Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Xi Jinping, Resesi, dan Demokrasi

Kompas.com - 05/12/2022, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KARENA trauma atas kekuasaan mutlak di satu tangan (tangan Mao Zedong) di satu sisi dan niat untuk meminggirkan penerus Mao Zedong, yaitu Hua Guofeng di sisi lain, akhirnya Deng Xiaoping menghilangkan kursi ketua (chairman) di dalam Partai Komunis Tiongkok (PKT).

Meski demikian, ketidakstabilan politik tidak berakhir begitu saja setelah Deng Xiaoping menjadi paramount leader.

Karena tensi politik akibat perebutan pengaruh antara kelompok reformis dan kelompok konservatif, berpadu dengan meningkatnya inflasi, dua sekretaris jenderal partai yang dipilih Deng Xiaoping untuk memimpin PKT pada 1980-an, Hu Yaobang dan Zhao Ziyang terguling di tengah jalan lantaran dianggap terlalu liberal.

Hal positifnya setelah itu, masa jabatan sekretaris jenderal partai dan presiden mulai ditata secara teratur.

Deng Xiaoping hanya menjabat sebagai ketua komisi paling berpengaruh di dalam partai, yakni komisi militer (Central Millitary Comission/ CMC) selama dua periode lebih sedikit, sekitar 10 tahunan, lalu diserahkan kepada Jiang Zemin pada 1992.

Tradisi tersebut berlanjut ke masa Jiang Zemin dan Hu Jintao, yang sama-sama mematuhinya dengan menjabat selama lebih kurang 10 tahun (sampai 2012).

Jiang Zemin menyerahkan kekuasaan kepada Hu Jintao tahun 2002 dan Hu Jintao digantikan oleh Xi Jinping tahun 2012.

Namun tahun 2018 (enam tahun setelah Xi Jinping menjadi sekretaris jenderal PKT, lima tahun setelah menjadi presiden), Xi Jinping berhasil memobilisasi dan mengonsolidasikan kekuatan di dalam partai untuk mengesampingkan aturan tersebut, baik tentang masa jabatan sekretaris jenderal partai dan presiden maupun tentang kekusaan kolektif kolegial di dalam partai.

Dengan begitu, Xi Jinping berpeluang menjabat selama lebih dari 10 tahun, bahkan seumur hidup, dan berpeluang memusatkan kekuasaan di tangannya sendiri.

Jadi bukan hal baru lagi bagi kita jika ternyata Xi Jinping akhirnya benar-benar mematahkan aturan lama di dalam Partai Komunis Tiongkok dengan memenangkan suara menjadi sekretaris jenderal PKT untuk ketiga kalinya.

Tidak salah kiranya dalam buku “China’s Leader. From Mao to Now (2021),” David Shambaugh menyebut Xi dengan istilah “Modern Emperor”.

Keberhasilan Xi Jinping dalam menguasai panggung utama elite politik di dalam PKT juga tak lepas dari kampanye antikorupsi besar-besaran yang dilangsungkan beberapa tahun pada masa awal Xi Jinping berkuasa.

Jadi posisi Xi Jinping saat melancarkan kampanye antikorupsi mirip dengan posisi Mao Zedong saat membasmi kelompok revisionis, reformis, borjuis, dan sejenisnya di era revolusi kultural (Great Proletariat Cultural Revolution), meski dalam baju dan gaya yang berbeda.

Walhasil, sistem politik yang kaku akhirnya diwarnai dialektika politik yang juga semakin kaku.

Tentu sangat berbeda dengan Amerika Serikat tahun 1940-an, misalnya, saat Presiden ke-32, Franklin Delano Roosevelt (FDR) mencoba membengkokkan tradisi konvensional terkait masa jabatan presiden di Amerika Serikat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com