Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gempa Jepang, 33.000 Pengungsi Mulai Hadapi Masalah Air hingga Cuaca Dingin

Kompas.com - 03/01/2024, 16:27 WIB
Albertus Adit

Penulis

Sumber Reuters

TOKYO, KOMPAS.com - Lebih dari 33.000 pengungsi akibat gempa Jepang kini tengah menghadapi situasi sulit. Seperti tak ada akses air bersih, listrik padam serta cuaca dingin.

Selain suhu dingin, di wilayah terdampak gempa juga diperkirakan terjadi hujan lebat, bahkan ada ancaman tanah longsor.

Sebagaimana diberitakan Reuters pada Rabu (3/1/2024), jalan dan infrastruktur yang rusak, serta lokasi terpencil di daerah yang terkena dampak paling parah telah mempersulit upaya penyelamatan.

Baca juga: UPDATE Gempa Jepang: 62 Orang Tewas, Masih Ada yang Terperangkap di Reruntuhan

Tingkat kerusakan dan korban jiwa masih belum jelas selama dua hari pasca gempa Jepang berkekuatan magnitudo 7,5 pada Senin (1/1/2024).

Namun pihak berwenang telah mengonfirmasi 64 kematian sejauh ini, menjadikan gempa bumi tersebut sebagai yang paling mematikan di Jepang setidaknya sejak 2016.

Tak ada makanan dan air

Lebih dari 33.000 orang telah mengungsi dari rumah mereka dan beberapa daerah tidak memiliki akses terhadap air atau listrik juga sinyal yang tidak stabil.

Para wali kota di kota-kota yang terkena dampak paling parah meminta pemerintah segera membenahi jalan dan segera menyalurkan bantuan.

"Bahkan mereka yang nyaris lolos dari kematian tidak dapat bertahan hidup tanpa makanan dan air," kata Masuhiro Izumiya, Wali Kota Suzu.

Baca juga: UPDATE Gempa Jepang, 15 Orang Tewas, 200 Bangunan Terbakar

"Kami belum menerima satu potong roti pun," tambahnya.

Hal sama juga dialami di Kota Wajima yang terkena dampak paling parah. Shigeru Sakaguchi, Wali Kota Wajima mengatakan bahwa pihaknya hanya menerima 2.000 makanan untuk sekitar 10.000 pengungsi.

"Beberapa orang kedinginan karena ada daerah yang tidak memiliki akses listrik untuk pemanas," ujarnya.

"Banyak jalan terputus dan beberapa daerah di luar pusat kota hanya bisa dicapai dengan helikopter," imbuh Sakaguchi.

Sementara itu, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pada konferensi pers yang diadakan setelah pertemuan tanggap bencana nasional menyatakan, pihaknya terus berupaya menangani permasalahan tersebut.

"Sudah lebih dari 40 jam sejak gempa pertama terjadi. Ini adalah pertarungan melawan waktu, dan saya yakin sekarang adalah momen yang krusial," terangnya.

Baca juga: 6 Orang Tewas Setelah Gempa Melanda Jepang di Hari Tahun Baru

"Pemerintah membuka jalur laut untuk mengirimkan bantuan dan beberapa truk yang lebih besar kini dapat menjangkau beberapa daerah yang lebih terpencil," kata Kishida.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Majikan Ditemukan Meninggal, PRT Ini Sebut karena Bunuh Diri dan Diwarisi Rp 43,5 Miliar

Global
Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Membaca Arah Kepemimpinan Korea Utara dari Lagu Propaganda Terbaru

Internasional
Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Apa Saja yang Perlu Diketahui dari Serangan Israel di Rafah?

Global
AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

AS Disebut Hentikan Pengiriman 3.500 Bom ke Israel karena Kekhawatiran akan Serangan ke Rafah

Global
Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Rangkuman Hari Ke-804 Serangan Rusia ke Ukraina: Putin Dilantik untuk Periode Ke-5 | Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky

Global
Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Jepang Dinilai Joe Biden Xenofobia, Benarkah?

Internasional
AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

AS Optimistis Usulan Hamas Direvisi Lancarkan Gencatan Senjata di Gaza

Global
6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

6 Bulan Jelang Pilpres AS, Siapa Bakal Cawapres Trump?

Global
Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Kabinet Perang Israel Putuskan Lanjutkan Operasi di Rafah Gaza meski Dikecam Internasional

Global
Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Saat Protes Pro-Palestina oleh Mahasiswa Menyebar di Belanda, Jerman, Perancis, Swiss, dan Austria...

Global
Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Israel Didesak Buka Kembali Penyeberangan Rafah Gaza, AS Ikut Bersuara

Global
[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

[POPULER GLOBAL] Hamas Setujui Usulan Gencatan Senjata | Pielieshenko Tewas Bela Ukraina

Global
Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Ukraina Gagalkan Rencana Pembunuhan Zelensky yang Dirancang Rusia

Global
Polisi Bubarkan Demo Mahasiswa Pro-Palestina di Amsterdam dan Berlin

Polisi Bubarkan Demo Mahasiswa Pro-Palestina di Amsterdam dan Berlin

Global
OPCW: Tuduhan Penggunaan Senjata Kimia di Ukraina Tidak Cukup Bukti

OPCW: Tuduhan Penggunaan Senjata Kimia di Ukraina Tidak Cukup Bukti

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com