Ibu kota Chechnya, Grozny, yang dihancurkan oleh bom Rusia lebih dari dua dekade lalu, mengalami nasib serupa dengan Kota Mariupol di Ukraina.
Republik kecil mayoritas Muslim dirusak oleh dua perang brutal.
Baca juga: Pasukan Ukraina Mundur dari Popasna, Chechnya Klaim Ambil Alih
Yang terakhir, dimulai oleh Presiden Rusia Vladimir Putin pada 1999, mengarah pada penempatan orang kuat Chechnya Ramzan Kadyrov, yang telah dituduh menindas oposisi dengan kejam.
Akibatnya, diaspora Chechnya yang diperkirakan berjumlah 250.000 orang telah terbentuk di Eropa, Turki, dan UEA.
"Saya memutuskan untuk bergabung dengan batalion (untuk) kehormatan orang-orang Chechnya yang coba disamarkan Moskwa sebagai teroris," kata Islam, yang telah menerima ancaman karena mendokumentasikan dugaan kejahatan perang Rusia secara online.
Dia menerima perintah dari Wakil Komandan Mansour, seorang prajurit berusia 40 tahun dengan bekas luka pertempuran.
"Dua dari kami telah tewas dan yang lainnya terluka. Tapi yang penting kami ada di sini," kata Mansur.
"Kami memiliki hal-hal untuk diajarkan kepada tentara lokal tentang perang," ungkap dia.
Para pejuang Chechnya tidak secara resmi menjadi bagian dari tentara Ukraina.
Baca juga: Peran Ramzan Kadyrov dan Pasukan Chechnya Pimpinannya dalam Perang Putin di Ukraina
Peralatan yang mereka gunakan telah diambil dari Rusia, dan mereka diberi makan oleh penduduk setempat.
"Kami di sini bukan untuk memaksakan keyakinan Islam. Kami di sini untuk melawan musuh bersama dan mempertahankan kebebasan," kata Mansour.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.