NUSA DUA, KOMPAS.com - Korea Selatan (Korsel) dan Jepang secara diam-diam bekerja untuk mengangkat masalah peningkatan agresivitas Korea Utara di sela-sela pertemuan KTT G20 di Bali, yang lebih banyak didominasi oleh isu perang, kelaparan, kemiskinan.
Bersama dengan AS, sekutu utamanya, dua negara Asia Timur itu berupaya membangun koalisi yang lebih luas dari negara-negara yang berpikiran sama, untuk membantu mempertahankan tekanan internasional terhadap Korea Utara.
Masalahnya, hanya ada sedikit ruang diskusi publik di KTT G20 untuk membahas Korea Utara dan upayanya mengembangkan nuklir dan rudal bersenjata.
Sementara negara komunis itu mengklaim menguji lusinan rudal, termasuk senjata jarak pendek yang kemungkinan besar berkemampuan nuklir dan rudal balistik antarbenua yang dapat menargetkan daratan AS.
Baca juga: AS Siap Kerahkan Kapal Induk jika Korea Utara Gelar Uji Coba Bom Nuklir
Aksi provokatif yang dilancarkan Pyongyang hampir sepanjang tahun ini tak ayal membuat dua tetangga demokrasi di sekitarnya waswas.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida pun berusaha meningkatkan tekanan internasional kepada Korea Utara dalam pembicaraan pribadi mereka dengan para pemimpin lain di sela-sela KTT G20.
Baik Jepang maupun Korea Selatan melakukan diskusi intensif mengenai Korea Utara dalam pertemuan tiga arah dengan Presiden Joe Biden jelang G-20.
Kekhawatiran atas Korea Utara juga disebutkan dalam pembicaraan tingkat tinggi antara Biden dan pemimpin China Xi Jinping di Bali, menurut presiden AS.
Secara langsung, Yoon meminta China memainkan peran yang lebih aktif dan konstruktif dalam mengekang ancaman nuklir dari Korea Utara saat dia bertemu Xi pada Selasa (15/11/2022).
Baca juga: Terungkap, Rudal Korea Utara yang Jatuh di Perairan Korea Selatan Buatan Uni Soviet
Para pejabat Korea Selatan mengatakan Korea Utara mungkin dalam beberapa minggu mendatang akan meledakkan perangkat uji coba nuklir pertamanya sejak 2017.
Menurut Seoul, itu bisa dilakukan untuk memaksa negara lain menerima gagasan bahwa negara tertutup itu berkekuatan nuklir, sehingga membuat Kim Jong Un memiliki posisi yang lebih kuat untuk menegosiasikan konsesi ekonomi dan keamanannya.
Kepada AS, Yoon berjanji merangkul banyak kebijakan Asia Biden selama kampanye kepresidenannya dan mencoba mengambil peran yang lebih tegas dalam urusan internasional.
Meskipun hal itu dapat memperumit hubungan Seoul dengan Beijing, mitra dagang terbesarnya, mengingat ketegangan antara Washington dan Beijing terkait Taiwan, hak asasi manusia, dan rantai pasokan industri.
Kishida, pemimpin Jepang, membahas Korea Utara dalam pembicaraan bilateral di Bali, termasuk dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada Senin (14/11/2022).
Pemimpin Eropa itu berbagi "keprihatinan serius atas masalah nuklir dan rudal Korea Utara" dan setuju untuk bekerja sama secara erat, menurut kepada Kementerian Luar Negeri Jepang.