Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejumlah Aktivis Kecam PBB Terlambat Keluarkan Laporan soal Uighur

Kompas.com - 02/09/2022, 17:31 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Setelah menunggu hampir satu tahun, Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merilis laporan tentang pelanggaran di Xinjiang pada Rabu (31/8/2022).

Laporan itu menunjukkan bahwa pengasingan dan perlakuan besar-besaran China terhadap Uighur dan etnis minoritas lainnya di China barat mungkin sama dengan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Beragam organisasi pembela HAM mempertimbangkan pentingnya laporan ini, dengan mengatakan bahwa temuan tersebut mengungkap tingkat kerusakan yang telah dilakukan China terhadap lebih dari satu juta etnis minoritas di wilayah Xinjiang.

Sementara, yang lain mengatakan laporan hasil akhir menunjukkan mengapa Beijing berusaha keras untuk mencegah laporan itu dirilis.

Baca juga: Kepala HAM PBB: China Melakukan Pelanggaran HAM Serius Terhadap Muslim Uighur di Xinjiang

Laporan PBB soal Xinjiang disebut game changer

"Temuan Komisaris Tinggi menjelaskan mengapa pemerintah China berjuang mati-matian untuk mencegah publikasi laporan Xinjiang, yang mengungkap pelanggaran hak asasi China," kata Sophie Richardson, Direktur China untuk Human Rights Watch.

"Dewan HAM PBB harus menggunakan laporan itu untuk memulai penyelidikan komprehensif atas kejahatan pemerintah China terhadap kemanusiaan yang menargetkan Uighur dan lainnya dan meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab," sambungnya.

Omer Kanat, Direktur Eksekutif Proyek Hak Asasi Manusia Uighur, menggambarkan laporan PBB sebagai game changer.

Sedangkan Dolkun Isa, Presiden Kongres Uighur Dunia, mengatakan laporan itu membuka jalan bagi tindakan yang berarti dan nyata oleh negara-negara anggota, PBB, dan komunitas bisnis.

Namun, bagi yang lain, laporan PBB itu mengungkapkan kasus yang terlalu sedikit dan terlalu terlambat dikeluarkan.

Baca juga: Penahanan Massal Etnis Uighur China Terungkap Lewat Dokumen Kepolisian

Rayhan Asat, seorang pengacara HAM Uighur dan rekan senior non-residen di Dewan Atlantik, mengatakan kepada DW bahwa laporan tersebut seharusnya tidak hanya mendokumentasikan kengerian kamp Xinjiang, tetapi juga kriminalisasi ekspresi budaya Turki dan muslim sehari-hari atas nama melawan ekstremisme.

"China harus memahami ini sebagai protes keseriusan dunia dalam membela dan melindungi hak-hak Uighur, dan bahwa jika ingin dilihat sebagai pemimpin dunia, maka harus segera meninggalkan kebijakan genosida, " kata Asat.

Asat tidak sendirian mengkritik cara PBB menangani kasus ini.

"Jika laporan ini dirilis ketika sudah siap, kita mungkin akan mencegah lebih banyak korban,” kata Nury Turkel, Ketua Komisi Kebebasan Beragama Internasional AS, yang merupakan pengacara Uighur.

"Kerusakan yang terjadi pada orang-orang Uighur tidak dapat diubah. Tidak ada yang bisa mengembalikannya kepada kami. Kejahatan ini masih berlangsung. Saya kehilangan kata-kata tentang kekecewaan dan ketidakpuasan saya dengan PBB,” katanya kepada DW.

Baca juga: Basis Data Bocor di China Ungkap Ribuan Orang Uighur yang Ditahan

Beijing menentang hasil laporan

Protes mengglobal untuk membela hak-hak Uighur, protes ini terjadi di luar kedutaan besar Cina di London awal tahun inI.THOMAS KRYCH/ZUMA WIRE/IMAGO via DW INDONESIA Protes mengglobal untuk membela hak-hak Uighur, protes ini terjadi di luar kedutaan besar Cina di London awal tahun inI.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Israel: 4 Jenazah Sandera Diambil dari Terowongan Gaza

Israel: 4 Jenazah Sandera Diambil dari Terowongan Gaza

Global
Polandia Tangkap 9 Orang yang Diduga Bantu Rencana Sabotase Rusia

Polandia Tangkap 9 Orang yang Diduga Bantu Rencana Sabotase Rusia

Global
Ikut Pelatihan, 1 Tentara Korea Selatan Tewas akibat Ledakan Granat

Ikut Pelatihan, 1 Tentara Korea Selatan Tewas akibat Ledakan Granat

Global
Hasil Penyelidikan Awal Ungkap Helikopter Presiden Iran Tak Punya Transponder

Hasil Penyelidikan Awal Ungkap Helikopter Presiden Iran Tak Punya Transponder

Global
Ebrahim Raisi Meninggal, Iran Akan Adakan Pemilihan Presiden pada 28 Juni

Ebrahim Raisi Meninggal, Iran Akan Adakan Pemilihan Presiden pada 28 Juni

Global
Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mengapa ICC Mempertimbangkan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Israel dan Hamas?

Apa Itu Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan Mengapa ICC Mempertimbangkan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Israel dan Hamas?

Internasional
Pemakaman Presiden Iran Akan Diadakan pada Kamis 23 Mei, Berikut Prosesinya

Pemakaman Presiden Iran Akan Diadakan pada Kamis 23 Mei, Berikut Prosesinya

Global
Rangkuman Hari Ke-817 Serangan Rusia ke Ukraina: 29 Drone Dijatuhkan | Penembakan Rusia Tewaskan 2 Orang

Rangkuman Hari Ke-817 Serangan Rusia ke Ukraina: 29 Drone Dijatuhkan | Penembakan Rusia Tewaskan 2 Orang

Global
Di Iran, Meninggalnya Presiden Disambut Duka dan Perayaan Terselubung

Di Iran, Meninggalnya Presiden Disambut Duka dan Perayaan Terselubung

Global
Israel-Hamas Tolak Rencana ICC untuk Menangkap Para Pemimpinnya

Israel-Hamas Tolak Rencana ICC untuk Menangkap Para Pemimpinnya

Global
Tsai Ing-wen, Mantan Presiden Taiwan yang Dicintai Rakyat

Tsai Ing-wen, Mantan Presiden Taiwan yang Dicintai Rakyat

Internasional
Sebelum Ebrahim Raisi, Ini Deretan Pemimpin Lain yang Tewas dalam Drama Penerbangan

Sebelum Ebrahim Raisi, Ini Deretan Pemimpin Lain yang Tewas dalam Drama Penerbangan

Global
Joe Biden Kecam ICC karena Berupaya Menangkap PM Israel

Joe Biden Kecam ICC karena Berupaya Menangkap PM Israel

Global
[POPULER GLOBAL] Presiden Iran Meninggal Kecelakaan | Kronologi Penemuan Helikopter Raisi

[POPULER GLOBAL] Presiden Iran Meninggal Kecelakaan | Kronologi Penemuan Helikopter Raisi

Global
China: Dinamika Politik Taiwan Tak Akan Ubah Kebijakan 'Satu China'

China: Dinamika Politik Taiwan Tak Akan Ubah Kebijakan "Satu China"

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com