migran dari Indonesia yang direkrut oleh perusahaan sawit atau perkebunan memang tidak melewati jalur resmi.

Baca juga: Malaysia Temukan Perkampungan Ilegal Warga Indonesia di Dalam Perkebunan Sawit, 130 Orang Ditahan

“Mereka memang sengaja direkrut untuk tujuan di perkebunan dan perusahaan-perusahaan perkebunan lebih memilih mereka yang bekerja tanpa dokumen (permit kerja). Karena pekerja migran atau perkebunan itu membutuhkan puluhan ribu pekerja migran Indonesia untuk segera bisa bekerja. Kalau itu melalui jalur legal, pertama mahal karena harus membayar levi,” kata Wahyu.

Menurut rilis dari Jabatan Imigresen Malaysia (JIM) Negeri Selangor, pihak otoritas melakukan operasi penggerebekan pada Minggu (18/2/2024) dan menahan 132 pendatang asing tanpa izin (PATI) termasuk 41 perempuan dan 13 anak-anak.

Dari 132 orang yang ditangkap, 130 diantaranya merupakan WNI dan dua orang warga negara Bangladesh.

Penangkapan pekerja migran ilegal terus berulang

Wakil Direktur Jenderal (Operasi) Imigrasi Malaysia, Jafri Embok Taha, mengatakan berdasarkan perkampungan tersebut sudah ada elama empat tahun terakhir.JABATAN IMIGRESEN MALAYSIA via BBC News Indonesia Wakil Direktur Jenderal (Operasi) Imigrasi Malaysia, Jafri Embok Taha, mengatakan berdasarkan perkampungan tersebut sudah ada elama empat tahun terakhir.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan pada Senin (19/2/2024) pagi, bahwa KBRI belum menerima notifikasi kekonsuleran mengenai penangkapan tersebut.

“Segera setelah diterima notifikasi kekonsuleran, KBRI akan memberikan bantuan kekonsuleran, termasuk upaya percepatan pemulangan bagi para WNI yang termasuk dalam kelompok rentan,” kata Iqbal dalam pernyataan tertulis.

Wakil Direktur Jenderal (Operasi) Imigrasi Malaysia, Jafri Embok Taha, mengatakan berdasarkan hasil intelijen dan aduan masyarakat, perkampungan tersebut telah ada selama empat tahun terakhir dan dilengkapi dengan listrik.

Baca juga: Perkampungan Ilegal WNI di Malaysia Digerebek, Penduduk Nekat Kabur Turuni Lereng Curam

"Di pemukiman ilegal ini juga terdapat toko kelontong, warung makan, dan surau [tempat ibadah]. Sebagian besar orang asing ini bekerja sebagai petugas kebersihan, pelayan restoran, dan pekerja bangunan di daerah sekitar," katanya, seperti dikutip oleh kantor berita Bernama.

Ini bukan pertama kalinya penangkapan pekerja migran tidak terdokumentasi terjadi di Malaysia.

Pada Juni 2023, Otoritas Malaysia menemukan perkampungan ilegal WNI di Pulau Meranti, Puchong. Sebanyak 22 WNI dan warga Bangladesh ditahan selama penggerebekan daerah tersebut.

Hal yang sama terjadi pada Februari 2023, saat pihak imigrasi Malaysia menemukan dan menggerebek perkampungan ilegal warga Indonesia di Nilai, Negeri Sembilan. Sekitar 67 warga Indonesia ditahan karena melanggar peraturan imigrasi alias overstay.

Bahkan pada Juli 2017, sekitar 500 orang tenaga kerja WNI ditangkap oleh aparat hukum Malaysia.

Razia terhadap tenaga kerja ilegal merupakan kelanjutan dari implementasi program legalisasi dokumen atau program E-Kad sementara pekerja asing oleh pemerintah Malaysia.

Koordinator Migrant Care Malaysia, Alex Ong, menjelaskan bahwa penangkapan pekerja migran tak berizin di Malaysia sudah terjadi “hampir setiap hari” dan ia memperkirakan ada ribuan WNI yang tertahan dan belum bisa pulang karena tak punya izin kerja.

Meskipun sudah ada skema rekalibrasi untuk membantu pekerja migran terdaftar secara resmi di negara itu, ia menyatakan masih ada ratusan ribu orang yang kesulitan karena syarat-syarat yang rumit dan calo-calo palsu.

“Apabila segala dokumen diserahkan pada orang tengah atau pencalo, banyak yang kasih janji-jani manis, kemudian ambil uang, ambil paspor dan kabur. Jadi, warga kita itu jadi kosong total,” ungkap Alex.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com