Keengganan China memutihkan utang negerinya berpotensi menghambat perundingan dengan IMF yang antara lain mengutamakan restrukturisasi utang. Sektor swasta juga akan terdorong untuk menolak penghapusan utang Sri Lanka.
"Minimnya sikap kooperatif oleh Beijing bisa membuat pemulihan utang Sri Lanka menjadi lebih rumit,” kata Aditi Mittal dari lembaga konsultasi Verisk Maplecroft.
Bank Sentral Sri Lanka sendiri bersikeras menyiapkan proposal restrukturisasi utang sebagai jalan keluar krisis. "Kami saati ini berada dalam status kebangkrutan,” kata Gubernur Bank Sentral, P Nandalal Weerasinghe.
"Posisi kami sudah sangat jepas, sampai adanya restrukturisasi utang, kami tidak bisa membayar cicilan,” pungkasnya.
Baca juga: Warga Sri Lanka: Kami Akan Mati, Kami Tak Bisa Berbuat Apa-apa Tanpa Gas dan Minyak Tanah
Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul Bencana Kelaparan Mendekat, Sri Lanka Kesulitan Keluar dari Krisis.