Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Lia Sundah Suntoso
Pengacara

IDEAS-Indonesia Fellow; Sekjen dan Co-Founder Amerika Bersatu untuk Indonesia; Pendiri forum World Vaccine Update; dan Presiden Asosiasi Pengacara Indonesia di Amerika Serikat

Tidak Ada Makan Siang yang Gratis

Kompas.com - 09/03/2023, 12:39 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

There’s no such thing as a free lunch - Milton Friedman

SEBULAN sebelum bulan Ramadhan dimulai, kejutan kecil muncul di panggung politik kita. Duta Besar Amerika Serikat untuk RI Sung Yong Kim berkunjung ke markas Partai Keadilan Sejahtera (PKS), partai politik yang rajin bersuara keras terhadap Amerika Serikat.

Kunjungan pada 15 Februari lalu itu langsung melahirkan beragam spekulasi dan analisis. Apalagi, tak lama setelah kunjungan itu PKS akhirnya resmi mendeklarasikan capres pilihan mereka untuk Pemilu 2024.

Sebagian kalangan menghubung-hubungkan dua peristiwa terpisah tersebut. Terlebih dengan adanya kesan menunda-nunda pendeklarasian dukungan sebelumnya, muncul aneka dugaan bahwa kedatangan Sung Yong Kim yang membuat mereka tak ragu lagi menyelenggarakan seremoni pendeklarasian.

Kepada publik, PKS menyebut kedatangan Dubes AS tersebut sekadar silaturahmi biasa. Achmas Syaikhu, Presiden PKS menjelaskan bahwa selain hubungan AS-Indonesia, kedua belah pihak juga berdiskusi mengenai demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Hal senada juga disampaikan Sung Yong Kim. Namun, mudahkah publik percaya pada penjelasan resmi semacam ini?

HAM adalah hal yang acapkali menjadi nilai tawar, sekaligus kartu yang terus dimainkan untuk menekan Indonesia di kancah internasional.

Bagi saya, rangkaian kunjungan yang terlaksana sekitar sebulan setelah pengakuan terbuka Presiden Jokowi atas 12 pelanggaran HAM berat RI, serta terbitnya esai “To Kill a Democracy: What a mysterious murder says about modern Indonesia” yang mengupas kematian Munir di majalah Foreign Affairs edisi Januari/Februari 2023 patut diberi perhatian.

Safari kunjungan perwakilan negara asing ke partai politik pendukung pemerintah maupun oposisi jelas hal yang biasa, ada tak ada Pemilu.

Jadi, kunjungan duta besar AS ke partai oposisi di negara lain sebelum pemilihan umum seharusnya dianggap biasa saja.

Namun kenyataannya tidak demikian. Pada 2020, misalnya, Duta Besar AS untuk Guyana Sarah-Ann Lynch, sampai harus mengeluarkan pernyataan pembelaan diri atas tuduhan campur tangan pemerintah AS jelang pemilu Guyana pada 2020.

Pemilu Guyana saat itu memang dipandang sebagai momen penting karena ditemukannya sumber minyak baru di negara itu dua tahun sebelumnya. Setelah penghitungan ulang, pemilihan tersebut dimenangkan oleh pihak oposisi.

Pada 2017, Duta Besar AS untuk Kenya Robert Godec, dibanjiri kritik karena dituduh berpihak kepada pimpinan oposisi Raila Odinga.

Demikian gaduhnya sampai-sampai ia harus mengeluarkan pernyataan “I’m not interested in Politics” pada Februari 2018.

Pada 2016, giliran Duta Besar AS untuk Filipina, Philip Goldberg, menuai kritik keras dari presiden Filipina saat itu Rodrigo Duterte.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com