NEW YORK, KOMPAS.com - Pria yang diduga menikam Salman Rushdie, penulis buku ayat-ayat setan, mengaku mengagumi mantan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Khomeini, yang mengeluarkan seruan untuk kematian Rushdie pada 1989.
Hadi Matar, tersangka penyerang Rushdie, mengatakan menghormati mantan pemimpin Iran dan percaya bahwa Rushdie menyerang Islam melalui tulisannya.
Iran membantah terlibat dalam serangan itu tetapi menyalahkan Rushdie karena menimbulkan kontroversi.
“Saya menghormati Ayatollah. Saya pikir dia orang yang hebat. Sejauh itu yang akan saya katakan tentang itu,” kata Matar kepada New York Post, berbicara dari Penjara Kabupaten Chautauqua, tempat dia ditahan sebagaimana dilansir Al Jazeera pada Rabu (17/8/2022).
Serangan terhadap Rushdie minggu lalu, yang membuat penulis itu dirawat di rumah sakit, kembali memunculkan sorotan akan ancaman Iran sebelumnya terhadapnya.
Pemerintah Iran menghindar dari seruan sebelumnya terkait kematian Rushdie, dan mengatakan tidak terkait dengan Matar dengan cara apa pun.
Tetapi, para kritikus menilai pernyataan baru-baru ini dari pejabat Iran sebagai bukti bahwa posisi negara itu tidak berubah secara substantif.
Juru bicara kementerian luar negeri Iran Nasser Kanani mengatakan kepada wartawan pada Senin (15/8/2022) bahwa "kami menganggap tidak ada seorang pun kecuali (Rushdie) dan para pendukungnya yang pantas disalahkan atau bahkan dikutuk" atas serangan itu dan bahwa penulisnya "mengekspos dirinya pada kemarahan publik".
Baca juga: Iran Tepis Punya Hubungan dengan Penikam Salman Rushdie, Ini yang Dikatakan
Matar mengatakan kepada New York Post bahwa dia hanya membaca beberapa halaman novel Rushdie, “The Satanic Verses”, tetapi mengaku sudah melihat video penulis itu di YouTube.
“Saya tidak terlalu menyukainya (Rushdie),” kata Matar, menurut surat kabar itu.
Matar membantah melakukan kontak dengan Garda Revolusi Iran, surat kabar itu melaporkan.
Pengacaranya Nathaniel Barone mengajukan pembelaan tidak bersalah, atas tuduhan percobaan pembunuhan dan penyerangan akhir pekan lalu.
Rushdie menghadapi ancaman pembunuhan selama lebih dari 30 tahun, setelah menerbitkan buku “Ayat-ayat Setan” pada 1988.
Banyak Muslim di seluruh dunia menganggap buku itu sebagai penghujatan.
Lalu pada 1989 Khomeini mengeluarkan fatwa, yang menyerukan kematian Rushdie, sehingga memaksa penulis itu untuk menghabiskan lebih dari satu dekade bersembunyi.
Penerus Khomeini, Ayatollah Ali Khamenei, baru-baru ini mengatakan pada 2019 bahwa fatwa tersebut tetap berlaku.
Baca juga: Kondisi Salman Rushdie Usai Diserang, Lukanya Parah tapi Sudah Lepas Ventilator
Ned Price, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, mengatakan kepada wartawan pada Senin (15/8/2022) bahwa "bukan rahasia lagi bahwa rezim Iran telah menjadi pusat ancaman terhadap hidupnya (Rushdie)".
Di Iran, beberapa media memuji serangan itu. Keyhan yang ultrakonservatif – yang pemimpinnya ditunjuk oleh Khamenei – mengatakan tentang Matar: “Bravo untuk pria pemberani dan sadar tugas ini.”
Keluarga Matar mengecam serangan itu, dan ibunya menjauhkan diri darinya dalam komentar singkat kepada New York Times.
“Saya sudah selesai dengan dia,” kata ibu tersangka Silvana Fardos kepada New York Times.
"Aku tidak punya apa-apa untuk dikatakan padanya."
Menurut agen Rushdie, Andrew Wylie, penulis berusia 75 tahun itu "dalam perjalanan menuju pemulihan", telah dilepas dari ventilator dan dapat berbicara.
Namun, setelah ditikam sekitar 10 kali, Rushdie tetap berisiko mengalami cedera seumur hidup dan bisa kehilangan salah satu matanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.