Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil RSF, Pasukan Paramiliter Kuat yang Berani Lawan Militer, Coba Rebut Kekuasaan di Sudan

Kompas.com - 17/04/2023, 10:15 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

Sumber Al Jazeera

Selain wilayah Darfur, RSF dikerahkan ke beberapa negara bagian lain seperti South Kordofan dan Blue Nile. Di sana, kelompok tersebut dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia.

Beberapa analisis memperkirakan bahwa RSF memiliki personel sekitar 100.000 kombatan.

Baca juga: Dalam Misa Terbuka, Paus Fransiskus Desak Diakhirinya Kebencian Etnis di Sudan Selatan

Komandan RSF

RSF dikomandoi oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo. Dia dikenal dengan julukan "Hemedti" atau "Mohamad Kecil". Hemedti saat ini memegang posisi wakil kepala Dewan Kedaulatan yang berkuasa di Sudan.

Dagalo lahir dari keluarga miskin yang menetap di Darfur pada 1980-an. Dia putus sekolah di kelas tiga dan mencari nafkah dengan berdagang unta sebelum menjadi pemimpin Janjaweed ketika konflik Darfur pecah.

Ketika RSF menjadi lebih menonjol dan perannya dalam urusan keamanan negara semakin tumbuh, bisnis Hemedti ikut terkerek berkat bantuan al-Bashir.

Keluarga Hemedti sampai bisa memperluas kepemilikannya di sejumlah sektor seperti pertambangan emas, peternakan, dan infrastruktur.

Baca juga: 27 Tewas di Sudan Selatan Jelang Kunjungan Paus Fransiskus

RSF makin berulah

Pada April 2019, RSF ikut serta dalam kudeta militer yang menggulingkan al-Bashir setelah berbulan-bulan demonstrasi menentang pemerintahannya yang bercokol selama 30 tahun.

Empat bulan kemudian, militer dan gerakan prodemokrasi mencapai kesepakatan pembagian kekuasaan. Kesepakatan ini membentuk dewan gabungan militer-sipil yang akan memerintah Sudan selama tiga tahun ke depan sampai pemilu diadakan.

Hemedti diangkat sebagai Wakil Ketua Dewan Kedaulatan yang dipimpin oleh al-Burhan.

Ekonom terkemuka Abdalla Hamdok dilantik sebagai Perdana Menteri Sudan dan pemimpin kabinet transisi. Sebelum menandatangani kesepakatan, para aktivis menuduh RSF ikut serta membunuh puluhan pengunjuk rasa prodemokrasi.

Pada Oktober 2021, RSF terlibat dalam kudeta lain militer hingga menghentikan transisi ke pemerintahan yang dipilih secara demokratis.

Langkah tersebut memicu demonstrasi massa prodemokrasi terbaru di seluruh Sudan yang berlanjut hingga hari ini.

Baca juga: India Kerahkan Unit Penjaga Perdamaian PBB Wanita Terbesar ke Sudan

Sumber ketegangan RSF dengan militer

Militer Sudan dan kelompok pro-demokrasi menuntut RSF diintergasikan ke dalam angkatan bersenjata reguler.

Adel Abdel Ghafar, seorang peneliti di Middle East Council, mengatakan bahwa RSF menolak untuk diintegrasikan ke dalam miiliter.

RSF sadar bahwa jika pasukannya dilebur ke dalam militer, mereka akan kehilangan kekuatannya.

Negosiasi mengenai integrasi inilah yang menjadi sumber ketegangan hingga menunda penandatanganan akhir perjanjian transisi, yang semula dijadwalkan pada 1 April.

Hemedti dan al-Burhan disebut terus berselisih tentang siapa yang akan menjadi panglima militer selama periode integrasi.

RSF berpendapat komandannya juga harus menjadi kepala negara, situasi yang ditolak militer Sudan.

Baca juga: Militer Sudan Akhirnya Kembalikan Kekuasaan ke Sipil Setelah Dua Tahun Kudeta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com