ABUJA, KOMPAS.com - Krisis uang tunai terjadi di Negeria setelah pemerintah di negara perekonomian terbesar Afrika itu mengumumkan pergantian uang kertas baru.
Antrean berjam-jam pun mengular di ATM, padahal biasanya pemandangan seperti itu terlihat di SPBU. Sudah berminggu-minggu keadaannya seperti ini.
Dr Ernest Ereke yang merupakan analis ekonomi politik dan pembangunan Nigeria mengatakan kepada Deutsche Welle (DW), secara umum dampak terhadap ekonomi dan kesejahteraan sosial ekonomi warga sangat terasa.
Baca juga: Kisah Pria Nigeria Tipu Jutaan Rupiah dengan Menyamar Jadi Gadis Seksi Layani Obrolan Seks
Pada 2022, Bank Sentral Nigeria (CBN) mengganti uang kertas dengan desain baru. Warga awalnya diberi waktu hingga 31 Januari 2023 untuk mengganti uang lama mereka.
Namun, kekhawatiran tidak dapat menggunakan uang kertas lama setelah tenggat waktu pertama membuat banyak orang Nigeria panik.
Tenggat waktu kedua kemudian ditetapkan pada Jumat (10/2/2023), tetapi juga tidak membantu.
Mahkamah Agung lalu menangguhkan tenggat waktu itu sambil menunggu gugatan hukum dari tiga negara bagian yang berpendapat bahwa rencana pergantian uang kertas menyebabkan kesulitan menjelang pemilihan umum.
Menurut Ereke, banyak warga tidak bisa bertransaksi bisnis dan melakukan aktivitas yang biasanya mudah.
“Misalnya, orang yang akan masuk kendaraan untuk bertransaksi bisnis atau pergi bekerja atau orang yang biasa naik becak, operator biasanya tidak melayani pembayaran online. Jadi, itu memakan waktu pada aktivitas sehari-hari dan kehidupan Nigeria," tambah dosen Universitas Abuja itu, dikutip dari DW pada Jumat (10/2/2023).
"Mengerikan, kami tidak tahu apa yang terjadi," kata seorang warga di Lagos yang mengantre di ATM selama berjam-jam kepada DW.
Baca juga: Cerita Pria Tarik Uang Rp 25 Miliar dari ATM Tanpa Terdeteksi Bank
Masalahnya, jutaan orang sudah menghabiskan uang lama mereka dan membutuhkan uang tunai baru. Mereka kini tidak bisa membeli barang sehari-hari, dan toko-toko menolak pembayaran dengan uang kertas naira lama.
"Tanpa uang tunai berarti semuanya pasti akan dihentikan. Jadi, sangat sulit, seperti saat saya berbicara dengan Anda sekarang, saya tidak punya uang tunai. Tapi saya lapar, jadi bagaimana saya akan makan? Ini sangat sulit," kata warga lainnya kepada DW.
Menurut CBN, kebijakan baru ini dimaksudkan untuk mengurangi jumlah uang tunai yang beredar, dan bergerak menuju ekonomi tanpa uang tunai (cashless).
Kebijakan ini juga diharapkan dapat membantu mengendalikan likuiditas dan mengurangi inflasi.