PERNYATAAN mengejutkan disampaikan oleh IKAPI pada Minggu, 15 Oktober 2023 yang membatalkan keiikutsertaannya pada pameran buku terbesar di dunia, "Frankfurt Book Fair", yang akan dihelat pada 18-22 Oktober 2023, di kota Frankfurt, Jerman.
Padahal, sebelumnya IKAPI bersama Pusat Perbukuan Kemdikbudristek telah mengagendakan keberangkatan rombongan penerbit dan pelaku perbukuan Indonesia pada Senin, 16 Oktober 2023.
Sikap tegas IKAPI dan Pemerintah Indonesia diambil setelah pernyataan pro-Israel yang ditunjukkan oleh panitia "Frankfurt Book Fair" yang dalam hal ini diwakili oleh Direkturnya langsung, Juergen Boss.
Boss menyampaikan bahwa serangan Hamas terhadap Israel telah melukai nilai-nilai kemanusiaan.
Simpati FBF 2023 tersebut kemudian ditunjukkan dengan memberikan panggung spesial bagi pembelaan terhadap Israel lewat berbagai acara seperti PEN Berlin akan menghelat “Out of Coencern for Israel” di panggung pavilion yang merupakan panggung utama pameran.
Sosok-sosok penting berdarah Yahudi seperti Meron Mendel (tokoh utama komunitas Yahudi di Jerman) dan penulis Lizzie Daron akan tampil untuk menyampaikan keadaan bangsa Yahudi yang sangat erat kaitan dengan sejarah “Holocoust” dan kondisi terkini di Israel pascamendapatkan serangan dari kelompok Hamas.
Sebelumnya, FBF 2023 juga menghilangkan agenda pemberian penghargaan “LiBeraturpreis” kepada penulis Palestina Adania Shibli yang telah dipilih oleh juri-juri independen lewat novelnya “Minor Detail”.
Novel itu mengangkat kisah pilu pemerkosaan dan pembunuhan yang dialami oleh seorang gadis Palestina saat perang Arab-Israel 1948.
Penghargaan yang akan diberikankan ini diinisiasi oleh Litprom, organisasi yang didirikan pada 1980 untuk mempromosikan sastra dari Afrika, Asia dan Amerika Latin dengan dukungan pendanaan dari Kementerian Luar Negeri Jerman (German Federal Foreign Office) dan aktif memberikan bantuan penerjemahan kepada para penerbit untuk buku-buku terpilih dari kawasan dunia ketiga.
Sikap yang diambil oleh IKAPI dan Pemerintah Indonesia ini bukanlah tanpa teman. Berbagai komunitas dan organisasi perbukuan dari Arab juga menampakkan “kemarahan” kepada panitia FBF 2023 atas dukungan berat sebelah kepada Israel tanpa menghiraukan berbagai kekejaman yang telah dilakukan oleh negara tersebut selama puluhan tahun kepada rakyat Palestina.
"Arab Publisher’s Association", "the Emirates Publishers Association", "the Sharjah Book Authority", dan "the PublisHer network" juga menyatakan menarik diri dari panggung FBF 2023.
Padahal organisasi-organisasi perbukuan dari jazirah Arabia tersebut selalu membuat stan-stan yang megah saat "Frankfurt Book Fair" berlangsung setiap tahunnya.
Penulis-penulis yang giat mempromosikan literasi Timur Tengah seperti Olivia Snaije (perwakilan dari LEILA, platform baru yang mempromosikan sastra-sastra Arab) dan Marcia Lynx Qualey (perwakilan penerbit Arablit yang banyak mempromosikan buku-buku berbahasa Arab) serta ratusan pejuangan literasi di seluruh dunia juga menyayangkan sikap penyelenggaran FBF 2023 yang membatalkan sesi penghargaan kepada Adania Sibli.
Bagi mereka, memberikan ruang yang lebih kepada Israel tanpa memedulikan suara dari penggiat literasi Palestina adalah kesalahan yang teramat fatal untuk prinsip-prinsip keadilan bagi seluruh bangsa di dunia.
Sejarah telah membuktikan bahwa rintihan kepedihan karena tragedi perang dan kejahatan kemanusiaan menunjukkan kekuatan luar biasa ketika dituliskan melalui buku.
Sehingga dunia literasi bukanlah sesuatu yang dibangun dari ruang hampa dan khayalan semata. Ia hidup dengan segala suka dan duka yang dialami oleh umat manusia.
Refleksi-refleksi yang menyentuh hati dari para penulis brilian yang mengangkat cerita dari berbagai tragedi kemanusiaan yang dialami oleh berbagai kelompok atau suku bangsa di seluruh dunia seharusnya semakin menyadarkan berbagai pihak bahwa setiap tindakan yang menegasikan hak-hak asasi manusia seharusnya bisa dihindari.
Buku tetap memainkan peranan penting sebagai “vehicle of peace and democracy”.
Pilihan IKAPI dan Pemerintah Indonesia menunjukkan bahwa dunia penerbitan bukan sekedar katalisator pengumpulan finansial dan transaksi ekonomi belaka.
Berbeda dengan komoditas-komoditas barang lainnya, yang menjadi nilai dari buku bukan sekadar harga kertas dan tinta. Melainkan ide-ide besar yang terkandung di dalamnya.
Pemimpin-pemimpin besar dunia menyebarkan ide-ide perubahan melalui buku. Para pemimpin diktator melakukan berbagai proses pembredelan dan pelarangan terhadap buku-buku tertentu yang dianggap akan merusak reputasi dan mengancam kekuasaannya.
Buku juga dijadikan oleh orang-orang yang tidak memiliki kekuasaan atau yang tak berdaya melawan kekuasaan dan penindasan untuk menyuarakan suara batin dan kepedihan hidup yang melandanya.
Segala emosi dituangkan lewat oretan tulisan yang mengalir dan kemudian lewat penerbit bisa menjangkau khalayak yang lebih luas.
Ketika orang bersimpati dengan cerita atau gagasan yang dituliskan, maka ia bisa menjadi kekuatan moral untuk menggerakkan solidaritas, simpati, empati dan kepedulian.
Di sinilah kemudian, ketidakadilan panitia FBF 2023 yang memilih memberikan ruang-ruang ekspresi dan suara kepada Israel yang dianggap sebagai korban serangan kelompok Hamas dengan menegasikan suara-suara masyarakat Palestina yang hak-haknya ditindas setiap hari dan menjalani kehidupan dengan blokade tak pernah henti menunjukkan dengan nyata ketidakadilan dalam melihat situasi perang tak berkesudahan antara Palestina dan Israel.
Selama bertahun-tahun, "Frankfurt Book Fair" memberikan stan gratis kepada penerbit-penerbit independen yang gigih memperjuangkan ide-ide dari kaum marginal dan masyarakat yang terpinggirkan di berbagai belahan dunia.
Namun untuk konteks Palestina yang tanahnya dikooptasi oleh Israel selama bertahun-tahun, FBF gagal untuk memperlihatkan simpati dan solidaritasnya.
Seharusnya panggung sebesar FBF yang diisi oleh kaum-kaum intelektual dan cendekiawan dari seluruh dunia bisa dibuat imparsial dengan mengadakan acara-acara penuh dialog yang mempertemukan antara penulis Palestina dan penulis Israel.
Menghelat diskusi-diskusi pencarian solusi damai untuk konflik Palestina dan Israel. Mempertemukan para penerbit Palestina dan Israel di sesi-sesi makan malam yang akrab sehingga jarak dan kebencian di antara mereka bisa mencair.
Jika pertemuan antara para pemimpin politik kedua negara tersebut sulit direalisasikan, mengapa FBF tidak berani melakukan inisiasi dan terobosan radikal untuk menampilkan dan mempertemukan para penulis, penerbit dan penggiat literasi dari kedua negara untuk saling bercerita dan menyampaikan uneg-uneg mereka masing-masing.
Ruang-ruang dialog literasi seharusnya lebih menyejukkan dan bisa lebih mendalam ketika membahas isu-isu kemanusiaan.
Sayangnya, alih-alih menjadi FBF 2023 sebagai forum perdamaian konflik Palestina-Israel, penyelenggara lebih memilih untuk menaikkan marwah pihak Israel dan menihilkan keberadaan Palestina.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.