Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kronologi Pemerintah Belanda "Bubar", karena Perbedaan Kebijakan Imigrasi

Kompas.com - 09/07/2023, 17:11 WIB
Aditya Jaya Iswara

Editor

Penulis: Reuters/VOA Indonesia

DEN HAAG, KOMPAS.com - Koalisi Pemerintah Belanda bubar, Jumat (7/7), setelah gagal mencapai kesepakatan soal pembatasan imigran. Hal itu akan memicu pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) baru pada musim gugur nanti.

Krisis itu dipicu oleh dorongan partai konservatif, VVD, yang mengusung Perdana Menteri Mark Rutte. VVD ingin membatasi aliran para pencari suaka ke Belanda, namun keinginan VVD itu ditolak oleh dua dari empat partai koalisi pemerintah.

“Bukan rahasia lagi bahwa mitra-mitra koalisi punya pendapat yang berbeda mengenai kebijakan imigrasi. Hari ini, kita beruntung untuk mengakhiri perbedaan-perbedaan yang sudah tidak bisa diatasi. Oleh karena itu, saya mengajukan pengunduran diri seluruh kabinet kepada raja,” kata Rutte dalam keterangan pers yang disiarkan melalui televisi.

Baca juga: PM Belanda Mark Rutte Mundur, Apa yang Terjadi Selanjutnya?

Ketegangan itu mencuat pekan ini ketika Rutte menuntut dukungan atas usulan untuk membatasi masuknya anak-anak pengungsi perang yang sudah berada di Belanda.

Selain itu, dia mengusulkan agar keluarga-keluarga imigran menunggu setidaknya dua tahun sebelum mereka bisa dipersatukan kembali.

Usulan terbaru itu dianggap keterlaluan bagi Partai Kristen (Christian Union) dan partai liberal, D66. Penolakan itu memicu kebuntuan.

Ratusan migran mencari perlindungan di luar pusat pencari suaka yang penuh sesak di kota Ter Apel, Belanda utara, 25 Agustus 2022. AP via VOA INDONESIA Ratusan migran mencari perlindungan di luar pusat pencari suaka yang penuh sesak di kota Ter Apel, Belanda utara, 25 Agustus 2022.
Koalisi Rutte akan membentuk pemerintahan sementara hingga pemerintahan baru terbentuk setelah pemilu.

Proses pembentukan pemerintahan baru di lanskap politik Belanda yang terpecah-pecah bisa memakan waktu berbulan-bulan.

Kantor berita ANP, mengutip komite pemilu, mengatakan pemilu tidak akan digelar sebelum pertengahan November.

Pemerintahan sementara tidak bisa mengambil keputusan tentang kebijakan-kebijakan baru dan tidak akan memengaruhi dukungan negara itu terhadap Ukraina.

Baca juga: Benda-benda Bersejarah Indonesia yang Akan Dikembalikan Belanda, Termasuk Harta Karun Asal Lombok

Saat ini, Belanda adalah salah satu negara di Eropa yang memiliki kebijakan imigrasi paling ketat. Namun di bawah tekanan partai-partai sayap kanan, selama berbulan-bulan, Rutte sudah mencari cara mengurangi aliran pencari suaka.

Permohonan pencari suaka di Belanda melonjak sebesar sepertiga hingga mencapai lebih dari 46.000 permohonan tahun lalu. Pemerintah Belanda memperkirakan angka itu masih bisa meningkat hingga mencapai lebih dari 70.000 tahun ini, melebihi angka tertinggi yang dicapai pada 2015.

Peningkatan jumlah pencari suaka itu akan makin membebani fasilitas-fasilitas pencari suaka di negara itu. Tahun lalu, ratusan pengungsi terpaksa tidur dengan kondisi mengenaskan tanpa atau sedikit akses ke air minum, fasilitas kebersihan atau kesehatan.

Baca juga: Alasan Belanda Larang Siswa Pakai Ponsel dan Gadget di Ruang Kelas

Artikel ini pernah dimuat di VOA Indonesia dengan judul Pemerintah Belanda ‘Bubar’ Gara-gara Kebijakan Pembatasan Imigran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Hasil Penyelidikan Awal Ungkap Helikopter Presiden Iran Tak Punya Transponder

Hasil Penyelidikan Awal Ungkap Helikopter Presiden Iran Tak Punya Transponder

Global
Ebrahim Raisi Meninggal, Iran Akan Adakan Pemilihan Presiden pada 28 Juni

Ebrahim Raisi Meninggal, Iran Akan Adakan Pemilihan Presiden pada 28 Juni

Global
Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mengapa ICC Mempertimbangkan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Israel dan Hamas?

Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mengapa ICC Mempertimbangkan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Israel dan Hamas?

Internasional
Pemakaman Presiden Iran Akan Diadakan pada Kamis 23 Mei, Berikut Prosesinya

Pemakaman Presiden Iran Akan Diadakan pada Kamis 23 Mei, Berikut Prosesinya

Global
Rangkuman Hari Ke-817 Serangan Rusia ke Ukraina: 29 Drone Dijatuhkan | Penembakan Rusia Tewaskan 2 Orang

Rangkuman Hari Ke-817 Serangan Rusia ke Ukraina: 29 Drone Dijatuhkan | Penembakan Rusia Tewaskan 2 Orang

Global
Di Iran, Meninggalnya Presiden Disambut Duka dan Perayaan Terselubung

Di Iran, Meninggalnya Presiden Disambut Duka dan Perayaan Terselubung

Global
Israel-Hamas Tolak Rencana ICC untuk Menangkap Para Pemimpinnya

Israel-Hamas Tolak Rencana ICC untuk Menangkap Para Pemimpinnya

Global
Tsai Ing-wen, Mantan Presiden Taiwan yang Dicintai Rakyat

Tsai Ing-wen, Mantan Presiden Taiwan yang Dicintai Rakyat

Internasional
Sebelum Ebrahim Raisi, Ini Deretan Pemimpin Lain yang Tewas dalam Drama Penerbangan

Sebelum Ebrahim Raisi, Ini Deretan Pemimpin Lain yang Tewas dalam Drama Penerbangan

Global
Joe Biden Kecam ICC karena Berupaya Menangkap PM Israel

Joe Biden Kecam ICC karena Berupaya Menangkap PM Israel

Global
[POPULER GLOBAL] Presiden Iran Meninggal Kecelakaan | Kronologi Penemuan Helikopter Raisi

[POPULER GLOBAL] Presiden Iran Meninggal Kecelakaan | Kronologi Penemuan Helikopter Raisi

Global
China: Dinamika Politik Taiwan Tak Akan Ubah Kebijakan 'Satu China'

China: Dinamika Politik Taiwan Tak Akan Ubah Kebijakan "Satu China"

Global
Sejarah Orang Jawa di Kaledonia Baru, Negara yang Sedang Dilanda Kerusuhan

Sejarah Orang Jawa di Kaledonia Baru, Negara yang Sedang Dilanda Kerusuhan

Global
Ketika 706 Orang Bernama Kyle Berkumpul, tapi Gagal Pecahkan Rekor...

Ketika 706 Orang Bernama Kyle Berkumpul, tapi Gagal Pecahkan Rekor...

Global
Meski Alami Luka Bakar, Jenazah Presiden Iran Dapat Dikenali dan Tak Perlu Tes DNA

Meski Alami Luka Bakar, Jenazah Presiden Iran Dapat Dikenali dan Tak Perlu Tes DNA

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com